Mohon tunggu...
Penulis Pikiran
Penulis Pikiran Mohon Tunggu... Novelis - Mahasiswa

Perempuan labil yang tengah menginjak usia kepala dua, suka baca buku, menulis cerita, dan penggemar berat Taylor Swift. Seorang introvert yang lebih suka mengamati dan menuangkan pikiran dalam sebuah tulisan, serta berusaha melatih skill menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan di Malam Hari

19 Juni 2023   14:02 Diperbarui: 19 Juni 2023   14:05 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara hujan di malam hari mengiringi tangisan pilu akan berakhir nya perjuanganku, berada di antara mereka yang hanya berdiri menonton sebuah kompetisi yang semakin mengikis hati nurani.

Perihal kesempurnaan yang rasanya tak akan mungkin pernah kudapat, namun orang-orang seolah menutup mata mereka erat atas segala cobaan yang telah kutaklukkan.

Pipi memerah karna pukulan seseorang yang kusebut pahlawan rasanya sama sekali tidak menyakiti fisikku, tanpa kutahu luka itu menjadi lebih berdarah ketika menembus relung hatiku.

Sudah banyak darah menetes di setiap langkah perjuangan demi memenuhi sebuah perintah mutlak yang membuat batin semakin terikat seperti tak ada tempat untuk berniat.

Seolah-olah menjadi berbeda adalah aib yang harus segera di sembunyikan agar tidak sampai ke daratan para manusia penyembah kesempurnaan.

Mereka berpikir bahwa hidup ini adalah milik mereka yang sudah lama berkelana, namun mereka lupa bahwa kami anak muda membutuhkan asupan ilmu yang tidak akan di dapat jika kita tidak mengambil langkah.

Banyak perilaku manusia yang sudah ku terima, tetapi kalimat penuh perintah itu tanpa sadar menjadi sebuah anak panah yang menjatuhkanku ke dalam pusaran hidup semakin merana.

Engkau yang ku sebut pahlawan hanya diam melihatku terseret arus ketidakadilan, terombang-ambing diterpa mereka yang haus akan sebuah kesempurnaan.

Tidak pernah sekalipun engkau ku anggap sebagai sebuah batu yang menghalangi langkah perjuanganku, namun tindakan tak berbelas kasih itu membuatku tidak pernah bisa lagi memulai langkah baru.

Kau tidak akan pernah tahu, sampai selamanya pun engkau tidak akan pernah ingin tahu atas segala kekuranganku yang kau jadikan peluru untuk merobohkanku, alih-alih engkau membantu aku yang adalah anakmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun