Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jurus Jitu Alihkan Anak dari Gawai

23 Desember 2024   12:41 Diperbarui: 23 Desember 2024   13:25 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Sekolah Alam Cikeas

Hasil riset, hasil survei, dugaan, dan anggapan generasi masa lalu terhadap Gen Z dan Gen Alpha: Mereka terpaku, terlelap, terjebak dalam dunia maya. Mereka lebih menyukai dunia maya ketimbang dunia nyata. Tidak sedikit Gen Z/Alpha yang candu terhadap dunia maya. Begitulah memang sebagian faktanya.

Pertanyaannya: Kenapa Gen Z/Alpha lebih menyukai dunia maya?

Sejak melek sampai merem, sebagian besar hidup mereka dipenuhi oleh dunia maya. Setiap menit, setiap jam, tangan mereka tidak pernah lepas dari gawai. Buat generasi sekarang, gawai adalah perangkat ajaib yang sudah mereka kenal sejak brojol ke dunia. Yang memperkenalkannya: orangtua masing-masing. Mereka menjadi candu terhadap gawai. Apalagi, gawai bagaikan mainan terbaik bagi mereka. Sangat menarik dan atraktif. Celakanya, tidak ada hal lain yang lebih menarik dibanding gawai yang mereka genggam. Celakanya, orangtua justru memberikan gawai itu dengan suka cita. Celakanya, orangtua zaman sekarang, makin malas menyediakan dunia nyata yang lebih menarik bagi Gen Z.

Mau menyalahkan siapa?

Pada masa lalu, begitu banyak dunia nyata yang sangat menarik. Main kucing-kucingan. Petak umpet. Main perosotan. Lari-lari di bawah guyuran hujan. Main bola. Berenang di kali. Main layangan di lapangan. Begitu banyak permainan dunia nyata yang menarik bagi anak-anak. Begitu banyak kegiatan sosial yang melibatkan bukan hanya satu dua anak-anak, tapi segerombolan bocah. Sekarang tak lagi. Sebagian besar dunia mereka tercerabut berganti menjadi gawai. Games yang ada di gawai jauh lebih menarik. Media sosial jauh lebih menarik.

Kata kuncinya, apapun yang lebih menarik, itulah yang akan menjadi pusat perhatian manusia. Ibarat semut berjumpa gula. Bukan hanya Gen Z. Anda (Gen non-Z), saya (Gen X), dan siapapun pasti akan beralih ke hal yang lebih menarik. "Ngapain melakukan hal yang tidak menarik? Apalagi tidak pula bermanfaat?" 

Jadi, kalau Anda mau mengalihkan perhatian Gen Z dari gawai, buatlah dunia nyata yang jauh lebih menarik. Percuma membuat larangan, aturan, pembatasan, dan sebagainya, kalau dunia nyata tidak lebih menarik.

Dokumentasi pribadi (Sekolah Alam Cikeas)
Dokumentasi pribadi (Sekolah Alam Cikeas)

Pemerintah Australia melarang anak di bawah usia 16 tahun bermain media sosial. Sejumlah negara Eropa dan negara maju lainnya, juga menyiapkan larangan anak-anak bermain gawai sebelum usia tertentu. Beberapa negara melarang anak membawa gawai ke sekolah. Apakah akan efektif aturan dan larangan tersebut? Pasti, jika dibarengi oleh dunia nyata yang lebih menarik sebagai pengganti gawai. Menjadi tantangan tersendiri, ketika dunia nyata dirasakan membosankan oleh anak-anak. Dampaknya, akan lebih berbahaya karena bisa saja membuat mereka tertekan, stres, atau bahkan depresi.

Buatlah aturan, larangan, atau apapun bentuknya, tapi sertai dengan mengkreasi dunia nyata yang menarik. Kalau mampu, buat yang lebih menarik dibanding dunia maya plus bermanfaat. Dengan begitu, anak-anak akan terlarut dalam dunia nyata dan mendapatkan manfaat darinya, sesuai perkembangan usia mereka.

Sejak berdiri pada 2006, Sekolah Alam Cikeas melarang anak usia Sekolah Dasar (SD) membawa gawai ke sekolah. Apalagi memainkannya. Sampai sekarang larangan tidak berubah. Meski berkali-kali mendapatkan protes, karena orangtua kesulitan berkomunikasi dengan anaknya, saat waktu pulang. Sekolah Alam Cikeas mendorong orangtua untuk memberikan perhatian khusus terhadap penggunaan gawai. Selama jam sekolah, nyaris seharian pukul 07.00 -- 15.00, Senin sampai Jumat, anak-anak tidak menyentuh gawai. Tentu, di rumah pun diharapkan terjadi pembatasan serupa dengan pemahaman yang selaras.

 

Dokumentasi pribadi (Sekolah Alam Cikeas)
Dokumentasi pribadi (Sekolah Alam Cikeas)

Selama di sekolah, anak-anak Sekolah Alam Cikeas mendapatkan begitu banyak kegiatan, yang menarik. Bahkan sangat menarik. Plus penuh manfaat. Sekolah Alam Cikeas menerapkan konsep pendidikan yang menyenangkan dan membahagiakan. Apa yang disebut Mendikdasmen era Prabowo sebagai Joyful School. Sekolah yang menyenangkan. Selama seharian, mereka dibuat sibuk dan senang dengan materi pelajaran formal, yang dikemas sesuai dengan usia anak-anak: lebih banyak bermain.

Sekolah Alam Cikeas adalah sekolah formal, mulai level Kelompok Bermain (KB) sampai tingkat SMA. Bedanya dengan sebagian besar sekolah, kami mendasarkan konsep pendidikan pada pemberdayaan alam sekitar secara optimal, untuk setiap mata pelajaran. Dampaknya, belajar lebih banyak praktik dibanding teori. Belajar bukan hanya dari buku atau video. Akan tetapi, langsung dari dunia nyata. Praktik. Belajar binatang, langsung bertemu, menyentuh, dan berinteraksi dengan kambing, ayam, bebek, kelinci, ikan, serangga, dan lainnya. Belajar tumbuhan, langsung berinteraksi dengan mereka: membelai daun atau memeluk pohon.

Dokumentasi Sekolah Alam Cikeas
Dokumentasi Sekolah Alam Cikeas

Hasilnya, dunia nyata anak-anak Sekolah Alam Cikeas begitu menarik. Bahkan, lebih menarik dibanding dunia maya yang disediakan gawai atau media sosial. Selama jam sekolah, mereka lupa dengan gawai. Lupa dengan dunia maya. Ketika jam pulang tiba, sebagian dari mereka kadang masih terlelap di dunia nyata. Main bola bersama teman-temannya, main ayunan, lompat tali, ikut kegiatan ekstrakurikuler, atau bergantian naik pohon rambutan. Dunia nyata yang lebih menarik.

Jadi, kalau mau mengalihkan dunia maya dari Gen Z, sediakanlah dunia nyata yang lebih menarik buat mereka.

Dodi Mawardi

Direktur Sekolah Alam Cikeas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun