Foto: dokumen pribadi
Pandemi Covid-19 mengubah banyak hal. Termasuk kebiasaan masyarakat dalam membaca buku. Meski bukan data resmi, tapi angka penjualan buku digital (electronic book) naik signifikan selama pandemi Covid-19. Paling tidak, dari data pribadi saya menunjukkan hal demikian. Pun data-data dari rekanan dan teman sejawat.
Â
Dulu, banyak orang yang enggan, kurang enak, tidak pas, dan beragam alasan lainnya untuk berubah dari buku cetak ke buku digital. Sebagian dari mereka kini sudah berubah. Begitu banyak keuntungan memiliki dan membaca buku digital dibanding buku cetak.
Â
1. Â Â Tidak perlu ruang yang luas. Cukup handphone atau laptop atau bahkan penyimpanan awan (cloud) sebagai tempat penyimpanan buku digital. Anda bisa memiliki perpustakaan pribadi buku digital dalam genggaman, yang bisa dibuka dan dibaca kapan saja dan di mana saja.
2. Â Â Daya tahan lebih lama dan tidak khawatir dimakan rayap. Sudah sering saya mendengan kabar buku kawan yang habis dimakan rayap. Saya sendiri pernah mengalaminya. Kertas -- apalagi bookpaper yang buram itu -- lebih rentan rusak dan menguning.
3. Â Â Ongkos yang lebih efisien. Harga jual buku digital rata-rata jauh lebih rendah dibanding buku cetak. Beralasan, karena tidak ada biaya cetak sebagai komponen produksi.
Â
Dalam tiga tahun terakhir, toko buku digital menggeliat sangat positif. Google Playbook, Amazon Kindle, Gramedia Digital, dan beberapa toko digital kecil, menyediakan buku digital dari ratusan bahkan ribuan penerbit. Angka penjualan mereka setiap tahun meningkat.
Â
Di Indonesia saya belum mendapatkan datanya. Namun di Inggris, pada 2020 saja, terjadi peningkatan penjualan e-book sampai 17%. Bahkan diklaim oleh para pelaku industri buku di sana, pada 2021 dan 2022 sebagai puncak tertinggi penjualan e-book dalam sejarah mereka.
Â
Sebagai data pribadi, pada 2020 lalu penjualan e-book saya meningkat ratusan persen. Jumlah royalti yang saya peroleh dari penjualan e-book di penerbit Elex Media (melalui Gramedia Digital dan Google Playbook), nyaris sama dengan jumlah royalti buku cetak. Terutama melalui buku terlaris "Belajar Goblok dari Bob Sadino".
Â
Pun demikian penerbit buku digital Pena Kreativa, yang saya bangun dan berjualan di Google Playbook. Selama 2021 lalu, jumlah penjualan buku digital kami meningkat lebih dari 200% dibanding tahun 2020. Tahun ini, selama satu semester pertama ini, sudah terjadi peningkatan sekitar 200% lagi. Padahal, hanya melalui toko Google Playbook. Belum di Amazon Kindle dan Gramedia Digital.
Â
Data-data tersebut menunjukkan bahwa penjualan buku digital (termasuk audio book) memang mengalami peningkatan. Jumlah buku digital yang dijual di Google Playbook dan Gramedia Digital pun, terus bertambah secara signifikan. Hal itu dapat menjadi gambaran terjadinya perubahan besar, akibat dari disrupsi yang diakselerasi oleh Pandemi Covid-19.
Â
Kalau sekarang Anda -- pembaca -- masih enggan membeli buku digital, atau tak mau membacanya, dengan beragam alasan, ya tentu rugi sendiri, karena dunia akan menuju ke sana. Kalau Anda -- penulis -- tidak mau terjun ke dunia buku digital, juga rugi sendiri, karena jumlah pembaca buku digital, setiap hari terus bertambah.
Â
Belajar dari perusahaan taksi, ternyata hanya Bluebird yang masih bisa bertahan, di tengah gempuran disrupsi teknologi digital. Bluebird tidak melawan dan menentang, melainkan berkolaborasi dengan pemain transportasi berbasis teknologi digital (Gojek).
Â
Pembaca dan penulis buku pun, mau tidak mau, harus menyesuaikan dengan perubahan zaman...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H