Teknologi informasi, digitalisasi, dan beragam hal yang terkait dengannya selalu terkesan mahal. Tidak ada yang murah. "Ada rupa ada harga," peribahasa yang selalu terngiang setiap kali berkaitan dengan teknologi informasi. Apalagi bicara digitalisasi. Apalagi program transformasi digital. Wah, pasti memerlukan dana yang besar.
Akan tetapi saya terkaget-kaget ketika berkunjung ke Sumedang, awal Desember 2021 ini. Ternyata, program Transformasi Digital yang sukses dijalankan Pemerintah Kabupaten Sumedang, tidak berbiaya tinggi. Alias relatif rendah. Bagaimana ceritanya?
Saya riset sejenak di media-media, Pemkab Sumedang sukses besar dengan transformasi digitalnya. Bahkan menjadi salah satu yang terbaik di Indonesia. Bahkan kini menjadi rujukan banyak kementerian dan pemerintah daerah lainnya. Kok bisa berbiaya rendah?
Pada 2018 lalu, saya mulai berhubungan dengan teknologi informasi secara lebih intens. Saya membangun sebuah perusahaan berbasis IT (PT. Jaga Nusantara Satu). Perusahaan ini menyediakan pelatihan untuk Satuan Pengamanan (Satpam) berbasis IT sekaligus mengelola aplikasi untuk operasional Satpam. Untuk membangun suatu aplikasi, perlu biaya tidak sedikit. Satu aplikasi yang relatif sederhana saja menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Ongkos untuk para programmer itu mahal. Mereka juga memasang tarif tinggi. Apalagi di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya.
Awal tahun 2021 ini, kembali saya berkecimpung di dunia IT dengan membangun PT. Borneopedia Digital Indonesia (BDI). Produk unggulan kami, aplikasi interaksi sosial Borneopedia. Dan lagi-lagi ongkos untuk menciptakan aplikasi ini tidak murah. Menghabiskan ratusan juta rupiah. Apalagi jika aplikasinya terus berkembang dan semakin besar serta kompleks, pasti memerlukan dana miliaran rupiah.
Bagaimana dengan super aplikasi seperti Gojek, Tokopedia, dan sejenisnya? Wah, pasti memerlukan bermiliar-miliar rupiah untuk membangunnya. Belum termasuk operasionalnya. Mahal sekali deh.
"Kami buktikan bahwa teknologi tidak selalu mahal," ucap Sekretaris Daerah Sumedang Herman Suryatman. Saya menatap tajam penuh ketidakpercayaan. Pak Sekda paham dengan tatapan keraguan saya.
Pemkab Sumedang berhasil membangun sistem teknologi informasi yang memadai dan mampu mendukung peningkatan kinerja ASN dalam membangun wilayahnya. Dengan bantuan teknologi, beberapa permasalahan mendasar pembangunan dapat diatasi. Bahkan, di luar dugaan banyak pihak. Menjadi luar biasa karena semua program Transformasi Digital di sana dikerjakan oleh orang lokal. 100% Urang Sumedang.
Dan inilah rahasianya!
Pemkab Sumedang memberikan kepercayaan penuh kepada talenta-talenta muda Sumedang yang menguasai teknologi untuk berkreasi sesuai 'pesanan' Pemkab. Sebagian besar anak SMK (Lulusan SMKN 1 Sumedang di bawah kendali Arief Syamsudin). Kemudian, mereka memadukan kekuatan itu dengan para ASN di lingkungan Pemkab. Semuanya (46 orang) adalah anak-anak muda usia milenial. Dengan kepercayaan penuh tersebut, anak-anak muda itu berhasil mewujudkan mimpi Sumedang melakukan Transformasi Digital. Tentu dengan panduan dan pengawasan ketat dari Pemkab Sumedang dengan komando tiga pemimpin Three Musketeer (Bupati, Wakil Bupati, dan Sekda) yang punya komitmen sangat kuat.
Buat saya hal ini sangat menarik. Apa yang dilakukan Pemkab Sumedang seperti membalikkan keyakinan banyak pihak terhadap talenta programmer lokal dan para ASN-nya. Siapa bilang mereka tidak bisa? Siapa bilang mereka kalah kualitas dibanding programmer di kota besar? Siapa bilang? Mereka bisa asal mendapatkan kepercayaan dan panduan yang benar. Pemkab Sumedang juga menjungkirkan peribahasa "Ada rupa ada harga."