Rumah dinas dan pribadinya seringkali menjadi tempat kegiatan agama selain Kristen, seperti Islam. Kadang, warga yang beragama Islam bertanya-tanya, "Ini beneran pak Bupati?"
"Buat kalian mungkin Lambang Garuda dengan Bhineka Tunggal Ika-nya adalah benda mati. Buat saya, Bhineka Tunggal Ika itu hidup. Harus hidup dalam sikap, ucapan, dan tindakan kita," katanya meyakinkan. Kalimat-kalimat ini bukan sekali dua kali dia sampaikan.Â
Selama mengenalnya sejak 2014, setiap kali berjumpa dan berdiskusi, kalimat-kalimat bernilai kebansgaan itu selalu keluar dari mulutnya. Dan ini yang penting: ucapannya sesuai dengan tindak-tanduknya.
Sikap nasionalisme itu dia tunjukan dalam berbagai kebijakan di Malinau. Misal, Malinau tidak pernah membeda-bedakan warga pribumi atau pendatang. Semua orang yang sudah ber-KTP Malinau punya hak dan kewajiban yang sama di sana.Â
Kebijakan pemerintah ini sangat penting sebagai pondasi dan teladan bagi seluruh warga. Misal dalam penyelenggaran pesarta budaya dua tahunan Irau, seluruh suku bangsa yang tinggal di Malinau, diberikan kesempatan unjuk gigi.Â
Bukan hanya diberikan kesempatan, melainkan juga difasilitasi. Sang bupati sendiri yang memotivasi mereka untuk menampilkan ciri khas dari setiap suku tersebut.
Beberapa pejabat sipil dan militer yang pernah bertugas di Malinau, pasti merasakan sikap nasionalisme sang bupati. Pernah ada Kapolres (Kepala Polisi Resort Malinau) yang berasal dari Jawa Barat (Sunda), tak percaya dengan apa yang dilihatnya, yaitu tarian Jaipongan bisa tampil dalam Irau.Â
Yang tampil adalah warga Malinau keturunan Jawa Barat. Pun demikian seorang Dandim yang berasal dari suku Jawa, menyaksikan hal serupa di sana, dan memantik keharuan nilai kebangsaan.Â
Selama enam tahun bersahabat dengan YTP, saya merasakan sendiri betapa nasionalismenya sang bupati. Semangatnya selalu berkobar-kobar setiap kali berbicara tentang Indonesia.Â
Dia mendambakan Indonesia yang maju dan sejahtera. Sesuai dengan motonya untuk Malinau: berubah, maju, dan sejahtera. Kabupaten berwilayah besar di perbatasan yang baru mekar, yang sebelumnya nyaris tak terdengar (namanya kalah pamor oleh Malino di Sulawesi Selatan), namun kini sudah boleh bertepuk dada dan percaya diri.Â
Perekonomian selalu meningkat, kesejahteraan main merata, geliat warga lokal makin bergairah, dan semangat pemberdayaan begitu membuncah.