Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mau Tahu Revolusi Aspal Di Jawa Timur?

24 Februari 2017   08:27 Diperbarui: 24 Februari 2017   08:38 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menyebutnya sebagai revolusi aspal, karena memang di sejumlah wilayah negeri ini butuh perubahan drastis terkait pembangunan jalan raya berbahan baku aspal. Banyak sekali jalan raya, baik jalan kabupaten, provinsi maupun jalan nasional yang kondisinya memprihatinkan. Atau sangat menyedihkan. Sebagian lagi sangat menyebalkan. Ah, banyak sekali kata-kata negatif yang bisa menggambarkan buruknya kondisi jalan, dan kekesalan penggunanya.

Tahun lalu, warga di sekitar desa Bojong Kulur Gunung Putri kabupaten Bogor berdemo. Mereka protes kepada pemkab Bogor yang dianggap tidak peduli terhadap kondisi jalan raya Ciangsana – Bojong Kulur yang berbatasan dengan Kota Bekasi. Kondisi jalan di wilayah Kab. Bogor rusak parah. Sangat parah. Saya berkali-kali melewati jalan itu dan seperti memasuki wilayah ‘mimpi buruk’. Apalagi kalau hujan dan selesai hujan… wow banget kondisinya. Mirip lautan air sungai berlumpur, dengan kubangan di sana-sini. Kedalaman lubang-lubang mencapai 10-20 cm.  Dalam kecepatan rendahpun, mobil dan pemumpangnya tetap berguncang dan bergoyang tak beraturan.

Puncaknya, warga sekitar perbatasan itu mengancam akan pindah ‘kewarganegaraan’ dari Bogor ke Bekasi. Saking kesalnya. Memang wajar juga warga sangat marah, karena kondisi jalanan di ‘seberang’ sana, yang masuk wilayah kota Bekasi, relatif mulus. Jauh lebih baik dibanding kondisi jalan di wilayah Kab. Bogor. Saya jadi teringat kondisi jalanan di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Barat. Jalanan di Indonesia buruk, sedangkan jalanan di wilayah Malaysia mulus. Ketika saya berkunjung ke perbatasan Malaysia – Indonesia di Malinau Kalimantan Utara, kondisi jalanan kedua negara ini memang berbeda, hehe. Ada anekdot yang menyebutkan bahwa kalau Anda terbangun dari tidur nyenyak di jalan perbatasan maka Anda sudah sampai di wilayah Indonesia. Saking parahnya guncangan akibat jalan rusak.

Kualitas Aspal

Jika dibandingkan dengan negara lain, kenapa kualitas jalan aspal di Indonesia secara umum buruk? Saya pernah ke beberapa negara dan menikmati aspal mereka. Kualitasnya bagus, dan jarang sekali menemui jalan-jalan bolong atau rusak. Apakah karena kondisi ekonomi negara tersebut lebih baik? Entahlah…

Yang pasti, kondisi jalan raya di Jawa Barat dan Banten, dua wilayah yang paling sering saya lalui, terlalu banyak yang buruk dan rusak. Selain di perbatasan Bogor dan Bekasi, juga di perbatasan Depok – Bekasi, perbatasan Bogor – Cianjur (Jonggol) dan Labuan, Anyer serta sejumlah wilayah lainnya. Sedangkan Jawa Tengah, agak mendingan, meski masih banyak juga jalan rusak, termasuk di jalan Pantura. Banyak lubang di sana-sini. DKI Jakarta, relatif baik. Wajar sebagian besar bagus karena belum rusak pun, mereka rajin melapisi jalan dengan aspal baru. Masih ada beberapa bagian yang rusak, tapi relatif sedikit. Anggaran jalan raya mereka jauh lebih besar dibanding propinsi lain. Atau pemerintah pusat pun, memberikan perhatian lebih buat jalan nasional di ibukota.

Yang menakjubkan justru kondisi jalan di propinsi Bali. Ini pendapat pribadi saya. Saya sempat berkeliling sebagian Bali menggunakan sepeda motor dan juga roda empat. Kondisi jalannya relatif mulus. Pengendara motor bisa menikmati keindahan pulau Dewata itu dengan tenang, nyaman dan aman. Menurut seorang sahabat tokoh pemuda adat Bali, kondisi jalan di sana pasti bagus karena warga dan masyarakat adat pasti akan mengingatkan pemda jika terdapat jalan rusak. Kalau peringatan dari warga dan masyarakat adat tidak digubris, bersiaplah pemda menghadapi risiko yang lebih besar. Apalagi menurutnya, pemda tidak punya alasan untuk membiarkan jalanan rusak, karena sebagian besar pemda di sana punya pendapatan asli daerah yang memadai.

Alhasil, meski sebagian jalanan di Bali relatif kecil dan sempit, tapi kualitasnya bagus. Mulus. Bahkan sampai ke pelosok-pelosok. Mungkin masih ada jalanan yang kurang mulus, tapi jumlahnya amat sedikit. Paling tidak, itulah hasil pengamatan saya pribadi.

Bagaimana dengan Jawa Timur?

Inilah inti dari artikel ini. Kondisi jalanan secara umum di Jawa Timur, patut diacungi jempol. Berbeda sekali dengan Jawa Barat dan Banten, hehe. Saya warga ber-KTP Banten dan lahir serta tinggal di Jawa Barat. Benar, masih ada sejumlah ruas jalan rusak juga di Jawa Timur seperti bagian utara jalur Pantura Gresik. Atau salah satu ruas jalan yang membelah sawah di wilayah Nganjuk. Rusak. Kata warga sekitar, jalan tersebut rusak karena anggarannya dikorupsi. Tentu informasi ini belum valid, meski faktanya Bupati Nganjuk sudah mendekam di rutan KPK karena menjadi tersangka kasus korupsi beberapa proyek termasuk proyek perbaikan jalan. Namun, kuantitas jalan rusak di Jawa Timur jauh lebih sedikit dibanding jalan rusak di Jawa Barat dan Banten (hasil observasi berdasarkan pengalaman berkendara).

Kondisi baik jalanan di Jawa Timur saya rasakan begitu memasuki wilayah Magetan (perbatasan dengan Karang Anyar Jateng), Ngawi, Madiun, lanjut ke Nganjuk, Kediri, Tulung Agung, Blitar, Malang sampai ke Surabaya lalu ke Gresik dan Tuban. Di sepanjang jalur tersebut, jalanan paling mulus berada di Madiun dan terutama di Tulung Agung. Surga jalan raya deh. Di dalam perumahan-perumahan kota Madiun, kondisi jalannya pun keren-keren. Tidak kalah dengan kualitas jalan di perumahan elit Pondok Indah di Jakarta. Mulussss…

Seorang kawan, sebut saja mas P, sejak beberapa tahun lalu berkecimpung di industri pembangunan jalan raya berbahan aspal. Dia beroperasi di sebuah kota besar di Jawa Timur. Awalnya dia kaget mengetahui bahwa lumayan banyak permainan dalam pengadaan dan perbaikan jalan raya. Suatu hari dia dikunjungi seorang pengusaha jalan aspal dari wilayah lain. Melihat proses pencampuran aspal di tempatnya. Pengusaha tersebut kaget karena mas P mencampur aspal dengan komposisi yang ideal.

“Mas, kalau mau untung, campurannya jangan seperti ini. Aspalnya dikurangi…” begitu kira-kira inti dari masukan pengusaha tersebut. Pendek cerita, mas P kecewa dan sedikit marah dengan sejumlah masukan pengusaha tersebut. Jiwa mudanya bergejolak. Pelajaran kebangsaan yang dipelajari di sekolahnya, terusik.

“Pak, tanpa curang pun saya sudah untung kok. Kenapa harus curang?” tanyanya sewot. Jawaban tersebut membuat kaget sang pengusaha.

“Saya berbisnis ini untuk membangun bangsa dan negara pak. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi…” ujarnya mantap. Membuat pengusaha tadi mati kutu dan segera pamit.

Terkesan sok nasionalis, namun faktanya memang begitu. Mas P membangun jalan dengan kejujuran tingkat tinggi. Campuran aspal dan berbagai bahan lainnya dia peroleh dari insinyur di ITS, hasil uji laboratorium. Dengan formula tersebut, dia bangun jalan dengan kualitas baik. Secara bisnis, dia mengaku masih bisa meraup untung sampai 30%. Berapa persen keuntungan pengusaha curang itu ya?

“Kualitas jalan tersebut bisa bertahan sampai 10 tahun!” katanya yakin.

Mendengar kisah sang kawan, kepala saya berputar-putar ke sejumlah fakta tentang jalan aspal. Banyak korupsi di jalan aspal. Begitulah kira-kira kesimpulan hasil gabungan dari sejumlah fakta tersebut. Ada pengusaha yang mengurangi campuran aspalnya, seperti kisah di atas. Ada juga pengusaha yang mengurangi lem aspal, sehingga aspal tidak merekat dengan sempurna. Ada juga yang mengurangi ketebalan aspalnya, sehingga mudah terkelupas dan rusak. Dan beragam fakta lainnya. Hal itu di luar aksi kongkalikong dengan pejabat terkait.

Tak heran jika di sejumlah jalan yang baru dibangun atau diperbaiki, dalam waktu singkat, dalam hitungan bulan, sudah rusak kembali. Pasti rusak kembali karena kualitas aspalnya kemungkinan besar di bawah standar! Kualitas yang tidak sesuai dengan spek, beban jalan dan cuaca.

Ah, saya jadi berkhayal dan bermimpi andaikan sebagian besar pengusaha seperti mas P, maka kualitas aspal di Jawa Barat dan Banten pun akan menjadi lebih baik dan tidak cepat rusak. Ah, andaikan para kepala daerah di Jawa Barat dan Banten menengok kondisi jalan di Jawa Timur dan Bali, seharusnya mereka sedikit malu…

Ah…  revolusi aspal!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun