Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Asyiknya Bangun Karakter Anak di Jalan Raya

26 Januari 2017   11:32 Diperbarui: 26 Januari 2017   19:26 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: clipartpanda.com

“Ayah, kenapa dia buang sampah ke jalan raya?” tanya anak bontot saya serius.

“Mungkin karena dia tidak punya tempat sampah di mobilnya,” jawab saya menebak-nebak.

“Menurut kamu, buang sampah ke jalan raya, bagus nggak?” saya balik bertanya.

“Ya jelas nggak dong Yah. Buang sampah itu ke tempatnya, bukan ke jalan raya. Jalan raya kan bukan tempat sampah…” ujarnya nyerocos.

Sahabat, saya senang mengajak anak-anak untuk berjalan-jalan mengendarai mobil, ke berbagai tempat. Baik di dalam kota maupun ke luar kota. Selama di perjalanan, saya bisa berinteraksi dengan anak-anak secara dekat dan hangat. Nyaris tak ada batasan. 

Suasananya sungguh berbeda dibanding interaksi di rumah. Hal lainnya adalah kita bisa menemukan banyak kejadian yang tidak bisa ditemukan di rumah. Contohnya, orang-orang yang sembarangan buat sampah di jalan raya di atas. Sebuah perilaku negatif. Namun kita bisa mengubahnya menjadi positif untuk bangun karakter anak.

Kami memang sering sekali berjumpa dengan pengendara mobil, termasuk mobil mewah, yang sembarangan membuang sampah. Penumpangnya juga kadang-kadang demikian. Tidak hanya sekali dua kali. Tapi berkali-kali, dan di berbagai tempat.

Kepada anak-anak saya selalu mengatakan, “Tuh lihat masih ada orang yang sembarangan buang sampah. Dia pikir jalan raya dan alam semesta ini adalah tempat sampah. Apakah kalian mau berperilaku seperti orang itu?”

Anak-anak menggeleng.

Kejadian nyata di depan mata, akan lebih dalam terekam oleh otak dan pikiran anak-anak. Tinggal kita sebagai orangtua, memberikan makna yang benar terhadap kejadian tersebut, agar hati anak-anak pun menjadi benar. Perilaku negatif itu menjadi bermakna positif. Inilah esensi membentuk karakter anak. Bukan hanya teori melainkan juga praktik. Sebagai tindakan nyata hal tersebut, di mobil, kami menyediakan tempat sampah khusus. Sehingga kami, tidak pernah membuang sampah sembarangan.

Di lain waktu, kami juga menjumpai pengendara yang ugal-ugalan di jalan tol. Ada yang pindah lajur sembarangan tanpa menyalakan lampu sen. Pindah lajur padahal garis pemisahnya tidak putus-putus. Ada juga yang menyalip dari bahu jalan. Atau ada juga mobil pelan yang berjalan di lajur paling kanan. Hal-hal semacam itu, dilihat langsung oleh anak-anak. Setiap kali hal tersebut terjadi, saya memberikan sederet kalimat untuk memberikan makna positif.

“Nak, pindah lajur tanpa kasih sen itu berbahaya buat dirinya dan orang lain pengendara di belakangnya. Memberikan lampu sen artinya memberi tahu kepada pengendara lain. Kita gak boleh seenaknya pindah-pindah lajur…”

Pada kesempatan berikutnya, anak-anaklah yang sudah bisa memberikan sederet kalimat bermakna setiap kali menjumpai kejadian seperti itu. “Tuh Yah, dia sembarangan pindah lajur…”

sumber: clipartpanda.com
sumber: clipartpanda.com
-------

Jalan raya di Indonesia ini bisa menjadi sarana pembentukan karakter. Jalan raya kita kaya akan beragam peristiwa. Boleh dikatakan, jalan raya adalah potret kehidupan bangsa ini. Jenis perilaku apa pun ada di jalan raya. Bahkan yang terburuk sekalipun. Bayangkan jika anak-anak kita menyaksikan potret perilaku tersebut tanpa bimbingan orangtua? Hmmm, bisa jadi mereka akan meniru perilaku-perilaku buruk di jalan. Sehingga akan menjadi warisan negatif turun temurun.

Orangtua punya peran penting dalam membangun karakter anak. Luangkan sedikit waktu, tenaga dan pikiran selama mengendarai, untuk menyampaikan pesan-pesan positif kepada anak, sesuai momentum yang terjadi. Bukan hal mudah memang, apalagi jika kita juga harus konsentrasi menyetir. Kadang terganggu juga oleh pertanyaan-pertanyaan bertubi dari anak-anak kita. Di sinilah perlunya kerjasama orangtua (suami istri).

Saya sungguh sepakat dengan pakar parenting ibu Elly Risman, yang menyarankan orantua untuk lebih sering pelesiran bersama anak-anaknya. Pelesiran, berwisata, naik kendaraan sendiri atau umum bersama, akan membuat hubungan orangtua – anak makin bagus. 

Orangtua – anak juga bisa mengalami berbagai kejadian bersama-sama, memahami bersama-sama, dan memecahkan masalah bersama setiap kali menghadapi problem. Seperti cerita saya di jalan raya di atas, pada moment kebersamaan ini, orangtua punya kesempatan amat besar untuk memasukkan nilai-nilai positif kepada anak, tanpa terasa seperti menasihati atau menggurui.

Mari kita bangun karakter positif anak-anak kita!

Kapan pun dan di mana pun. Mulai saat ini juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun