Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Efek Positif Hukuman Fisik di Sekolah

15 Agustus 2016   09:00 Diperbarui: 4 April 2017   17:57 5241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai kasus kekerasan dalam dunia pendidikan kita terus terjadi. Mulai dari urusan cubit guru, sampai pemukulan terhadap guru. Pro kontra muncul menanggapi kasus-kasus tersebut. Seperti biasa, masyarakat kita mengulas sebuah kasus dari berbagai sudut pandang, mulai yang masih sangat nyambung sampai beragam hal yang tidak ada kaitannya. Yang menarik perhatian saya adalah kontroversi tentang hukuman fisik buat murid oleh pendidik (guru), termasuk pendapat menteri pendidikan kita yang baru.

Dalam kasus cubit murid, sebagian orang mengutuk murid dan orangtuanya yang memejahijaukan guru tersebut. Mereka menganggap, tindakan tersebut sebagai perbuatan yang tidak manusiawi, tidak menghormati guru dan sebagainya. Sebagian lagi, justru mendukung orangtua, dengan alasan guru tidak boleh memberikan tindakan kekerasan (hukuman) kepada anak didiknya. Pun begitu kasus pemukulan guru oleh siswa dan ortu siswa, sebagai akibat hukuman fisik terhadap siswa tersebut.

Seru!

Status facebook sahabat saya, seorang penulis dan praktisi NLP, cukup menggugah. Dia memberikan pandangan yang cukup menggelitik. Kira-kira kesimpulannya begini, “Kalau sejak kecil anak tidak mendapatkan tempaan fisik, maka setelah besar dia akan loyo. Kena angin sepoi-sepoi saja, mungkin akan terasa seperti diterpa tornado. Oleh karena itu, anak juga harus dilatih secara fisik. Biar kuat!” Dia  mendukung hukuman fisik buat siswa. Persis seperti yang diucapkan menteri pendidikan akhir-akhir ini.

Saya setuju. Anak-anak harus mendapatkan tempaan fisik dan mental, jasmani dan rohani, biar dia menjadi kuat menghadapi tantangan kehidupan pada masa dewasanya. Anak-anak tidak boleh cengeng. Tidak boleh hanya karena disentuh sedikit saja kemudian mengadu kepada orang lain, atau orangtuanya. Dia harus menjadi manusia yang tangguh, baik secara fisik maupun mental.

Hukuman Fisik Sama dengan Kekerasan?

Tapi apakah hukuman fisik sama dengan hukuman yang bersifat kekerasan? Menurut sejumlah pakar pendidikan, hukuman fisik dalam bentuk kekerasan tidak cocok untuk anak-anak. Pendapat banyak pakar parenting, mendidik anak dengan kekerasan fisik adalah sebuah kesalahan besar. Anak akan tumbuh dengan cara pandang dan sikap negatif. Budaya kekerasan akan tumbuh subur dan terus menerus diwariskan kepada generasi selanjutnya. Hal ini amat berbahaya dan menciderai hakikat manusia sebagai makhluk berakal dan berrasa.

Saya setuju hukuman fisik, tapi hukuman fisik yang bukan bersifat kekerasan. Kita sebagai pendidik dan orangtua harus pandai-pandai serta kreatif dalam melatih anak agar selalu bertanggung jawab terhadap semua sikap, perilaku dan perkataannya. Anak-anak harus paham dan sadar bahwa seluruh sikap, tindakan dan bahkan kata-katanya memiliki konsekuensi. Pepatah kuno mengatakan, siapa menabur benih dia akan memanen hasilnya. Siapa menanam kebaikan akan menuai kebaikan, siapa menanam keburukan pasti akan menuai keburukan juga. Konsekuensi inilah yang amat penting tertanam pada anak-anak.

Hukuman fisik itu beragam. Di negara maju, hukuman fisik berupa kerja sosial. Mereka harus bekerja di tempat-tempat sosial atau untuk kepentingan umum tanpa dibayar dalam jangka waktu tertentu. Itu hukuman fisik dan tidak bersifat kekerasan. Justru punya nilai tambah tinggi, karena bentuk hukuman itu memberikan manfaat buat publik (orang lain/orang banyak). Di sinilah perlunya orangtua atau terutama guru, kreatif dalam menciptakan hukuman fisik.

Duh, sudah bukan zamannya dan hanya manusia purba yang masih menggunakan hukuman jewer dan cubit atau bentakan dan teriakan kepada anak/siswa. Lebih baik, hukuman berupa kerja sosial (membersihkan kamar mandi, mengepel kelas, menyapu lantai, dan bentuk kreatif lainnya dalam jangka waktu tertentu). Atau hukuman fisik berupa tugas menulis kalimat positif sebanyak beberapa halaman, agar kalimat positif itu menempel di alam bawah sadar siswa/anak. Amat banyak variasi hukuman fisik yang bermanfaat buat anak/siswa yang terhukum, sekaligus berdampak positif buat lingkungannya.

Hal lainnya, dalam memberikan hukuman kepada anak, kita juga harus membuat kesepakatan terlebih dahulu. Tanpa kesepakatan tidak ada hukuman. Ingat, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, semua hukuman sudah ditentukan terlebih dahulu bukan? Siapa yang mencopet maka akan mendapatkan hukuman sekian tahun. Siapa yang mencuri akan mendapatkan hukuman sekian lama. Semua tertulis dalam KUHP/KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana/Perdata). Dan semua warga negara harus paham dengan konsekuensi tersebut (Kesepakatan bersama).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun