Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Belajar Sepak Bola ala BJ Habibie

12 Januari 2012   05:19 Diperbarui: 25 April 2020   11:53 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama bertahun-tahun Habibie di sana, melupakan sifat dan sikap negatif lingkungan bangsanya dan terus menyelami sikap yang tepat untuk belajar ilmu pesawat. Dia lalu menjelma menjadi ilmuwan hebat, dan menjadi rebutan Jerman-Indonesia. Butuh waktu lama untuk mencetak seorang Habibie. Sedangkan pemain bola kita, hanya setahun dua tahun saja belajar. Apa yang diperoleh? 

Konsep inilah salah satu yang menyebabkan hasil pengiriman pemain bola keluar negeri selama ini, tidak memuaskan. Yang dikirim 20 orang, yang jadi hanya 1-2 pemain. Coba contek pola belajar para mahasiswa/pelajar Indonesia, yang kuliah di mancanegara. 

Pertama, mereka tidak berkelompok dalam satu tim tertentu. Keuntungannya, mereka menjadi single fighter yang harus mampu beradaptasi dalam segala kondisi. Mereka tidak lagi tergantung pada segala sesuatu yang berbau Indonesia, baik teman, kerabat maupun keluarga. Tentu saja kondisi ini akan membentuk pribadi yang mandiri dan tangguh. 

Kedua, mereka memilih bidang ilmu yang memang tepat di suatu negara. Belajar bisnis/manajemen kalau tidak di Amerika, Australia atau China. Bila mau teknologi tinggi, belajarlah di Jerman, Amerika atau Jepang. Jika mau ilmu hukum, Belandalah tempatnya. Pilihan ini sulit diperoleh bila berkelompok. 

Ketiga, mereka bisa langsung mempraktikkan ilmunya dengan cara magang. Tidak ada gengsi apapun ketika mereka magang. Malah mereka memperoleh ilmu yang lebih dalam. Tidak jarang mereka melanjutkan bekerja di sebuah perusahaan tempat magang tersebut. Tentu setelah lulus kuliah. Kalau berkelompok? Tidak ada perusahaan yang menerima sekaligus satu tim bukan? 

Mari kita bandingkan lebih detil, dengan konsep pengiriman rombongan ala PSSI. Satu tim berisi sekitar 20 orang. Maka meski hidup di negeri orang, mereka tidak bergaul dengan orang setempat. Pemain lebih banyak berinteraksi dengan pemain Indonesia lainnya. Rugi dong tinggal di negeri orang tapi tidak bisa menyelami budaya mereka. Kemampuan bahasa setempat pun menjadi kurang optimal. Kalau pemain kita bergaul dengan warga setempat, pasti tidak perlu lagi kursus bahasa. Padahal bahasa ini sangat penting untuk mengeruk ilmu mereka sebanyak-banyaknya. 

Pemain kita pun akan tetap membawa sikap dan sifat dalam negeri, yang sebagian mungkin tidak klop dengan ilmu sepakbola modern, yang butuh disiplin tinggi, kerja keras, mandiri dll. Ingat, kita akan sangat terpengaruh oleh lingkungan dimana kita tinggal. Itu pula alasan kenapa mengirim pemain keluar negeri. Istilahnya biar ketularan. Tapi bagaimana mau ketularan kalau pergaulan terbatas antar sesama anggota tim yang sama –sama berasal dari Indonesia, yang budayanya sama (pemalas, tidak disiplin, bercanda dll). 

Berikutnya, sebuah tim hanya akan mendapatkan ilmu yang sama, dengan tingkat penerimaan/pemahaman berbeda tergantung tingkat intelegensia masing-masing pemain. Bila belajar ke Brasil, ya hanya dapat ilmu sepakbola Brazil yang hebat dalam mengolah bola dan skil individu. Kalau ke Italia ilmu yang paling hebat adalah bagaimana bertahan yang baik. Satu tim, ilmunya sama! Bagaimana bisa menjadi hebat??? 

Bandingkan bila 23 orang itu disebar ke beberapa sekolah sepakbola. 3 orang ke sekolah Ajax Amsterdam, 4 orang belajar di sekolah sepakbola MU, 3 orang ke SSB Juventus, 2 orang ke SSB Bayern Munchen, terus 5 orang ke SSB Boca Juniors, 5 orang lagi ke SSB di Barcelona. Biarkan mereka ngendon di sana sejak usia 15 tahun atau kurang. Biarkan juga mereka magang di klub-klub tersebut, siapa tahu malah jadi pemain inti. Petiklah hasilnya 5-10 tahun kemudian..... 

Hmm, mimpiku punya timnas yang tangguh akan jadi kenyataan, karena kiper dan dua bek tengahnya hasil gemblengan Italia (Bufon dan Cannavaro), bek sayap hasil didikan Brasil (Roberto Carlos), pemain tengahnya polesan Belanda dan Jerman atau Spanyol (Xavi, Sneider dan Ballack), sedangkan penyerangnya terlatih di Argentina dan Brasil (Messi/Neymar). Indonesia pasti akan menjadi salah satu kekuatan yang ditakuti. Akan muncul banyak Habibie di bidang sepakbola. Pasti bakal jadi rebutan. Dengan catatan kalau PSSI tetap punya anggaran mengirim pemain ke luar negeri. 

Bagaimana dengan kekompakan? Bukankah sepakbola adalah olahraga tim? Gampang sekali menjawabnya! Adakah tim nasional yang juara dunia atau juara Eropa yang berasal dari satu klub? Yang digembleng bersama-sama dalam jangka waktu panjang? Yang ikut kompetisi dalam satu tim yang sama? TIDAK ADA. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun