Mohon tunggu...
Havid Yanuardi
Havid Yanuardi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Amatir

Duniaku berkisar antara kata dan kita. Kata adalah kita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hakikat Bahagia yang Sangat Sederhana

8 Februari 2020   11:36 Diperbarui: 8 Februari 2020   11:39 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mataku langsung tertuju di sudut pojok aula pesantren. Aku melihat si Icul sedang asyik berinteraksi dengan Qur'annya. Aku pun menghampirinya dengan menyela, "Mas Icul, kamu sudah sahur belum??" Icul pun menjawab dengan sangat lirih disertai senyum khasnya, "Belum Mas". Karena tradisi di pesantrenku tidak ada program masak-memasak, saya langsung bergegas ke warung nasi belakang pesantren yang harganya sangat terjangkau. Seperti yang diketahui, aku berasal dari keluarga seorang buruh tani yang gajinya tak seberapa. 

Untuk makan nasi dan sayur sebulan dengan harga 3.000 rupiah per bungkus pun kadang uangnya masih kurang. Aku mempunyai tekad yang tinggi untuk bisa sekolah sambil nyantri, karena pikir praktisku adalah peluang terbesarku untuk bisa mengubah nasab dan nasibku hanya melalui jalur pendidikan. 

Aku pun akhirnya membeli sebungkus nasi sayur untuk dimakan bersama Icul. "Ayo Mas Icul, kita makan bareng, jangan lihat materi makanannya, tapi lihatlah hikmah dari kebersamaannya", ajakku kepada Icul. Icul pun dengan sedikit malu menolak tawaranku seraya berkata, "Aku sahur pakai air putih saja sudah cukup kok, kalau aku nebeng ngembul bareng kamu, kamu nanti pasti tidak kenyang". Setelah terus ku ajak dengan sedikit paksakan, akhirnya si Icul mau makan bareng denganku. 

Walaupun perutku tak kenyang, aku merasakan kekenyangan batin berupa kebahagiaan yang sebenarnya. Karena menurut Buya Hamka, dalam bukunya "Tasawuf Modern" beliau mengatakan bahwa bahagia yang sebenarnya (haqiqi) adalah ketika diri merasakan kebahagiaan dengan menghadirkan orang lain dalam kebahagiaan kita. 

Sampai satu bulan lamanya, aku pun melakukan hal yang begitu, karena ada Maqalah Arab "Al-Istiqamah khairun min alfi karamah" yang artinya "Satu istiqamah lebih baik dari seribu keramat". Akupun bergumam dalam hati dengan berdo'a memohon kepada Tuhan agar selalu diberikan kebahagiaan kehidupan walau hanya sederhana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun