Dalam tulisan saya kali ini, saya tidak berisi kritikan terhadap siapa pun, tetapi saya mau bercerita pengalaman yang saya amati dan menyedihkan untuk saya. Sebagai seorang penulis saya tidak mungkin melihat suatu kejadian dan teriak-teriak seperti para pendemo atau pun melakukan tindakan anarki seperti oknum-oknum preman, akan tetapi saya akan mensharekan kepublik tanpa menyebutkan identitas dan lokasi dimananya,untuk menjaga privasi orang tersebut, serta tidak perlu saya ceritakan pertolongan apa yang sudah saya lakukan untuk mereka
Apa yang terlintas dalam pikiran kita dengan mendengar kata miskin?
Pasti semua orang berfikir karena kekurangan materi yang tercipta dari keadaan, bagaimana kalau kejadiannya sebaliknya, jika orang sengaja menciptakan dirinya menjadi miskin dan hanya berharap belas kasihan orang lain. Dan hal ini sering saya jumpai.
Ada sebuah keluarga yang menjadi objek penelitian saya (dengan metode pengamatan langsung dan wawancara),mereka memiliki 3 anak yang hidup (4 anak dan 1 anak meninggal karena kekurangan gizi), suami (profesi kerja serabutan) dari objek penelitian saya, memiliki istri 5 orang (ada yang profesi cuci gosok dan ada yang menjadi asisten rumah tangga) menurut pengakuannya, kalau mendengar dari saudara istrinya itu,suami itu memiliki istri 7. Saya sangat miris melihat kehidupan mental mereka.
Keluarga itu memiliki anak perempuan tertua yang baru lulus SMA. anak itu bekerja bisa dikatakan sudah sangat rajin kalau bisa bertahan paling lama 7 hari bekerja, dengan alasan capek, bosnya galak ga boleh telpon pacarnya pas lagi kerja, bosnya sentimen. Dan orang tuanya pun selalu marah kepada anaknya karena mereka beranggapan bekerja itu untuk mendapatkan uang, bukannya mengeluarkan biaya untuk transportasi pulang pergi ketempat kerja, kalau harus keluar uang mendingan berhenti saja dari tempat kerja. Hasilnya dalam sebulan anak itu bisa berhenti 5 sampai 8 kali dari pekerjaan yang berbeda-beda, dengan suport dari orang tuanya yang meminta dia berhenti karena mengeluarkan uang transportasi untuk bekerja
Suatu mental yang salah dan sudah dinasehati mereka tidak perduli. Selalu beranggapan, buat apa bekerja kalau bisa dapat bantuan dari keluarganya yang pekerjaannya satu profesi dengannya sebagai cuci gosok dirumah orang lain.
Suatu ketika saya dibuat panik oleh keluarga itu, karena saya sudah sangat dekat dengan keluarga itu, istri dan suaminya yang jarang mengunjungi,mendatangi saya untuk berdiskusi karena anak gadis yang SMA tadi tidak pulang selama dua hari dan pergi dibawa pergi sama pacarnya kepuncak. dan ketika ditelpon anaknya malah marah dengan alasan sudah dewasa jadi bebas mau ngapain aja.
Kedua orang tua itu murka dengan anaknya, dan mengancam akan memukul pacarnya kalau sudah mengantar anaknya pulang. Ke esokan harinya, kedua orang tua sudah siap ngamuk ketika anaknya datang, tetapi ketika anaknya datang dan bilang pacarnya datang bawa beras setengah karung untuk keluarga itu dan beberapa sembako, langsung berubah sikapnya dan langsung jadi ramah, dan dipersilahkan masuk untuk ngobrol dan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Apakah setengah karung beras bisa membeli kehormatan keluarga itu? apakah karena kemiskinan membuat mereka langsung berubah sikap?
Kemarin keluarga itu menonton pemerintah mengeluarkan Kartu Indonesia Pintar dan saya terkejut mendengar ucapan dari ibu tersebut setelah menonton berita itu : "asik mama tidak usah kerja lagi,kan sekolahnya kamu(sambil berkata kepada anaknya yang SMP kelas1) udah ada yang bayarin".
Secara pribadi saya sangat mendukung pengadaan Kartu Indonesia Pintar, dan kartu yang lain untuk masyarakat miskin, kalau bisa dicegah jangan sampai orang-orang seperti cerita nyata ini menerima kartu tersebut, menurut saya mereka miskin bukan keadaan,tetapi sengaja menciptakan kemiskinan supaya bisa hidup dari belas kasihan orang. Tidak adil kalau orang yang betul-betul dibawah garis kemiskinan dan mau berusaha untuk maju, yang harusnya menerima bantuan dari pemeritah , akan tetapi bantuannya berbelok dan diterima oleh keluarga "malas" seperti kisah nyata ini.
Cerita nyata ini buat pembelajaran kita semua, bahwa kemiskinan bisa membuat orang menjadi lupa diri karena beras setengah karung. Ini PR untuk pemerintah untuk bisa menghilangkan kemiskinan dan memberikan arahan untuk memiliki mental pemenang bagi rakyatnya, sehingga keluarga seperti kisah nyata yang saya ceritakan bisa ditanggulangi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H