Kesalahan atau miss perhitungan stock bahan peledak menjadi sangat penting untuk bisa mengetahui dimana keberadaan 1 dinamit pun. 1 dinamit dengan nomor registrasi tentunya. Sebelum kejadian hilangnya dinamit di PT. Batu Sarana Persada, pernah diberitakan juga adanya kehilangan detonator (pemicu ledakan) dalam jumlah banyak (ratusan) di perusahaan tambang lainnya yang berlokasi di Cigudeg, Bogor Barat tersebut.
Perusahaan tambang yang sudah tutup itu ternyata masih menyimpan bahan peledak yang berbahaya sebagai sisa-sisa pemakaian pada waktu perusahan masih beroperasional. Lagi-lagi pengawasan yang lemah dari pihak Dinas Tambang Kabupaten Bogor dan Polsek Cigudeg. Perusahaan yang sudah bangkrut atau pailit, harusnya mengembalikan sisa-sisa bahan peledak kepada instansi yang terkait.
Proses pembiaran berlangsung bertahun-tahun, perusahaan tambang yang telah tutup yang hanyamengandalkan penjagaan 2 orang security saja, riskan terjadi kehilangan. Ketika terjadi kehilangan baru para petugas kepolisian repot menyelidiki akibat sistem pengawasan dan pencegahan tidak dilaksanakan.
Pihak POLRI selaku aparat tertinggi yang bertanggung jawab mengeluarkan ijin pembelian dan poenggunaan bahan peledak harus lebih ketat lagi. Perusahaan-perusahaan tambang yang menyelahi S.O.P harus diberi sangsi tegas. Dengan mencabut Surat Ijin Usaha Pertambangannya.
Hilangnya dinamit bis aterkait juga dengan adanya penggelapan pajak beberapa perusahaan tamabng kelas C di wilayah Bogor Barat, mulai dari Kecamatan Rumpin sampai Cigudeg. Beban pajak yang masuk sebagai kas negara dihitung dari jumlah produksi perusahaan tersebut. Jumlah produksi berkorelasi terhadap pemakaian bahan peledak yang dipakai untuk meledakkan batuan andesit. Semakin banyak pemakaian bahan peledak artinya beban pajak tambang harusnya semakin besar.
Adanya permainan perhitungan jumlah pemakaian bahan peledak yang dimanipulasi oleh perusahaan, tentu saja bekerja sama dengan Dinas Tambang yang terkait dan Petugas Pajak dengan tujuan memperkecil angka produksi tiap bulannya. Tidak sesuainya jumlah pemakaian bahan peledak dengan hasil produksi sebenarnya sudah bisa menjadi indikasi adanya penggelapan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tambang.
Lagi-lagi proses pembiaran ini berlangsung terus menerus. Pajak yang harusnya dibayar per bulan mencapai 60 sampai 80 juta perbulan tiap perusahaan hanya dibayar 20 sampai 40 juta saja yang masuk ke kas negara. Kerugian negara yang berkisar 50% nya yaitu jika dikalkulasikan sebesar 30 juta per bulan per perusahaan. Jika dikalikan dengan jumlah perusahaan tambang di wilayah Bogor Barat saja, berapa kerugian negara karena penggelapan pajak ini?
Bogor Barat hanya rauang lingkup kecil wilayah pertambangan di Indonesia, bagaimana dengan perusahaan-perusahaan tambang batu bara di Kalimantan dan pulau-pulau lainnya yang kapasitas produksinya jauh lebih besar. Berapa negara dirugikan perbulannya?. @PeeS
Jakarta, 280113
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H