Ditentang oleh Robert Michel, seorang sosiologis dan ekonomis politik berkelahiran Italia yang mengontribusikan teori elite dan kekuasaan. Ia menuturkan bahwa kemenangan kaum proletar dalam menghilangkan hak kepemilikan atas alat produksi bagi kaum borjuis tidak mengartikan akan membuat sistem kapitalisme akan hilang. Hal itu akan menjadi kendala bagi para pemimpin untuk memanifestasi kepentingan politiknya dalam menerapkan sistem kekuasaan tidak tak terbatas. Apalagi kekuasaan bagi suatu negara yang menerapkan sistem oligarki absolut dan monarki absolut.
Dalam kehidupan sekarang ini, perjuangan hak-hak kemanusiaan bagi kaum buruh tak sama dengan yang dilakukan oleh Karl Marx saat itu. Beberapa di antara kaum buruh memaknai hari buruh ini terkadang tanpa suatu ideologi yang mengilhami. Bahkan ada yang sama sekali tidak merayakan dan meresapi makna Hari Buruh baginya. Hal ini disebabkan oleh aparat pemerintah yang tidak sungguh-sungguh dalam memperjuangkan hak-hak bagi kaum buruh saat ini. Akibatnya timbullah sikap-sikap anarkis bagi kaum buruh saat berdemonstrasi. Masalah-masalah lama, kalau bukan karena tuntutan menaikkan UMR (Upah Minimum Regional), tuntutan tambahan fasilitas keamanan kerja seperti K3, dan lainnya.
Semua ini akibat desakan perut yang lapar dan tuntutan pemenuhan kehidupan yang serba menaik membuat para kaum buruh tercekik. Bahkan tak sedikit di antaranya mengadu nasib menjadi buruh migran di negara asing dan berharap memperoleh peningkatan kesejahteraan yang lebih baik dari negara lain.
Tak sedikit, banyak pula hal yang merugikan nasib para Pekerja Migran Indonesia yang dihadapi saat mereka bekerja. Tuntutan kebutuhan hiduplah menghantarkan mereka ke negeri lain (seberang) untuk bertahan. Sayangnya, meskipun UU dan segala peraturan telah ditetapkan, masih saja didapati pemerintah kebablasan yang berujung pada pertaruhan nyawa para kaum buruh.
Rendahnya perhatian pemerintah bagi nasib para kaum buruh  membuat mereka kehilangan kepercayaan bagi negaranya sendiri, negara kita Indonesia. Padahal yang mereka lakukan sebagai perwujudan batang tubuh UUD 1945 Pasal 28 A tentang seseorang berhak untuk hidup dan  mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Jika di rumah sendiri tak ada pekerjaan yang layak untuk dikerjakan, alternatif yang mungkin dipilih adalah minggat dari rumah dan masuk ke rumah orang lain. Pola seperti itulah yang sekarang bisa menjadi ancaman dan sudah  dialami oleh kaum buruh di tanah air kita.
Para calon pekerja/buruh berani mengambil langkah demi kelayakan hidupnya menjadi buruh dan bahkan melangkah merantau untuk berjuang. Namun, kapan pemerintah bersikap lebih tegas agar nasib para buruh Indonesia dan para buruh migran Indonesia tidak dipertaruhkan lagi? Apakah pemerintah Indonesia kita akan menjadi tokoh yang selalu dikenang para buruh karena selalu memperjuangkan hak-hak mereka?
*) Penulis adalah warga biasa, alumnus USU dan bergiat di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H