Mohon tunggu...
Penny Lumbanraja
Penny Lumbanraja Mohon Tunggu... Lainnya - A girl who love vegetables and fruits. Bataknese.

Warga biasa yang belajar menulis...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bonus Demografi: Memetik Ancaman atau Potensi?

3 Desember 2018   13:00 Diperbarui: 28 Maret 2019   20:37 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Penny Charity Lumbanraja

Diprediksi, Indonesia akan memanen bonus demografi pada 2030. Bonus demografi ini merupakan peristiwa langka. Dikatakan bonus demografi, karena jumlah usia produktif lebih banyak dari yang tidak produktif. Tetapi apakah bonus demografi ini potensi ataukah ancaman?

Bappenas memperkirakan, populasi kita saat itu akan meledak hingga 305, 6 juta jiwa. Dan separuh populasi itu berada di Pulau Jawa. Bappenas memperkirakan, 17 tahun lagi, negara kita berpotensi menduduki peringkat kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.

Usia produktif dalam bonus demografi yakni rentang 15-64 tahun. Jika pertumbuhan penduduk seluruhnya diberikan sebesar 100 persen, rasio usia produktif dengan non-produktif berkisar 70:30. Angka usia produktif dua kali lipat lebih dibandingkan usia tidak produktif.

Mengapa dikatakan produktif? Manusia pada rentang usia tersebut sudah dapat melakukan aktivitasnya secara rutin dan mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan. Pada usia tersebut, manusia sudah berperan sebagai pelaku ekonomi. Mereka terampil memanfaatkan sumber daya yang terbatas dengan baik sehingga mampu bertahan hidup dalam arus kehidupan yang pelik.

Faktor apa yang menyebabkan terjadinya bonus demografi di Indonesia? Tingkat kelahiran yang tinggi salah satunya disebabkan oleh peningkatan proporsi pernikahan wanita di usia muda (15-49 tahun). Adanya faktor tersebut akan mendorong bertambahnya angka kelahiran bayi. Kondisi kesehatan juga menjadi penyebab bertambahnya jumlah penduduk. Selain itu, tingkat pendidikan keluarga muda yang rendah turut berkontribusi.

Menurut Dr. Sukamdi, M.Sc, peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, bonus demografi terjadi akibat adanya perubahan komposisi penduduk berdasarkan usia. Hal ini disebabkan karena penurunan fertilitas dan mortalitas pada jangka waktu yang lama yang mengakibatkan perubahan pada struktur umur penduduk. Tetapi, kondisi bonus demografi ini tidak akan berlangsung lama.

Dampak

Meledaknya pertambahan jumlah penduduk, tentunya membawa pengaruh yang signifikan dalam roda pemenuhan kebutuhan. Peningkatan penduduk di usia produktif seiring pula dengan membengkaknya kebutuhan. Penghasilan yang diperoleh tentunya harus dialokasikan untuk kebutuhan fisiologis. Jika tidak terpenuhi dengan baik akan membawa dampak buruk.

Fenomena stunting akan menjadi mimpi buruk bagi kita semua. Stunting merupakan kondisi dimana anak mengalami kekurangan asupan gizi yang tidak seimbang pada jangka waktu yang lama. Data Global Nutrition Report 2016 mencatat, sekitar berkisar 36 persen jumlah balita di Indonesia mengalami kekurangan asupan gizi yang kronis. Hal ini terjadi akibat ketidakmampuan orangtua memenuhi asupan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Tidak hanya mempengaruhi fisik seperti proporsi tubuh yang kerdil, kecerdasan anak yang mengalami stunting juga sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan otak anak yang mengalami penyusutan atau tidak berkembang dengan baik akibat malnutrisi.

Konsekuensi, anak stunting membawa masalah jangka panjang. Mulai dari kapasitas belajar yang lemah, buruknya prestasi anak dan krisis gangguan mental. Selain itu, stunting beresiko besar pada kematian dini, resiko penyakitan di waktu mendatang seperti gizi buruk, diabetes, hepatitis, kanker, jantung dan banyak lagi. Stunting tidak hanya mewabah pada anak balita, tetapi juga remaja hingga dewasa.

Selain karena kurangnya asupan gizi, kondisi lingkungan hidup dengan sanitasi yang buruk dapat menjadi salah satu faktor stunting. Tentunya, semakin padatnya penduduk pada periode ini yang mendiami suatu pemukiman tidak sehat dengan infrastruktur umum tidak higienis akan menjadi persoalan yang mengganggu kesehatan.

Di lain sisi, peningkatan penduduk yang tidak diberdayakan dengan seimbang, ternyata dapat mengancam keselamatan anak. Selain bertambahnya angka pengangguran, dan terjadinya kerusakan lingkungan, penuaan populasi dapat menjadi pergolakan besar yang menantang di Indonesia. Kondisi ini harus diantisipasi dan jangan hanya dianggap angin lalu.

Prof. Peter McDonald, pakar Demografi dari Australia National University, dalam sebuah kuliah umum bertajuk: "Demographic Bonus and The Future of Indonesia" di UGM Yogyakarta, mewanti-wanti, penuaan populasi bisa menjadi penghambat proses pembangunan nasional di Indonesia.

Dalam penelitian ORB, organisasi jurnalistik yang berbasis di Washington DC menjelaskan kenapa penuaan populasi menjadi penghambat pembangunan. Sebab, satu dari lima populasi di bumi akan berusia 65 tahun ke atas. Populasi lansia saat ini sebesar 8,3 persen dan diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 2050. Artinya setelah melewati periode bonus demografi, Indonesia akan didominasi dengan penduduk dengan usia non-produktif.

Karena itulah, kesempatan emas (perode 2020-2030) ini harus kita perjuangkan dan antipasi bersama, dari sekarang. Ini amat krusial. Pembekalan mental dan pemberdayaan masyarakat sangat dibutuhkan. Adanya peristiwa bonus demografi ini berpotensi mendongkrak kondisi pertumbuhan ekonomi kita lebih baik.

Dengan bonus demografi, dibarengi era revolusi industri 4.0, Indonesia berpotensi menjulang sebagai raksasa ekonomi. Meledaknya penduduk usia produktif berarti stok aset sumber daya kita melimpah yang jika diberdayakan secara optimal, maka produktivitas kita bakal tinggi. Belum lagi, jumlah penduduk yang nonproduktif berarti biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk usia non produktif semakin rendah.

Tentunya kita tidak ingin melewatkan momentum besar ini begitu saja. Negara dengan tingkat kemakmuran yang baik dapat mensejahterakan kehidupan setiap insan. Sektor pendidikan, kesehatan, pangan yang menjadi kebutuhan krusial akan terpenuhi lebih baik. Peningkatan penduduk yang produktif ini mestinya beriringan dengan peningkatan dunia lapangan pekerjaan.

Sayangnya penawaran kerja saat ini saja sudah sangat krisis. Berarti kita dituntut untuk mampu mengembangkan diri menjadi lebih baik dengan memanfaatkan setiap sumber daya dengan bijak.

Indonesia adalah negara yang sangat kaya. Kaya akan pulau dan adat istiadatnya. Kekayaan ini diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk yang signifikan. Kebutuhan dasar hidup tidak pernah stagnan. Mampu merancang dan merencanakan sesuatu menjadi salah satu jalan untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai jual. Hal ini tentunya akan mengadu kreativitas dan gagasan yang inovatif setiap SDM.

Peranan, dukungan dan perhatian dari pemerintah akan menjadi salah satu faktor keberhasilan. Salah satunya dengan memberikan pengembangan, pemberdayaan, pelatihan dan pendidikan yang berkualitas untuk menggairahkan serta memicu hidupnya sektor-sektor kecil. Semua itu juga berkontribusi membawa kemajuan bangsa.

Kita pasti tidak ingin hanya menjadi penonton. Kita perlu mengambil sikap bijaksana dengan memanfaatkan setiap sumber daya menjadi jalan keluar untuk membangun bangsa. Mau atau tidak, suka atau tidak, bonus demografi ini akan tiba saatnya. Resiko dan konsekuensi selalu ada. Tantangan besarnya adalah beranikah kita mempersiapkan diri seperti petani menanti turunnya hujan?

Penulis Mahasiswa S2 Universitas Sumatera Utara,

Bergiat di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun