“Dablek cepat kejar, itu si Murni kabur,” Pak Gori tiba-tiba teriak sambil jarinya menunjuk ke arah belakang pohon. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Murni berlari menuju ke dalam hutan. Tubuhnya tidak mengenakan sehelai benangpun, rambutnya acak-acakan, muka dan badannya memar-memar. Dablek dan Pak Gori mengejar Murni, tetapi hal yang tidak terduga terjadi. Murni tersandung akar pohon, ia terjatuh dan dahinya terbentur batu dengan keras. Darah keluar dari kepalanya. Pak Gori terdiam, perlahan ia berjalan mendekati Murni, ia ingin memastikan kondisi Murni, namun darah semakin deras mengalir di tanah, Pak Gori mengurungkan niatnya karena melihat darah yang semakin mengalir deras. “Dablek, cepat balikan tubuhnya,” dengan cepat Dablek membalikan tubuh Murni, ternyata bukan hanya kepala Murni yang terbentur batu, tetapi juga perutnya tertusuk akar pohon yang tajam. Darah yang mengalir tersebut keluar dari perut Murni yang tertusuk. Dablek hanya terdiam, wajahnya menyiratkan bahwa ia sedang menunggu perintah berikutnya dari Pak Gori. “Kita tinggalkan saja disini, ayo cepat kita pulang,” Ujar Pak Gori yang segera meninggalkan tempat kejadian. Dablek segera menyusul Pak Gori. Mobil melaju kencang meninggalkan tubuh Murni yang sudah tak bernyawa. Tragis.
Raut wajah Dablek sangat tenang, ia tidak bertanya apapun ke Pak Gori, seakan tidak ada apa-apa yang terjadi. Pak Gori sudah tidak di bawah pengaruh alkohol lagi, ia langsung sadar semenjak melihat darah Murni yang mengalir di tanah. Sepanjang jalan Pak Gori mengumpat, “Kurang ajar! Pake segala mati lagi tuh cewe, padahal saya udah senang nemuin pengganti Isdah dan Poiyah!” Tidak ada sedikitpun rasa penyesalan atau rasa takut karena peristiwa tadi, bahkan sedikitpun Pak Gori tidak merasa berdosa, yang ada hanya rasa kecewa. Kecewa karena tidak dapat membawa Murni pulang untuk dijadikan budak birahi.
Mobil pickup telah sampai di halaman rumah Pak Gori, tepat pukul empat subuh. Pak Gori turun dan Dablek pamit pulang. Sebelum pulang Dablek teringat dengan anak Pak Enok yang mati dibunuh karena sehari sebelumnya berusaha untuk memperkosa Murni, sampai sekarang tidak ada yang tau siapa yang membunuhnya. Dablek menyampaikan cerita tersebut ke Pak Gori, berharap Pak Gori bisa memberikan masukan atau perintah kepada Dablek untuk menghindari hal yang sama terjadi pada diri mereka. “hahaha kasian betul anak si Enok, ga berhasil merkosa eh malah mati dibunuh, sudah jatuh ketiban tangga. Lagian apa hubungannya gagal merkosa sama mati dibunuh hahaha” ujar Pak Gori sambil berjalan menuju beranda rumahnya meninggalkan Dablek. Jawaban Pak Gori tidak sesuai yang diharapkan Dablek, malahan Pak Gori tidak percaya kalau anak Pak Enok mati dibunuh karena sehari sebelumnya berusaha untuk memperkosa Murni.
Perlahan lahan awan mulai menunjukan warna merah, tanda fajar akan menyingsing. Desa pesisir Mangur telah kehilangan dua warganya dalam waktu kurang dari 24 jam. Sedih dan tragis. Akan ada hal-hal di luar batas terjadi.
................
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H