Mohon tunggu...
Humaniora

Langkah Kebenaran Menuju Alam Cahaya Tertinggi

27 November 2016   21:03 Diperbarui: 13 Desember 2016   23:17 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Tuhan Yang Mahakuasa menciptakan seluruh makhluk-Nya, khususnya manusia, diberikan akal pikir dan nurani. Dimana kedua hal itu seharusnya dapat dipergunakan untuk menuntun dirinya sendiri dalam menapaki langkah-langkah menuju Jalan Kebenaran, sehingga mencapai Kemuliaan Yang Sempurna di dalam hidup.

Akal pikir dan nurani dapat membantu manusia itu mencapai kehidupan yang lebih baik, bukan saja di dunia, tetapi juga di akhirat. Permasalahan yang ada, bahwa apabila hanya mengandalkan diri sendiri, sebagian besar manusia tidak bisa memaksimalkan akal pikir, apalagi dapat menghidupkan hati nurani. Tetap diperlukan salah seorang manusia yang telah diberikan kemampuan, untuk membimbing manusia lainnya menemukan Langkah Kebenaran.

Menemukan seorang manusia yang telah ditunjuk langsung oleh Yang Mahakuasa, harus dengan memiliki tekad dan usaha yang gigih. Menemukan manusia yang menjadi perwakilan di dunia, tidaklah semudah menemukan seorang manusia yang secara pandangan manusia biasa dianggap memiliki kemampuan, tetapi sebenarnya adalah semu dan sebuah bulatan besar tanpa isi.

Manusia-manusia yang tampil saat ini, karena merekalah yang mengangkat diri sendiri, begitu banyak dan mudah ditemukan, karena mereka tersebar dan berlomba mendapatkan manusia lainnya, dengan segala kemanisan rupa dan tutur kata yang dipoles dengan kepalsuan sempurna

Menemukan manusia yang mampu membimbing dan menghantarkannya melalui Langkah Kebenaran itu, memerlukan usaha keras dan tekad yang membara dan tidak semua manusia akan mendapatkan karunia itu hingga bisa menemuinya. Karena apabila seorang manusia dapat bertemu dengan Manusia Terpilih itu, maka itu sama artinya telah menemukan sebuah kesempatan dan anugerah besar bagi diri manusia itu, yang akan menghantarkannya dalam Langkah-langkah Kebenaran, hingga dirinya bisa mencapai Alam Cahaya Yang Tertinggi.

Langkah Kebenaran yang bisa saja merupakan kesempatan sekali yang akan datang dalam hidupmu dan tidak akan kamu dapatkan kembali. Hanya manusia-manusia yang memiliki kesungguhan, tekad dan keyakinan, yang benar-benar datang dari dalam diri, yang akan bisa menemukan Manusia Terpilih itu, yang akan menghantarkanmu mencapai kemuliaan dan kesempurnaan hidup. 

Hanya Manusia Terpilih yang berhak menentukan apakah manusia lainnya bisa mendapatkan bimbingan, arahan dan tuntunan dalam panduan langkah ini atau tidak. Karena melihat dan menilai secara langsung kepada individu yang ada tersebut.
Jadi, hanya manusia yang telah memohon dengan kesungguhan kepada Yang Mahakuasa dan menampilkan kesungguhan dan tekad kepada Manusia Terpilih itu, yang akan mendapatkan bimbingan menuju Langkah Kebenaran secara sempurna, hingga benar-benar bisa mencapai Alam Cahaya Yang Tertinggi.

 

BAB I
PENGENALAN TENTANG INDIVIDU MANUSIA

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup dari begitu banyak makhluk ciptaan dari Yang Mahakuasa. Secara fisik, apa yang terdapat pada manusia, hampir sama dengan yang terdapat pada makhluk lainnya, walaupun ada beberapa hal yang berbeda.
 Sejak pertama kali keberadaan manusia yang hidup di dunia, terus mengalami perkembangan hingga saat ini. Sejak pertama kali keberadaan manusia itu pula, sebenarnya Yang Mahakuasa telah memberikan bimbingan dan arahan tertentu, tentang apa yang harus diraih dan dilakukan dalam hidupnya.

Manusia diberikan akal pikir, agar secara fisik dapat belajar dan memperoleh pengetahuan dari alam, lingkungan dan manusia lainnya, dalam rangka mencapai keberhasilan hidup di dunia.

Yang Mahakuasa pun memberikan nurani, agar manusia itu dapat memperoleh pula pengetahuan untuk kehidupannya di akhirat.
Apabila seorang manusia dapat menggabungkan ke-mampuan fisik berupa akal pikir, dengan batin berupa nurani, maka dirinya akan tampil menjadi manusia sempurna yang akan memperoleh keberhasilan dan kemuliaan hidup, dunia akhirat. Tetapi, fenomena yang terjadi adalah, jangankan untuk mencapai kesempurnaan dunia akhirat, untuk mencapai kemuliaan di dunia saja, manusia itu tidak mampu. Akal pikir mereka dimatisurikan oleh nafsu yang berlebihan dan keinginan yang tidak terkontrol terhadap sesuatu yang sebenarnya di luar kemampuan mereka.

Tuhan Yang Mahakuasa tidak pernah pilih kasih dalam memberikan rezeki dan nikmat kepada setiap makhluk-Nya. Kalaupun kenyataan yang ada memperlihatkan, ada sebagian manusia yang berhasil dan ada yang tidak, itu pun merupakan bukti dari adanya keadilan dan keseimbangan dari Yang Mahakuasa. Karena, apabila ditarik sebuah benang merah antara kehidupan manusia saat itu dengan kehidupan sebelumnya, maka akan ditemukan sebuah pengetahuan mengenai alasan dan penyebab keberadaan mereka saat ini.

Bila Yang Mahakuasa menghendaki, bahwa semua manusia akan berhasil, kaya raya, maka hal itu adalah merupakan hal yang mudah. Tetapi, apabila kehidupan di dunia, semua manusia sempurna dan tanpa kekurangan, justru akan menyebabkan kesengsaraan pula bagi manusia-manusia itu, karena tidak berfungsinya hukum keseimbangan dan keadilan yang semestinya ada. 

Sebagai permisalan, apabila seorang manusia memiliki harta kekayaan melimpah, maka tidak ada satu manusia pun yang hendak bersusah payah menyiapkan pangan, merawat ternak, bekerja dan melakukan kegiatan apa pun, yang lambat laun justru akan menyebabkan musnahnya manusia dari dunia.

Manusia memerlukan pemenuhan terhadap kebutuhan hidupnya yang berupa pangan, sandang dan tempat tinggal. Yang untuk mendapatkannya, memerlukan bantuan dari manusia lain. 

Semua manusia bisa saja menjadi kaya, memiliki harta melimpah, tetapi apa gunanya bila tidak ada sesuatu yang didapatkannya untuk makan, minum ataupun memenuhi kebutuhan lainnya. Yang terjadi kemudian, justru penderitaan dan kesengsaraan bagi semua manusia itu. Disanalah terlihat betapa peran penting dari hukum keseimbangan dan keadilan, harus tetap berjalan. 

Seorang manusia yang memiliki akal pikir, seharusnya dapat memahami akan pentingnya hukum keseimbangan itu, sehingga masing-masing dapat memainkan peranan di dunia sebaik mungkin. Karena mereka akan menyadari, bahwa antara manusia yang satu dengan manusia lainnya saling membutuhkan, siapa pun dirinya, tanpa terkecuali.

Demikian pula yang terjadi dalam kehidupan batin seorang manusia. Jika Yang Mahakuasa menghendaki, maka berimanlah semua manusia itu, tanpa terkecuali. Dan itu akan terjadi dalam waktu sekejap saja, karena tiada yang mustahil bagi Pemilik Alam Semesta. Tetapi, manusia yang terjadi pada saat ini, tergolong ke dalam beberapa bagian kepercayaan yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya.

Golongan-golongan yang disebut sebagai agama tertentu. Istilah atau sebutan yang berbeda, yang ada dalam setiap agama, sebenarnya merupakan sesuatu yang bersifat fisik saja dan bukan merupakan suatu barometer bagi kesempurnaan manusia di dalamnya.

Agama dapat diartikan sebagai suatu wadah yang diharapkan mempertemukan dan menyatukan manusia-manusia dalam rangka mencapai kehidupan di akhirat dengan baik. 

Melalui agama yang dijalankan dengan bimbingan sempurna, sebenarnya dapat meraih kehidupan dunia dan akhirat sekaligus. Kehidupan dunia yang didapat dari semua agama adalah, bagaimana bersikap kasih, berbuat baik, saling menghormati dan mematuhi peraturan tertentu sebagai aturan main dalam kehidupan dunia. Apabila dalam agama-agama tersebut terdapat seorang manusia yang benar-benar mampu membimbing manusia lainnya mencapai kehidupan bertuhan yang benar, maka dapat menghantarkan manusia-manusia itu untuk mendapatkan tempat yang baik di akhirat kelak.

Apabila manusia telah mampu memiliki pengetahuan tentang pengetahuan bertuhan yang benar, maka yang diharapkan adalah mereka jadi saling memahami, bahwa tujuan yang dicapai adalah sama, hanya berbeda dari arah jalan yang hendak dituju dan fasilitas yang dipergunakan. Tetapi sayangnya, kehidupan bertuhan yang seharusnya didapatkan dalam semua agama, justru mengaburkan tentang konsep kebenaran bertuhan dan membuat manusia-manusia yang terbagi dalam agama-agama itu, justru menyibukkan diri untuk membangun pagar-pagar yang memisahkan mereka, satu dengan yang lainnya. 

Pagar-pagar pemisah yang dibangun mengelilingi bangunan keangkuhan yang digerakan dan dihembuskan kencang-kencang oleh salah satu dari setiap agama itu, yang justru berasal dari salah seorang manusia yang dianggap menguasai dan memiliki pengetahuan bertuhan yang tertinggi. Ditambahkan dengan motivasi dan kepentingan pribadi yang selalu berhitung dan mengukur dengan nilai tertentu, semakin menjadikan agama-agama itu sebagai bangunan yang justru menjauhkan dari tujuan semula dan menjadikannya tempat sempurna yang berisi kepalsuan.
Keadaan seperti itu terus menerus berkembang kepada manusia, turun-menurun. Semakin lama, semua manusia semakin terhanyut oleh arus ketidakpastian dan kesalahan yang diagungkan. 

Hilanglah sudah konsep kehidupan bertuhan yang sebenarnya. Yang terjadi adalah permunculan dari bangunan-bangunan megah dan imitasi, yang dibangun di atas pondasi pamrih tertentu, menggunakan dinding-dinding keangkuhan, tiang-tiang kepalsuan, dengan beratapkan doktrinasi tentang kebenaran yang dimiliki sendiri. 

Dipoles dengan kebutaan dan ketulian terhadap kebenaran itu sendiri. Kemudian ditambahkan dengan tanaman-tanaman yang menghasilkan buah yang pahit dan tidak bisa dirasakan oleh manusia lainnya. Ada pula tanaman lainnya yang menghasilkan buah yang manis, tetapi memabukan dan penuh dengan duri. 

Bangunan kepalsuan itu pun, disempurnakan oleh pagar-pagar kedengkian, merasa yang paling benar. Pagar kedengkian yang menjulang tinggi itu, masih ditambahkan pula dengan kawat-kawat kemunafikan yang berduri.
Itu merupakan sebagian gambaran yang bila manusia jujur terhadap dirinya sendiri, disadari atau tidak, baik yang terlihat ataupun tersembunyi, seperti itulah kenyataannya. 

Hal ini bukanlah menggambarkan, bahwa semua agama tidak baik. Pada dasarnya, agama-agama itu dibuat oleh seorang manusia yang memang diutus oleh Yang Mahakuasa. Pada awalnya, para Utusan itu menghadirkan konsep yang sempurna tentang kehidupan bertuhan. Mereka pun menanamkan kebaikan kepada manusia di dalamnya, tanpa memikirkan suatu kepentingan terhadap diri mereka sendiri. Tetapi setelah semua Utusan itu telah tiada, maka manusia-manusia yang muncul ke permukaan, yang memproklamirkan diri sebagai pusat pengetahuan dari masing-masing agama, memasukan konsep yang salah. Ditambah dengan memberikan doktrinasi yang menjauhkan manusia dari kedamaian dan kerukunan secara fisik. 

Seorang pemuka agama atau apa pun sebutannya, yang sama sekali tidak memiliki keinginan dari dalam diri untuk membimbing dan menyelamatkan manusia-manusia lainnya dengan kesungguhan hati. Mereka tidak berjuang dengan sepenuh hati, bagaimana nasib manusia-manusia ditangannya, baik dalam kehidupan dunia, apalagi akhirat. 

Mereka memang membicarakan sesuatu hal yang terlihat baik dan menyenangkan. Dan mereka pun selalu mengulang hal yang sama, setiap kali mereka bicara. Mereka tidak bisa memperjuangkan agar manusia-manusia lain di dalam golongannya, benar-benar bisa mendapatkan kebaikan hidup dunia akhirat, dikarenakan mereka sendiri melakukan semua upaya kebaikan itu demi nilai tertentu. 

Mereka sibuk mengejar target, berlomba mempermanis kata, pada akhirnya untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak memahami, betapa kedahagaan manusia-manusia pada umumnya akan suatu kebenaran dan kedamaian dengan manusia lainnya, dari mana pun mereka berasal.
Mereka semua mengatakan, bahwa Tuhan Yang Mahakuasa itu hanya Satu. Tetapi mereka mempersalahkan cara dan langkah yang ditempuh oleh golongan lainnya.

Kedua hal itu merupakan dua pendapat yang berseberangan dan tidak membersitkan suatu kebenaran yang pasti. Apabila setiap agama mengakui, bahwa Tuhan Yang Mahakuasa itu adalah satu, maka seharusnya mereka menyadari, bahwa kebenaran yang ada itu pun bersumber kepada satu Tuhan.

Seperti halnya keberadaan Tuhan Yang Mahakuasa yang pasti ada-Nya, maka begitu pun dengan Kebenaran Sesungguhnya. Karena kebenaran yang berasal dari Tuhan Yang Mahakuasa, akan mampu menyentuh dan merengkuh semua manusia dengan hakikatnya sebagai manusia, bukan berdasarkan golongan, tempat mereka berada. 

Tuhan Yang Mahakuasa hanyalah satu. Tetapi hendak-nya diingat, bahwa Utusan dari Yang Mahakuasa itu, tidaklah satu. Para Utusan-utusan dari Yang Mahakuasa itu diberikan mandat dan kemampuan untuk membimbing manusia-manusia yang berbeda. Baik dari latar belakang, kondisi kehidupan dan faktor-faktor lainnya, yang tentunya akan memerlukan suatu cara atau ketentuan yang berbeda pula, yang disesuaikan dengan manusia-manusia yang akan dibimbingnya.

Hal itulah yang menyebabkan, mengapa tata cara, peraturan dari masing-masing agama terlihat berbeda. Karena apa yang didapatkan dari masing-masing agama itu, berasal dari Utusan yang berbeda, yang diberikan tugas untuk menyampaikan kebenaran dengan metode yang bisa jadi berbeda.

Metode adalah merupakan bagian dari suatu proses. Jadi sangat wajar apabila terjadi perbedaan dalam proses itu, karena yang terpenting adalah hasil akhir yang hendak dicapai dan menjadi tujuan dari proses tersebut dilakukan.

Bila seorang manusia mengesampingkan ego dan keterbatasan fisik sebagai manusianya, kemudian bertanya ke dalam diri, pastilah akan membenarkan dan memahami, mengapa terjadi perbedaan cara yang dilakukan dalam masing-masing agama.
 Manusia sebagai makhluk individual, terbagi menjadi dua, yaitu; terdiri dari tubuh fisik dan non fisik. Secara fisik, tubuh manusia terdiri dari :
 Bulu,
 Kulit,
 Daging,
 Otot,
 Tulang,
 Sumsum,
 Syaraf,
 Darah.
Apa pun organ tubuh manusia yang ada secara fisik pada bagian luar dan dalam, maka sebenarnya merupakan perpaduan dari komponen-komponen di atas. Satu atau lebih komponen di atas, dapat berpadu membentuk suatu organ tubuh tertentu. Secara non fisik, tubuh manusia terdiri dari;
 Pikiran,
 Keinginan,
 Nafsu,
 Keyakinan,
 Jiwa,
 Rasa,
 Cahaya,
 Hati Nurani.
Kemudian, organ-organ dan bagian tubuh yang ada akan saling berkoordinasi untuk menjalankan fungsi tubuh tertentu. Apabila koordinasi dari organ-organ tubuh yang ada tidak berjalan baik, maka manusia itu tidak akan dapat beraktivitas dengan sempurna.
Dengan adanya koordinasi tubuh yang baik itu, maka manusia dapat beraktivitas sehari-hari untuk mencapai tujuan hidupnya. Bagi manusia, dapat mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya, berarti merupakan suatu barometer penilaian bagi keberhasilan dirinya dalam kehidupan di dunia. Oleh karena itu, seorang manusia harus selalu menjaga dan mempertahankan kestabilan dari koordinasi tubuhnya dengan melakukan upaya secara lahir dan batin.
Selama ini, manusia menjaga semua itu dengan melakukan secara fisik, antara lain: makan makanan yang sehat, berolah raga ataupun hal lainnya, yang umumnya diketahui manusia.
Sangat penting sekali bagi setiap manusia, untuk selalu beraktivitas di dalam hidupnya, demi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan hidup, juga untuk mendapatkan kebahagiaan secara fisik lainnya.
Selama ini manusia menjaga apa yang telah didapatkannya hanya secara fisik. Tidak semua menyadari, bahwa apa yang terjadi pada fisiknya, dapat dipengaruhi pula oleh apa yang dilakukannya secara batin. Setiap manusia mengindikasikan, bahwa usaha yang dilakukan secara batin adalah berdo’a. Dengan berdo’a mereka mengharapkan, bahwa apa yang menjadi keinginan dan tujuan dalam hidupnya bisa didapatkan.
Hal itu memang benar, bahwa sebagai seorang manusia, untuk mendapatkan segala sesuatu, selain bekerja keras dan melakukan usaha secara maksimal, juga diperlukan kepasrahan dan menyampaikan permohonan itu kepada Yang Mahakuasa.
Berdo’a memang merupakan suatu bentuk komunikasi antara diri dengan Yang Mahakuasa. Tetapi selama ini, pengetahuan dan pemahaman manusia mengenai hubungan antara diri dengan Yang Mahakuasa, masihlah terbatas dan bahkan sebagian tidak memahami apa maknanya. Apabila seorang manusia tidak memahami makna dari berdo’a itu, maka bagaimana bisa dirinya mengetahui, bahwa do’a tersebut telah sampai dan dikabulkan oleh Yang Mahakuasa.
Bagaimana sebuah keinginan yang diwujudkan dalam do’a bisa terwujud, sangat dipengaruhi oleh cara yang dilakukan dalam berdo’a tersebut. Dapat diibaratkan, seorang manusia hendak mengirim surat yang berisi permintaan tertentu kepada seorang manusia lainnya, tanpa mengetahui apa yang hendak ditulis, bagaimana cara menulisnya, siapa yang menjadi tujuan surat tersebut dan dimana keberadaan orang itu, serta bagaimanakah mengetahui apakah surat itu telah sampai dan mendapatkan balasannya.
Apabila seorang manusia tidak mampu memberi jawaban atas semua pertanyaan itu ketika dirinya sedang berdo’a, maka dapat dipastikan, bahwa dirinya tidak akan memperoleh kepastian tentang terwujudnya sesuatu yang menjadi keinginannya.
Berdo’a itu pun memiliki cara dan teknik tersendiri yang bisa menghantarkan langsung kepada Yang Mahakuasa. Kalaupun selama ini seorang manusia berpikir, bahwa telah menerima suatu karunia atau nikmat tertentu, hal itu adalah merupakan suatu bentuk anugerah yang bersifat umum, yang diberikan oleh Yang Mahakuasa kepada seluruh manusia. Tetapi ada hal-hal khusus ataupun permintaan tertentu, yang hanya dengan kehendak Yang Mahakuasa langsung kepada diri manusia itu, baru dapat terwujud.
Pengetahuan mengenai cara menyampaikan do’a itu langsung kepada Yang Mahakuasa pun, masihlah sangat terbatas manusia yang mampu melakukannya. Kemampuan itu pun, bukanlah merupakan kemampuan umum yang dimiliki oleh semua manusia. Karena seorang manusia yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia lainnya di dalam menyampaikan permohonannya kepada Yang Mahakuasa, maka sesungguhnya, pada saat itu, manusia yang membimbing, telah membuka jalur hubungan langsung antara manusia yang berdo’a itu, dengan Yang Mahakuasa.
Dengan dibukanya jalur yang menghubungkan langsung antara manusia itu dengan Yang Mahakuasa, maka semakin memperbesar peluang do’a itu tersampaikan dan akan diwujudkan oleh Yang Mahakuasa.
Saat ini bertanyalah kepada dirimu dan jawablah dengan jujur, apakah telah ada salah seorang diantaramu yang dianggap sebagai manusia yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih, telah dapat membimbingmu, mengarah-kanmu dan menghubungkanmu langsung dengan Yang Mahakuasa? Jawablah dengan kejujuran dari dirimu terdalam, bukan dengan jawaban secara fisik.
Seseorang yang memiliki kemampuan menghubungkan antara manusia yang satu dengan Tuhan Yang Mahakuasa, merupakan manusia tertentu yang telah secara langsung mendapatkan izin dan petunjuk dari Yang Mahakuasa, sehingga memperoleh kemampuan tersebut. Karena kemampuan yang dimiliki oleh manusia itu adalah kemampuan dari Yang Mahakuasa, maka membukakan jalur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, bukanlah merupakan suatu hal yang mustahil, tetapi merupakan suatu kepastian dan kebenaran langsung dari Yang Mahakuasa.
Apabila seorang manusia belum dapat menjawab semua pertanyaan itu dan tidak menemukan sosok manusia dengan kemampuan seperti itu, maka segeralah bermohon kepada Yang Mahakuasa untuk mendapatkan petunjuk tentang berdo’a yang benar, ataupun diberikan petunjuk yang dapat menghantarkan diri manusia itu bertemu dengan manusia yang diberikan petunjuk dan dipilih untuk melaksanakan ketentuan itu.
Penjelasan di atas memberikan pemahaman, bahwa untuk mendapatkan segala sesuatu yang bersifat fisik, tidaklah cukup dilakukan secara fisik pula, tetapi sangat dipengaruhi oleh kehendak Yang Mahakuasa dalam mendapatkan tujuannya itu. Dan kemampuan untuk berhubungan dengan Yang Mahakuasa itu pun, tidaklah bisa dimiliki oleh semua manusia, walaupun terlihat, sepertinya manusia itu memiliki pengetahuan yang tinggi, karena pengetahuan secara fisik tidaklah berarti apa-apa tanpa pengetahuan yang tak terbatas dari Yang Mahakuasa.
Berdasarkan tujuannya, maka apa pun aktivitas yang dilakukan manusia di dunia, memiliki hal-hal dibawah ini yang menjadi tujuan pokok, yaitu hendak mendapatkan:
1. Kemakmuran dari segi kecukupan materi atau disebut juga sebagai kesejahteraan.
2. Kondisi tubuh yang prima untuk menunjang aktivitas apa pun, disebut sebagai kesehatan.
3. Ketenangan akan terhindarnya dari segala sesuatu yang tidak diharapkan, yang dapat merenggut kebahagiaan ataupun memisahkan diri dari orang-orang di sekitar, yaitu mendapatkan keselamatan.
4. Setelah kebahagiaan di dunia, maka siapa pun manusianya, berharap mendapatkan kebahagiaan pula di akhirat, yaitu mendapatkan surga.
Itulah empat tujuan utama yang diinginkan oleh semua manusia. Dimana, dalam rangka mencapai itu semua, telah berbagai usaha dan aktivitas dilakukan oleh semua manusia. Jangankan untuk mendapat perwujudan keempat tujuan itu, untuk bisa mendapatkan salah satu saja, memerlukan suatu usaha dan langkah yang benar, karena setiap manusia akan dihadapi oleh ujian atau permasalahan tersendiri.
Itulah penggolongan tujuan manusia berdasarkan jenisnya, yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikutnya.

 

 

BAB II
KEINGINAN DAN HARAPAN MANUSIA
YANG MENJADI
TUJUAN UTAMA

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam kehidupan di dunia, setiap manusia melakukan beragam aktivitas. Baik yang bersifat fisik maupun non fisik, dalam upaya terwujudnya segala sesuatu yang menjadi keinginan dan harapan dirinya.
Setiap manusia memiliki kepentingan, harapan, yang porsinya bisa saja berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Keinginan yang ada di dalam diri manusia antara yang satu dengan yang lainnya, walaupun mengacu kepada satu hal, tetapi dengan nilai yang berbeda.
Memiliki sesuatu yang berharga bagi satu manusia, bisa jadi merupakan suatu hal yang biasa saja bagi manusia lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik manusia itu sendiri, yang menyangkut; latar belakang kehidupan, tingkat pendidikan, intelektual, kekayaan yang dimiliki, keadaan fisiknya pada saat itu, ideologi yang dianut dan hal lainnya, yang membedakan keadaan manusia yang satu dengan yang lainnya.
Walaupun kelihatannya keinginan antara manusia yang satu dan manusia lainnya berbeda, akan tetapi, bila dipahami secara mendalam, akan dapat disimpulkan suatu persamaan tujuan, yang merupakan perwujudan dari semua keinginan manusia, yang sebenarnya hanya berbeda dari sudut pandang dan penilaian, terhadap apa yang menjadi keinginannya tersebut.
Berikut ini beberapa contoh penggambaran dari keinginan manusia yang kelihatannya berbeda, tetapi pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama.
1. Penilaian kesejahteraan dari latar belakang kehidupan yang berbeda.
Seorang manusia A berkeinginan, apabila memiliki uang dalam jumlah besar, maka akan dibelikannya rumah sebagai tempat tinggal ataupun disimpan untuk diambil kelebihan dari nominal yang disimpannya.
Tetapi manusia B memiliki keinginan, apabila memiliki sejumlah uang, maka akan dipergunakannya untuk melakukan usaha tertentu yang bisa melipatgandakan dari jumlah yang ia pergunakan sebelumnya.
Gambaran di atas, bahwa setiap manusia memiliki pendapat yang berbeda untuk menilai arti kesejahteraan bagi dirinya.
2. Penilaian kesehatan dari manusia yang memiliki kekayaan berbeda.
Manusia A berkeinginan untuk mendapatkan kesehatan itu adalah ketika sakit memiliki uang untuk memeriksakan diri dan dapat mengkonsumsi makanan yang cukup baik setiap hari.
Sedangkan menurut manusia B, penilaian terhadap kesehatannya adalah dengan melakukan check up secara rutin, baik dalam kondisi sehat ataupun sakit, serta melakukan seluruh aktivitas yang menunjang kesehatan itu dan menjauhi segala kemungkinan hal-hal yang dapat mengganggu kesehatannya.
3. Penilaian-penilaian untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, berdasarkan tingkat intelektual yang berbeda.
Seorang manusia yang memiliki intelektual standar, akan menjalani kehidupannya dengan standar yang ada dan melaksanakan kegiatan normatif, baik dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut kegiatan beribadah ataupun hal lainnya.
Dalam segi ibadah, manusia itu hanya akan menjalankan sesuai dengan apa yang diketahuinya, tanpa memiliki suatu keingintahuan dan mencari pembenaran atas apa yang dilakukannya. Karena selain keterbatasan intelektual itu, juga dikarenakan kurang motivasi dari dalam dirinya untuk mencari kebenaran itu sendiri.
Sedangkan manusia yang memiliki intelektual tinggi, akan cenderung bersifat ingin tahu dan mencari pembuktian atas segala sesuatu yang didapatkannya, termasuk yang berhubungan dengan kegiatan ibadah.
Walaupun dirinya berasal dari suatu golongan tertentu, tetapi sewaktu-waktu akan timbul suatu keingintahuan yang harus terpenuhi, sebagai pemantap dirinya dalam melakukan apa yang diyakininya selama ini. Mereka yang berintelektual tinggi, akan memiliki sikap lebih terbuka dalam menerima dan mencerna segala sesuatu dalam rangka mencapai kebenaran itu.
Setiap manusia akan mendapatkan segala sesuatu yang diinginkannya, sesuai dengan apa yang telah diusahakannya. Sebagai contoh, seorang manusia yang bekerja dengan keras untuk mendapatkan sesuatu, maka akan mendapatkan hasil yang lebih banyak dari manusia lainnya yang hanya melakukan usaha secara biasa saja.
Hal ini pun berkaitan erat dengan apa yang akan didapatkan manusia berdasarkan tekad, usaha keras dan juga keyakinan yang dimilikinya, untuk bisa mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan secara sempurna di dunia dan di akhirat.
Anugerah itu pun tidak akan datang kepada manusia-manusia, yang tidak memiliki kesadaran akan berharganya sesuatu di dalam kehidupannya.

---------------------------------------------------------------------------------------------

* Hari minggu. Tanggal 31 Juli 2005.

Membaca Lembaran - lembaran Bercahaya di Alam Cahaya Tertinggi.

Wassalam.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Sebuah pengetahuan kebenaran bertuhan, haruslah bersifat logis dan praktis. Bersifat logis artinya, bahwa pengetahuan kebenaran bertuhan itu dapat diterima secara akal pikir dan hati nurani, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
Sedangkan pengetahuan kebenaran bertuhan yang bersifat praktis, maka berarti pengetahuan tersebut dapat diterima dan dilakukan oleh siapa pun tanpa terkecuali, dengan melalui sebuah langkah-langkah sistematis yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan.
 Pengetahuan secara teori memang diperlukan, tetapi akan menjadi sesuatu yang tidak berguna, apabila pengetahuan tersebut tetaplah merupakan sebuah teori saja, tanpa diketahui bagaimana cara melakukannya ataupun bagaimana cara untuk mencapai apa yang ditetapkan dalam teori tersebut.
 Setiap agama pada dasarnya mengajarkan tentang kehidupan bertuhan. Kehidupan bertuhan itu akan menjadi sebuah pengetahuan bertuhan yang benar, apabila memiliki landasan berpikir dengan konsep dasar yang benar, langkah-langkah sistematis dengan metode tertentu untuk mencapai suatu tujuan akhir, dengan menghasilkan sebuah kepastian yang dapat dibuktikan kebenarannya dan dapat dilakukan oleh siapa pun.
Apabila diamati, maka sebagian dari agama dan kepercayaan yang ada saat ini, ada yang tidak memiliki teori atau landasan berpikir yang jelas. Bahkan tidak tertulis berdasarkan sebuah wahyu langsung dari Yang Mahakuasa, tetapi merupakan sebuah perkiraan ataupun pemahaman yang sudah melalui sebuah proses campur tangan dari pemikiran manusia itu sendiri. Sehingga teori yang berkembang dan landasan berpikir yang digunakan adalah bukan murni merupakan pengetahuan bertuhan yang sesungguhnya, tetapi merupakan hasil persepsi sebatas pengetahuan manusia itu yang memberikan.
 Sebagian agama dan kepercayaan lain yang telah memiliki sebuah teori dan landasan berpikir yang baik, yang bisa jadi secara tersirat telah menyampaikan apa yang menjadi tujuan akhir yang hendak dicapai oleh manusia di dalamnya, tetapi tidak disampaikan dengan baik oleh para manusia-manusia yang dianggap memiliki pengetahuan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, di dalam agama dan kepercayaan itu. Hal itu dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia-manusia yang dihormati dan dituakan di dalam agama dan kepercayaan itu. Dan juga dikarenakan, memang tidak adanya panduan ataupun arahan secara praktis yang lengkap dan jelas di dalam agama dan kepercayaan itu, kepada manusia-manusia di dalamnya. Sehingga, yang berkembang adalah suatu agama dan kepercayaan yang bersifat tradisi, yang menjalankan segala sesuatu berdasarkan kebiasaan hidup yang diberikan turun-temurun, tanpa memberikan kesempatan berpikir kepada para manusia di dalamnya dan mereka hanya menghabiskan sebagian waktu hidup mereka untuk memahami suatu pengetahuan yang berputar-putar saja, tanpa mendapatkan suatu kepastian tentang apa sesungguhnya yang hendak dicapai.
 Apabila ditanyakan kepada mereka, mengapa mereka berada di dalam suatu agama atau kepercayaan tertentu? Maka secara sederhana mereka akan menjawab, bahwasanya mereka berada di dalam suatu agama dan kepercayaan tertentu adalah untuk mencapai ketenangan hidup di dunia dan memperoleh surga di akhirat kelak.
Itu adalah jawaban yang hampir dikatakan oleh semua manusia, karena memang merupakan tujuan hidup manusia pada dasarnya. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah setelah sekian lama mereka berada di dalam suatu agama dan kepercayaan tertentu, serta menjalankan segala peraturan dan tata tertib yang ditetapkan di dalam agama dan kepercayaan masing-masing, telah mendapatkan suatu kepastian, akan mendapatkan surga setelah kematian datang kepada mereka?
Apakah ada sebuah jaminan atau kepastian dari manusia-manusia yang dianggap sebagai perpanjangan tangan dari Tuhan pada setiap agama dan kepercayaan itu, kepada para manusia-manusia di dalamnya, bahwa kelak mereka akan mendapatkan kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat?
 Apabila hal itu ditanyakan kepada manusia-manusia yang berada di dalam semua agama dan kepercayaan, baik bagi manusia yang dianggap sebagai pemukanya ataupun golongan biasa, maka dapat dipastikan, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui apa pun dan hanya dapat memberikan sebuah jawaban klise, bahwa mereka akan mendapatkan semua itu dan akan mengetahuinya setelah kematian datang, karena surga itu berada setelah kematian.
Dikatakan, hampir sebagian besar dari mereka tidak mengetahui, karena memang, tetap tidak bisa diabaikan, bahwa ada sebagian dari mereka, dengan segala ketekunan dan karunia dari Yang Mahakuasa, dapat memperoleh tentang kepastian kehidupan setelah kematian itu, tetapi mereka yang masuk ke dalam golongan manusia beruntung itu, hanya bisa mencapai ke surga itu untuk diri mereka sendiri.
Apabila manusia yang bisa mendapatkan surga untuk diri mereka sendiri saja begitu sedikit jumlahnya, apalagi manusia yang dapat menghantarkan dan membimbing manusia lainnya, hingga benar-benar mencapai kepada surga.
Itulah kenyataan yang ada. Dan setiap manusia, secara jujur di dalam diri masing-masing, pastilah ada sebuah kebimbangan dan dahaga akan pengetahuan kebenaran bertuhan yang sesungguhnya, yang harus mereka jalani untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan setiap manusia.
Sebagian besar manusia menutupi kejujuran itu dengan ego masing-masing, karena mereka takut bila manusia lainnya mengetahui akan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, mereka berusaha menampilkan sosok yang sempurna, dengan pengetahuan yang begitu banyak, tetapi sebenarnya, mereka pun tengah kebingungan dan jauh di dalam diri mereka, terdapat kekhawatiran dan ketakutan tersendiri tentang kehidupan yang akan mereka dapatkan.
Sebagian manusia lainnya telah berhasil mengesampingkan sebagian ego yang mereka miliki, sehingga mereka mulai mencari untuk bisa mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan dari segala sumber. Manusia-manusia seperti itulah yang memerlukan pertolongan dan bimbingan dari tangan yang tepat. Karena sesungguhnya, manusia seperti itulah yang memiliki tekad, keinginan dan motivasi yang tinggi, dalam rangka memperbaiki diri dan berusaha untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan itu.
Mereka mencari di tengah rasa kejenuhan dan kebimbangan yang terus melanda mereka selama ini. Mereka mulai menyadari, bahwa seperti ada ruang kosong di dalam diri mereka yang belum tersentuh dan tidak bisa terisi oleh apa pun yang telah mereka pelajari selama ini.
Di tengah derasnya hujan pengetahuan dari para pemuka agama dan kepercayaan masing-masing, tetapi justru mereka merasakan sebuah kehampaan dan kesunyian yang tidak dapat digambarkan oleh apa pun.
Mereka pun menjadi bingung dan berusaha untuk menemukan jawaban dari apa yang mereka rasakan itu. Sebenarnya, hal itu merupakan suatu awal kebangkitan diri, yang mulai dahaga mencari kebenaran. Sebuah diri yang terkunci di dalam diri, yang mulai berusaha untuk bisa bangkit keluar dan menemukan kebenaran sesungguhnya, untuk mem-bimbing diri mencapai tujuan akhir yang diharapkan.
Sebuah pemahaman yang tidak cukup untuk dicerna oleh pikiran saja, karena keterbatasannya sebagai fisik manusia dan sudah terlalu dipenuhi oleh berbagai kekotoran duniawi, baik yang dimasuki oleh diri sendiri, maupun dimasuki oleh orang lain yang justru dianggap dihormati.
Manusia-manusia yang merasakan kehampaan itu dan berusaha menemukan jawabannya, maka mereka telah melakukan segala upaya dan menemui siapa pun yang mereka anggap dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan dan mengarahkan mereka untuk mendapatkan isi yang dapat memenuhi dan menepis kehampaan di dalam diri mereka.
Tetapi, lagi-lagi, sekelompok manusia yang mem-promosikan diri dengan berbagai teknik mampu memberikan yang terbaik, telah memasang sebuah perangkap yang memasukan manusia-manusia yang dalam kebimbangan itu menjadi lebih terperosok.
Mereka memasang sebuah perangkap yang dikemas sedemikian apik dan mengesankan, dengan menampilkan menu-menu khusus yang diolah sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu hal baru yang memang merupakan sebuah jalan keluar bagi manusia lainnya.
Manusia-manusia seperti itu berlomba-lomba untuk membuka sebuah tempat ataupun produk tertentu kepada manusia lainnya, yang dikemas dengan ide masing-masing, dengan tujuan menarik manusia lainnya sebanyak mungkin, untuk masuk ke dalamnya. Ada yang terkesan tanpa pamrih dan ikhlas ingin membantu, tetapi ketika manusia lainnya datang, mereka hanya diberikan menu yang manis sesaat, tetapi tidak dapat memenuhi dahaga mereka yang sebenarnya. Bahkan mereka tidak mendapatkan sedikit pun pengetahuan yang berharga, yang dapat menuntun mereka kepada suatu kepastian.
Ada manusia-manusia lainnya yang lebih terbuka dan dengan terang-terangan, mereka memasang tarif tertentu untuk masing-masing menu yang mereka tawarkan. Mulai dari menu sederhana, hingga menu kelas tinggi. Dari harga dan nilai beberapa lembar, hingga nilai yang membuat mata terbelalak.
Manusia-manusia yang memasang nilai dengan harga memukau dan menghabiskan isi kantong dalam sekejap, beralasan, bahwa pengetahuan itu adalah sesuatu yang mahal. Sehingga, semakin mahal nilai dari barang yang ditawarkan, maka semakin berhargalah barang tersebut.
Karena begitu dahaganya manusia-manusia dengan pengetahuan kebenaran bertuhan itu, maka begitu banyak manusia yang masuk dalam perangkap itu. Mereka tidak menyadari, bahwa mereka telah masuk perangkap yang telah dikemas sedemikian rupa, sehingga menyilaukan mata dan memberi kesan sesuatu yang mewah, spiritualis dan exclusive menurut pandangan umum manusia. Manusia-manusia yang telah masuk ke dalam perangkap itu sama sekali tidak menyadarinya, bahkan mereka dengan bangga, masuk ke dalamnya.
Karena manusia sebagai makhluk sosialis yang saling berhubungan dengan didasari oleh egoisme yang tinggi, maka manusia-manusia lainnya secara sadar pula, berlomba-lomba memasuki perangkap-perangkap yang ada. Manusia itu, satu dengan yang lainnya, saling membanggakan diri dan menganggap semua itu menjadi sebuah tren hidup yang tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan.
Semakin banyak manusia yang masuk dalam sebuah perangkap, maka manusia lainnya menilai, semakin bagus perangkap itu. Semakin mahal nilainya untuk masuk ke dalam perangkap itu, maka semakin tinggi pengetahuan yang ditawarkan di dalam perangkap itu. Semakin banyak manusia yang terperangkap di dalamnya, maka semakin gemuklah manusia yang memasang perangkap itu.
Mengapa dikatakan sebagai perangkap. Apakah hal itu tidak merupakan sesuatu yang terdengar ekstrim?
Sebutan sebagai perangkap itu, merupakan kenyataan apa adanya, karena begitu banyak manusia yang terperosok masuk ke dalamnya. Manusia yang telah mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, bahkan biaya yang begitu besar, dengan harapan mendapatkan sesuatu yang berharga, tetapi kenyataannya tidak mendapatkan apa pun.
Yang harus diingat adalah, bahwa tujuan utama manusia dalam dahaganya itu adalah menemukan suatu kepastian tentang kebenaran bertuhan, yang artinya, harus bisa menghantarkan manusia kepada suatu kepastian tentang kehidupan, baik di dunia, apalagi di akhirat. Kepastian itu haruslah bisa menghantarkan manusia benar-benar mencapai tempat yang bercahaya, yang menjadi tujuan dari setiap manusia.
Bila secara jujur ditanyakan ke dalam hati, terutama kepada manusia yang pernah memasuki perangkap itu tanpa menyadarinya, apakah kamu semua mendapatkan sebuah bimbingan dan memperoleh sebuah kepastian dengan disertakan jaminan, tentang keadaan kehidupan kamu di akhirat kelak? Apakah seseorang yang telah menuntunmu ke dalam perangkap itu, dapat memberimu kepastian, bahwa kamu akan memperoleh surga kelak?
Bila jawaban mereka yang menuntunmu itu mengata-kan, bahwa surga itu akan didapatkan nanti setelah kematian datang, sedangkan sewaktu hidup di dunia yang penting adalah berusaha dan menjalani saja, karena kepastian itu akan datang nanti. Apabila tidak ada satu jawaban yang pasti dan hanya berputar-putar saja dari mereka yang telah menuntunmu, maka pastikan dalam dirimu, bahwa mereka adalah pembohong besar. Kalau diri mereka yang menuntunmu saja tidak mengetahui, bagaimana kehidupannya setelah kematian nanti, bagaimana mungkin mereka bisa membantumu untuk mencapai kebenaran bertuhan itu dan memastikan dirimu mencapai surga, sedangkan dirinya sendiri belum tentu bisa mencapainya. Ingatlah!!! Bahwa kebenaran, apalagi merupakan kebenaran bertuhan, haruslah bersifat Pasti! Pasti dalam langkah-langkah untuk mencapainya dan pasti pula untuk mendapatkannya!
Segeralah keluar dari perangkap itu. Janganlah membuang waktu, tenaga, pikiran, apalagi materimu untuk mengejar dan mendapatkan sesuatu yang hanya membuatmu sebagai sapi perahan saja.
Kamu adalah manusia yang diberikan kesempurnaan hidup, yang hanya memerlukan sentuhan tangan orang yang tepat untuk menampilkannya. Kamu adalah manusia, sesosok makhluk yang diberikan kelebihan akal pikir dan nurani, untuk menilai sesuatu yang membawa kebaikan dan kebenaran bagimu.
Mulailah mencari kebenaran atas apa yang telah kamu lakukan selama ini, dengan kecerdasan lahir dan batinmu. Mulailah jujur pada diri sendiri, agar dirimu segera terbebas dari segala kepalsuan dan kemanisan yang ditawarkan dan membelenggumu selama ini, agar dirimu dapat segera menikmati kebebasan, untuk mencapai dan mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan yang sesungguhnya.
Jangan bertanya dengan fisikmu, apalagi dengan orang lain yang sama tidak tahunya denganmu.
Pengetahuan tentang kebenaran bertuhan merupakan hubungan pribadi antara personal setiap manusia dengan Yang Mahakuasa, oleh karenanya, temukanlah jawabannya dengan melepaskan segala egomu sebagai manusia secara fisik dan mendekatlah kepada Yang Mahakuasa di dalam keheningan.
Bulatkan tekadmu, yakin dan pasrahlah dengan segala kesungguhanmu, maka kebenaran Tuhan akan menyentuhmu dan menghantarkanmu kepada seorang manusia yang dapat membimbingmu pada jalan kebenaran, hingga mencapai suatu kepastian akan kehidupan dunia akhirat.
Seorang manusia yang terpilih, yang dipilih bukan karena manusia lainnya ataupun mengangkat dirinya sendiri. Tetapi seorang manusia yang memang diberikan kemampuan langsung oleh Yang Mahakuasa dan para Utusan-Nya Yang Mulia, untuk dapat menyampaikan kebenaran kepada semua manusia.
Jangan goyahkan tekadmu karena apa pun. Ujian dan cobaan dalam kehidupanmu pun, ada saatnya mudah, ada saatnya terasa berat. Apalagi ujian atau cobaan yang akan mengarahkanmu kepada sebuah hal besar. Hal yang tidak ternilai oleh apa pun, karena merupakan Tujuan Mulia dan Tertinggi setiap manusia.
Bila kamu telah siap mengosongkan diri dengan melepaskan segala keegoisan dan atribut keduniawianmu, maka bersiaplah untuk menemukan kebenaran itu, karena yakin akan segera menghampirimu. Tetapi, apabila dirimu masih diliputi oleh keterbatasan fisikmu, egomu dan segala pikiran, kebimbangan dan perbandingan semu di dalam dirimu, maka lupakanlah harapanmu untuk dapat menemukan kebenaran itu dan tetaplah berada dalam perangkap itu untuk waktu yang tak terbatas dan berbahagialah dengan apa yang kamu dapatkan, karena bisa jadi, itulah bagianmu.
Kebenaran bertuhan itu memang suatu yang pasti dan berasal dari Yang Mahakuasa, tetapi untuk mendapatkannya, selain merupakan anugerah, juga merupakan buah dari hasil tekad dan keyakinan dari manusia itu sendiri. Maka kembali kepada dirimu sebagai manusia pada umumnya, akan termasuk ke dalam manusia manakah dirimu, apakah menjadi manusia yang bisa mengosongkan diri secara totalitas untuk mendapatkan kebenaran sejati, ataukah tetap tenggelam dalam pengetahuan dan kesempurnaan semu yang telah kamu dapatkan?
Apa pun jawaban yang kamu pilih, maka tetaplah saling menghargai. Tetapi satu hal yang harus diingat oleh setiap manusia adalah :
“KEBENARAN TIDAK PERNAH MENCARI MANUSIA, TETAPI MANUSIALAH YANG MENCARI KEBENARAN.
DAN TUHAN TIDAK MEMBUTUHKAN MANUSIA, TETAPI MANUSIALAH YANG MEMBUTUHKAN TUHAN.”

 

BAB III
MENAPAKI
LANGKAH KEBENARAN

Setelah mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan kebenaran bertuhan yang sesungguhnya dengan realita yang ada, maka diharapkan adanya sebuah pemahaman yang benar kepada semua manusia, untuk memperbaiki pola pikir dan konsep selama ini yang ada di dalam diri.
 Memahami dan menerima sebuah konsep kebenaran yang sesungguhnya, yang bisa jadi merupakan sebuah fenomena baru bagi sebagian manusia, memanglah memerlukan waktu dan proses untuk mendapatkannya.
Proses yang dialami oleh setiap manusia dalam mencapai kebenaran itu, tentulah beragam. Hal ini dipengaruhi dari mana manusia itu berasal, jalan mana yang telah ditempuh, dan juga faktor fisik lainnya, seperti latar belakang kehidupan, tingkat sosial, maupun tingkat intelektual dari manusia itu. Tetapi, hal itu bukanlah merupakan suatu penghalang dalam melangkah untuk mencapai kebenaran. Bukan pula menjadi penentu keberhasilan bagi setiap manusia untuk bisa mendapatkan kebenaran itu. Karena kondisi di atas merupakan atribut secara fisik yang memang dimiliki oleh setiap manusia dan bukan merupakan sebuah penilaian akhir atas keberhasilan seorang manusia, untuk bisa mulai menapaki Langkah Kebenaran. Karena, Langkah Kebenaran yang dilalui oleh manusia, merupakan sebuah langkah, antara diri seorang makhluk dengan Yang Mahakuasa.
Sebuah Langkah Kebenaran menuju jalan kepastian dalam mencapai pengetahuan sejati, yang hanya bisa dicapai oleh seorang manusia yang memiliki kebulatan tekad, keyakinan dan kepasrahan, serta bimbingan seorang manusia lainnya yang benar-benar telah mendapatkan petunjuk dan kemampuan untuk melakukannya.
Seorang manusia yang tidak memerlukan penilaian tertentu ataupun pamrih dalam bentuk apa pun, yang akan menghantarkan dan membimbing manusia lainnya mencapai kebenaran bertuhan itu. Karena, Manusia Terpilih itu merupakan Utusan dari Yang Mahakuasa, maka tidak memerlukan penilaian, penghargaan, apalagi pamrih dari manusia lainnya, yang pada dasarnya tidaklah memiliki apa pun. Karena, manusia itu hanya mengharapkan segala sesuatunya langsung dari Yang Mahakuasa.
 Seorang manusia yang dengan tekad yang kuat, mempunyai sebuah tujuan mulia untuk membimbing dan menghantarkan manusia lainnya di dalam mencapai kebenaran bertuhan, sehingga bisa mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.
Seorang manusia yang mendapatkan bimbingan langsung, petunjuk, segala kelebihan dari Yang Mahakuasa dan melalui Utusan-Nya Yang Mulia, sehingga dapat membimbing setiap manusia tanpa membedakan latar belakang, agama dan kepercayaannya, status sosial, intelektual, ataupun perbedaan lainnya yang dinilai manusia secara fisik. Itulah sebenar-benarnya seorang pembimbing kepada jalan kebenaran sesungguhnya.
Seorang manusia yang mampu menyentuh manusia lainnya tanpa terkecuali dan tidak pernah membedakan atau menilai apa pun secara fisik, karena yang diberikannya adalah sebuah Kebenaran Sejati, tentang pengetahuan bertuhan yang sesungguhnya menjadi tujuan akhir setiap manusia.
Seorang manusia yang akan memberi kabar baik kepada manusia lainnya, bahwa ditengah kehampaan dan kepalsuan yang merajalela, terdapat Setitik Cahaya dan secercah harapan, yang akan mampu merengkuh siapa pun yang memiliki tekad kuat, keyakinan dan kepasrahan di dalam mencapai dan mencari kebenaran itu.
Manusia itu bisa jadi tidak mempublikasikan dirinya dimuka umum, tidak berlomba mencari simpati manusia lainnya dan tidak pula memberitakan sederet kemampuan yang dimilikinya, karena apa yang disampaikannya merupakan sebuah mutiara yang sangat berharga, yang hanya pantas dimiliki oleh manusia yang memiliki kebulatan tekad, keyakinan dan kepasrahan yang sesungguhnya, bukan hanya sebatas kata saja.
Jadi, bila kamu berharap menemukannya diantara manusia-manusia yang menawarkan sesuatu yang dikemas secara berlebihan, maka kamu tidak akan menemukannya. Karena sebenarnya, mereka semua menawarkan sebuah batu kali, tetapi dikemas, dipoles dan didesain sedemikian rupa, sehingga karena bentuknya yang besar, menjadi terlihat begitu berharga dan mampu memberikan sesuatu yang menjadi tujuan dari manusia lainnya.
Satu mutiara yang sangat berharga, memang kecil secara bentuknya. Dan untuk bisa mendapatkannya, maka memerlukan sebuah perjuangan tersendiri.
Semua kembali kepadamu, wahai manusia. Apakah dirimu akan berlomba-lomba untuk mendapatkan kemasan yang begitu indah dan besar, tetapi sebenarnya hanya berisi batu kali. Ataukah kamu berusaha dengan segala kemampuanmu untuk mencapai setitik cahaya itu, yang berasal dari sebuah mutiara bersinar, yang tidak pernah padam oleh apa pun dan tidak perlu dipoles dengan apa pun, karena kebenaran yang terpancar darinya tidak akan lekang oleh waktu, kondisi, dan apa pun yang ada.
Kesempatan untuk mendapatkan karunia dan berada di jalan yang benar, terbuka di depan mata. Tetapi, tidak bisa dilihat oleh pandangan secara fisik, apalagi oleh mereka yang membutakan mata sendiri, tetapi hanya bisa dilihat oleh kebersihan hati dan kejernihan akal pikir, serta ketajaman nurani. Sehingga bisa menjadi ke dalam golongan manusia yang dapat meraih anugerah terbesar dari Yang Mahakuasa dan selalu berada di jalan kebenaran, menuju kebenaran bertuhan Yang Mahasempurna.
 Sekali lagi, kosongkanlah dirimu secara utuh, berdiamlah dan mendekatlah kepada Yang Mahakuasa. Kemudian bertanyalah kepada rasa sejatimu, apakah dirimu akan terus berjalan dan melangkah di atas kepalsuan yang selama ini kamu lalui? Dan terus tenggelam di dalam ketidakpastian hingga akhir hayatmu? Ataukah dirimu akan mendapatkan hidayah yang melepaskan segala keterbatasan fisik, sehingga dirimu dapat mulai melangkah menapaki jalan kebenaran untuk mencapai pengetahuan kebenaran bertuhan yang sebenar-benarnya?
Berusahalah dengan segala kemampuanmu untuk dapat menemukan Manusia Terpilih yang memiliki hak dan wewenang untuk membimbingmu mencapai kebenaran itu.
 Berharaplah kebenaran itu dapat kau temukan dan menyatu dengan Yang Mahakuasa, sebelum kematian datang kepadamu. Karena apabila kamu belum mencapai kebenaran itu, sementara waktumu telah usai, semua itu akan menjadi suatu yang sia-sia.
Tanpa kebenaran yang kamu raih, adakah yang mengetahui, bagaimana kelanjutan hidupmu dan dimanakah kamu berada kelak?

 

 --------------------------------------------------------------------------------------------

*Hari Jum'at. Tanggal, 5 Agustus 2005. Jam 01.00 - 03.30, pagi. Membaca Lembaran - lembaran Bercahaya di Alam Cahaya Tertinggi.

 --------------------------------------------------------------------------------------------

 

 Bersambung ...

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun