Mohon tunggu...
Humaniora

Langkah Kebenaran Menuju Alam Cahaya Tertinggi

27 November 2016   21:03 Diperbarui: 13 Desember 2016   23:17 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca Lembaran - lembaran Bercahaya di Alam Cahaya Tertinggi.

Wassalam.

---------------------------------------------------------------------------------------------

Sebuah pengetahuan kebenaran bertuhan, haruslah bersifat logis dan praktis. Bersifat logis artinya, bahwa pengetahuan kebenaran bertuhan itu dapat diterima secara akal pikir dan hati nurani, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
Sedangkan pengetahuan kebenaran bertuhan yang bersifat praktis, maka berarti pengetahuan tersebut dapat diterima dan dilakukan oleh siapa pun tanpa terkecuali, dengan melalui sebuah langkah-langkah sistematis yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan.
 Pengetahuan secara teori memang diperlukan, tetapi akan menjadi sesuatu yang tidak berguna, apabila pengetahuan tersebut tetaplah merupakan sebuah teori saja, tanpa diketahui bagaimana cara melakukannya ataupun bagaimana cara untuk mencapai apa yang ditetapkan dalam teori tersebut.
 Setiap agama pada dasarnya mengajarkan tentang kehidupan bertuhan. Kehidupan bertuhan itu akan menjadi sebuah pengetahuan bertuhan yang benar, apabila memiliki landasan berpikir dengan konsep dasar yang benar, langkah-langkah sistematis dengan metode tertentu untuk mencapai suatu tujuan akhir, dengan menghasilkan sebuah kepastian yang dapat dibuktikan kebenarannya dan dapat dilakukan oleh siapa pun.
Apabila diamati, maka sebagian dari agama dan kepercayaan yang ada saat ini, ada yang tidak memiliki teori atau landasan berpikir yang jelas. Bahkan tidak tertulis berdasarkan sebuah wahyu langsung dari Yang Mahakuasa, tetapi merupakan sebuah perkiraan ataupun pemahaman yang sudah melalui sebuah proses campur tangan dari pemikiran manusia itu sendiri. Sehingga teori yang berkembang dan landasan berpikir yang digunakan adalah bukan murni merupakan pengetahuan bertuhan yang sesungguhnya, tetapi merupakan hasil persepsi sebatas pengetahuan manusia itu yang memberikan.
 Sebagian agama dan kepercayaan lain yang telah memiliki sebuah teori dan landasan berpikir yang baik, yang bisa jadi secara tersirat telah menyampaikan apa yang menjadi tujuan akhir yang hendak dicapai oleh manusia di dalamnya, tetapi tidak disampaikan dengan baik oleh para manusia-manusia yang dianggap memiliki pengetahuan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, di dalam agama dan kepercayaan itu. Hal itu dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh manusia-manusia yang dihormati dan dituakan di dalam agama dan kepercayaan itu. Dan juga dikarenakan, memang tidak adanya panduan ataupun arahan secara praktis yang lengkap dan jelas di dalam agama dan kepercayaan itu, kepada manusia-manusia di dalamnya. Sehingga, yang berkembang adalah suatu agama dan kepercayaan yang bersifat tradisi, yang menjalankan segala sesuatu berdasarkan kebiasaan hidup yang diberikan turun-temurun, tanpa memberikan kesempatan berpikir kepada para manusia di dalamnya dan mereka hanya menghabiskan sebagian waktu hidup mereka untuk memahami suatu pengetahuan yang berputar-putar saja, tanpa mendapatkan suatu kepastian tentang apa sesungguhnya yang hendak dicapai.
 Apabila ditanyakan kepada mereka, mengapa mereka berada di dalam suatu agama atau kepercayaan tertentu? Maka secara sederhana mereka akan menjawab, bahwasanya mereka berada di dalam suatu agama dan kepercayaan tertentu adalah untuk mencapai ketenangan hidup di dunia dan memperoleh surga di akhirat kelak.
Itu adalah jawaban yang hampir dikatakan oleh semua manusia, karena memang merupakan tujuan hidup manusia pada dasarnya. Tetapi pertanyaannya adalah, apakah setelah sekian lama mereka berada di dalam suatu agama dan kepercayaan tertentu, serta menjalankan segala peraturan dan tata tertib yang ditetapkan di dalam agama dan kepercayaan masing-masing, telah mendapatkan suatu kepastian, akan mendapatkan surga setelah kematian datang kepada mereka?
Apakah ada sebuah jaminan atau kepastian dari manusia-manusia yang dianggap sebagai perpanjangan tangan dari Tuhan pada setiap agama dan kepercayaan itu, kepada para manusia-manusia di dalamnya, bahwa kelak mereka akan mendapatkan kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat?
 Apabila hal itu ditanyakan kepada manusia-manusia yang berada di dalam semua agama dan kepercayaan, baik bagi manusia yang dianggap sebagai pemukanya ataupun golongan biasa, maka dapat dipastikan, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui apa pun dan hanya dapat memberikan sebuah jawaban klise, bahwa mereka akan mendapatkan semua itu dan akan mengetahuinya setelah kematian datang, karena surga itu berada setelah kematian.
Dikatakan, hampir sebagian besar dari mereka tidak mengetahui, karena memang, tetap tidak bisa diabaikan, bahwa ada sebagian dari mereka, dengan segala ketekunan dan karunia dari Yang Mahakuasa, dapat memperoleh tentang kepastian kehidupan setelah kematian itu, tetapi mereka yang masuk ke dalam golongan manusia beruntung itu, hanya bisa mencapai ke surga itu untuk diri mereka sendiri.
Apabila manusia yang bisa mendapatkan surga untuk diri mereka sendiri saja begitu sedikit jumlahnya, apalagi manusia yang dapat menghantarkan dan membimbing manusia lainnya, hingga benar-benar mencapai kepada surga.
Itulah kenyataan yang ada. Dan setiap manusia, secara jujur di dalam diri masing-masing, pastilah ada sebuah kebimbangan dan dahaga akan pengetahuan kebenaran bertuhan yang sesungguhnya, yang harus mereka jalani untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan setiap manusia.
Sebagian besar manusia menutupi kejujuran itu dengan ego masing-masing, karena mereka takut bila manusia lainnya mengetahui akan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, mereka berusaha menampilkan sosok yang sempurna, dengan pengetahuan yang begitu banyak, tetapi sebenarnya, mereka pun tengah kebingungan dan jauh di dalam diri mereka, terdapat kekhawatiran dan ketakutan tersendiri tentang kehidupan yang akan mereka dapatkan.
Sebagian manusia lainnya telah berhasil mengesampingkan sebagian ego yang mereka miliki, sehingga mereka mulai mencari untuk bisa mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan dari segala sumber. Manusia-manusia seperti itulah yang memerlukan pertolongan dan bimbingan dari tangan yang tepat. Karena sesungguhnya, manusia seperti itulah yang memiliki tekad, keinginan dan motivasi yang tinggi, dalam rangka memperbaiki diri dan berusaha untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan itu.
Mereka mencari di tengah rasa kejenuhan dan kebimbangan yang terus melanda mereka selama ini. Mereka mulai menyadari, bahwa seperti ada ruang kosong di dalam diri mereka yang belum tersentuh dan tidak bisa terisi oleh apa pun yang telah mereka pelajari selama ini.
Di tengah derasnya hujan pengetahuan dari para pemuka agama dan kepercayaan masing-masing, tetapi justru mereka merasakan sebuah kehampaan dan kesunyian yang tidak dapat digambarkan oleh apa pun.
Mereka pun menjadi bingung dan berusaha untuk menemukan jawaban dari apa yang mereka rasakan itu. Sebenarnya, hal itu merupakan suatu awal kebangkitan diri, yang mulai dahaga mencari kebenaran. Sebuah diri yang terkunci di dalam diri, yang mulai berusaha untuk bisa bangkit keluar dan menemukan kebenaran sesungguhnya, untuk mem-bimbing diri mencapai tujuan akhir yang diharapkan.
Sebuah pemahaman yang tidak cukup untuk dicerna oleh pikiran saja, karena keterbatasannya sebagai fisik manusia dan sudah terlalu dipenuhi oleh berbagai kekotoran duniawi, baik yang dimasuki oleh diri sendiri, maupun dimasuki oleh orang lain yang justru dianggap dihormati.
Manusia-manusia yang merasakan kehampaan itu dan berusaha menemukan jawabannya, maka mereka telah melakukan segala upaya dan menemui siapa pun yang mereka anggap dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan dan mengarahkan mereka untuk mendapatkan isi yang dapat memenuhi dan menepis kehampaan di dalam diri mereka.
Tetapi, lagi-lagi, sekelompok manusia yang mem-promosikan diri dengan berbagai teknik mampu memberikan yang terbaik, telah memasang sebuah perangkap yang memasukan manusia-manusia yang dalam kebimbangan itu menjadi lebih terperosok.
Mereka memasang sebuah perangkap yang dikemas sedemikian apik dan mengesankan, dengan menampilkan menu-menu khusus yang diolah sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu hal baru yang memang merupakan sebuah jalan keluar bagi manusia lainnya.
Manusia-manusia seperti itu berlomba-lomba untuk membuka sebuah tempat ataupun produk tertentu kepada manusia lainnya, yang dikemas dengan ide masing-masing, dengan tujuan menarik manusia lainnya sebanyak mungkin, untuk masuk ke dalamnya. Ada yang terkesan tanpa pamrih dan ikhlas ingin membantu, tetapi ketika manusia lainnya datang, mereka hanya diberikan menu yang manis sesaat, tetapi tidak dapat memenuhi dahaga mereka yang sebenarnya. Bahkan mereka tidak mendapatkan sedikit pun pengetahuan yang berharga, yang dapat menuntun mereka kepada suatu kepastian.
Ada manusia-manusia lainnya yang lebih terbuka dan dengan terang-terangan, mereka memasang tarif tertentu untuk masing-masing menu yang mereka tawarkan. Mulai dari menu sederhana, hingga menu kelas tinggi. Dari harga dan nilai beberapa lembar, hingga nilai yang membuat mata terbelalak.
Manusia-manusia yang memasang nilai dengan harga memukau dan menghabiskan isi kantong dalam sekejap, beralasan, bahwa pengetahuan itu adalah sesuatu yang mahal. Sehingga, semakin mahal nilai dari barang yang ditawarkan, maka semakin berhargalah barang tersebut.
Karena begitu dahaganya manusia-manusia dengan pengetahuan kebenaran bertuhan itu, maka begitu banyak manusia yang masuk dalam perangkap itu. Mereka tidak menyadari, bahwa mereka telah masuk perangkap yang telah dikemas sedemikian rupa, sehingga menyilaukan mata dan memberi kesan sesuatu yang mewah, spiritualis dan exclusive menurut pandangan umum manusia. Manusia-manusia yang telah masuk ke dalam perangkap itu sama sekali tidak menyadarinya, bahkan mereka dengan bangga, masuk ke dalamnya.
Karena manusia sebagai makhluk sosialis yang saling berhubungan dengan didasari oleh egoisme yang tinggi, maka manusia-manusia lainnya secara sadar pula, berlomba-lomba memasuki perangkap-perangkap yang ada. Manusia itu, satu dengan yang lainnya, saling membanggakan diri dan menganggap semua itu menjadi sebuah tren hidup yang tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan.
Semakin banyak manusia yang masuk dalam sebuah perangkap, maka manusia lainnya menilai, semakin bagus perangkap itu. Semakin mahal nilainya untuk masuk ke dalam perangkap itu, maka semakin tinggi pengetahuan yang ditawarkan di dalam perangkap itu. Semakin banyak manusia yang terperangkap di dalamnya, maka semakin gemuklah manusia yang memasang perangkap itu.
Mengapa dikatakan sebagai perangkap. Apakah hal itu tidak merupakan sesuatu yang terdengar ekstrim?
Sebutan sebagai perangkap itu, merupakan kenyataan apa adanya, karena begitu banyak manusia yang terperosok masuk ke dalamnya. Manusia yang telah mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, bahkan biaya yang begitu besar, dengan harapan mendapatkan sesuatu yang berharga, tetapi kenyataannya tidak mendapatkan apa pun.
Yang harus diingat adalah, bahwa tujuan utama manusia dalam dahaganya itu adalah menemukan suatu kepastian tentang kebenaran bertuhan, yang artinya, harus bisa menghantarkan manusia kepada suatu kepastian tentang kehidupan, baik di dunia, apalagi di akhirat. Kepastian itu haruslah bisa menghantarkan manusia benar-benar mencapai tempat yang bercahaya, yang menjadi tujuan dari setiap manusia.
Bila secara jujur ditanyakan ke dalam hati, terutama kepada manusia yang pernah memasuki perangkap itu tanpa menyadarinya, apakah kamu semua mendapatkan sebuah bimbingan dan memperoleh sebuah kepastian dengan disertakan jaminan, tentang keadaan kehidupan kamu di akhirat kelak? Apakah seseorang yang telah menuntunmu ke dalam perangkap itu, dapat memberimu kepastian, bahwa kamu akan memperoleh surga kelak?
Bila jawaban mereka yang menuntunmu itu mengata-kan, bahwa surga itu akan didapatkan nanti setelah kematian datang, sedangkan sewaktu hidup di dunia yang penting adalah berusaha dan menjalani saja, karena kepastian itu akan datang nanti. Apabila tidak ada satu jawaban yang pasti dan hanya berputar-putar saja dari mereka yang telah menuntunmu, maka pastikan dalam dirimu, bahwa mereka adalah pembohong besar. Kalau diri mereka yang menuntunmu saja tidak mengetahui, bagaimana kehidupannya setelah kematian nanti, bagaimana mungkin mereka bisa membantumu untuk mencapai kebenaran bertuhan itu dan memastikan dirimu mencapai surga, sedangkan dirinya sendiri belum tentu bisa mencapainya. Ingatlah!!! Bahwa kebenaran, apalagi merupakan kebenaran bertuhan, haruslah bersifat Pasti! Pasti dalam langkah-langkah untuk mencapainya dan pasti pula untuk mendapatkannya!
Segeralah keluar dari perangkap itu. Janganlah membuang waktu, tenaga, pikiran, apalagi materimu untuk mengejar dan mendapatkan sesuatu yang hanya membuatmu sebagai sapi perahan saja.
Kamu adalah manusia yang diberikan kesempurnaan hidup, yang hanya memerlukan sentuhan tangan orang yang tepat untuk menampilkannya. Kamu adalah manusia, sesosok makhluk yang diberikan kelebihan akal pikir dan nurani, untuk menilai sesuatu yang membawa kebaikan dan kebenaran bagimu.
Mulailah mencari kebenaran atas apa yang telah kamu lakukan selama ini, dengan kecerdasan lahir dan batinmu. Mulailah jujur pada diri sendiri, agar dirimu segera terbebas dari segala kepalsuan dan kemanisan yang ditawarkan dan membelenggumu selama ini, agar dirimu dapat segera menikmati kebebasan, untuk mencapai dan mendapatkan pengetahuan tentang kebenaran bertuhan yang sesungguhnya.
Jangan bertanya dengan fisikmu, apalagi dengan orang lain yang sama tidak tahunya denganmu.
Pengetahuan tentang kebenaran bertuhan merupakan hubungan pribadi antara personal setiap manusia dengan Yang Mahakuasa, oleh karenanya, temukanlah jawabannya dengan melepaskan segala egomu sebagai manusia secara fisik dan mendekatlah kepada Yang Mahakuasa di dalam keheningan.
Bulatkan tekadmu, yakin dan pasrahlah dengan segala kesungguhanmu, maka kebenaran Tuhan akan menyentuhmu dan menghantarkanmu kepada seorang manusia yang dapat membimbingmu pada jalan kebenaran, hingga mencapai suatu kepastian akan kehidupan dunia akhirat.
Seorang manusia yang terpilih, yang dipilih bukan karena manusia lainnya ataupun mengangkat dirinya sendiri. Tetapi seorang manusia yang memang diberikan kemampuan langsung oleh Yang Mahakuasa dan para Utusan-Nya Yang Mulia, untuk dapat menyampaikan kebenaran kepada semua manusia.
Jangan goyahkan tekadmu karena apa pun. Ujian dan cobaan dalam kehidupanmu pun, ada saatnya mudah, ada saatnya terasa berat. Apalagi ujian atau cobaan yang akan mengarahkanmu kepada sebuah hal besar. Hal yang tidak ternilai oleh apa pun, karena merupakan Tujuan Mulia dan Tertinggi setiap manusia.
Bila kamu telah siap mengosongkan diri dengan melepaskan segala keegoisan dan atribut keduniawianmu, maka bersiaplah untuk menemukan kebenaran itu, karena yakin akan segera menghampirimu. Tetapi, apabila dirimu masih diliputi oleh keterbatasan fisikmu, egomu dan segala pikiran, kebimbangan dan perbandingan semu di dalam dirimu, maka lupakanlah harapanmu untuk dapat menemukan kebenaran itu dan tetaplah berada dalam perangkap itu untuk waktu yang tak terbatas dan berbahagialah dengan apa yang kamu dapatkan, karena bisa jadi, itulah bagianmu.
Kebenaran bertuhan itu memang suatu yang pasti dan berasal dari Yang Mahakuasa, tetapi untuk mendapatkannya, selain merupakan anugerah, juga merupakan buah dari hasil tekad dan keyakinan dari manusia itu sendiri. Maka kembali kepada dirimu sebagai manusia pada umumnya, akan termasuk ke dalam manusia manakah dirimu, apakah menjadi manusia yang bisa mengosongkan diri secara totalitas untuk mendapatkan kebenaran sejati, ataukah tetap tenggelam dalam pengetahuan dan kesempurnaan semu yang telah kamu dapatkan?
Apa pun jawaban yang kamu pilih, maka tetaplah saling menghargai. Tetapi satu hal yang harus diingat oleh setiap manusia adalah :
“KEBENARAN TIDAK PERNAH MENCARI MANUSIA, TETAPI MANUSIALAH YANG MENCARI KEBENARAN.
DAN TUHAN TIDAK MEMBUTUHKAN MANUSIA, TETAPI MANUSIALAH YANG MEMBUTUHKAN TUHAN.”

 

BAB III
MENAPAKI
LANGKAH KEBENARAN

Setelah mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan kebenaran bertuhan yang sesungguhnya dengan realita yang ada, maka diharapkan adanya sebuah pemahaman yang benar kepada semua manusia, untuk memperbaiki pola pikir dan konsep selama ini yang ada di dalam diri.
 Memahami dan menerima sebuah konsep kebenaran yang sesungguhnya, yang bisa jadi merupakan sebuah fenomena baru bagi sebagian manusia, memanglah memerlukan waktu dan proses untuk mendapatkannya.
Proses yang dialami oleh setiap manusia dalam mencapai kebenaran itu, tentulah beragam. Hal ini dipengaruhi dari mana manusia itu berasal, jalan mana yang telah ditempuh, dan juga faktor fisik lainnya, seperti latar belakang kehidupan, tingkat sosial, maupun tingkat intelektual dari manusia itu. Tetapi, hal itu bukanlah merupakan suatu penghalang dalam melangkah untuk mencapai kebenaran. Bukan pula menjadi penentu keberhasilan bagi setiap manusia untuk bisa mendapatkan kebenaran itu. Karena kondisi di atas merupakan atribut secara fisik yang memang dimiliki oleh setiap manusia dan bukan merupakan sebuah penilaian akhir atas keberhasilan seorang manusia, untuk bisa mulai menapaki Langkah Kebenaran. Karena, Langkah Kebenaran yang dilalui oleh manusia, merupakan sebuah langkah, antara diri seorang makhluk dengan Yang Mahakuasa.
Sebuah Langkah Kebenaran menuju jalan kepastian dalam mencapai pengetahuan sejati, yang hanya bisa dicapai oleh seorang manusia yang memiliki kebulatan tekad, keyakinan dan kepasrahan, serta bimbingan seorang manusia lainnya yang benar-benar telah mendapatkan petunjuk dan kemampuan untuk melakukannya.
Seorang manusia yang tidak memerlukan penilaian tertentu ataupun pamrih dalam bentuk apa pun, yang akan menghantarkan dan membimbing manusia lainnya mencapai kebenaran bertuhan itu. Karena, Manusia Terpilih itu merupakan Utusan dari Yang Mahakuasa, maka tidak memerlukan penilaian, penghargaan, apalagi pamrih dari manusia lainnya, yang pada dasarnya tidaklah memiliki apa pun. Karena, manusia itu hanya mengharapkan segala sesuatunya langsung dari Yang Mahakuasa.
 Seorang manusia yang dengan tekad yang kuat, mempunyai sebuah tujuan mulia untuk membimbing dan menghantarkan manusia lainnya di dalam mencapai kebenaran bertuhan, sehingga bisa mendapatkan kebahagiaan dan kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.
Seorang manusia yang mendapatkan bimbingan langsung, petunjuk, segala kelebihan dari Yang Mahakuasa dan melalui Utusan-Nya Yang Mulia, sehingga dapat membimbing setiap manusia tanpa membedakan latar belakang, agama dan kepercayaannya, status sosial, intelektual, ataupun perbedaan lainnya yang dinilai manusia secara fisik. Itulah sebenar-benarnya seorang pembimbing kepada jalan kebenaran sesungguhnya.
Seorang manusia yang mampu menyentuh manusia lainnya tanpa terkecuali dan tidak pernah membedakan atau menilai apa pun secara fisik, karena yang diberikannya adalah sebuah Kebenaran Sejati, tentang pengetahuan bertuhan yang sesungguhnya menjadi tujuan akhir setiap manusia.
Seorang manusia yang akan memberi kabar baik kepada manusia lainnya, bahwa ditengah kehampaan dan kepalsuan yang merajalela, terdapat Setitik Cahaya dan secercah harapan, yang akan mampu merengkuh siapa pun yang memiliki tekad kuat, keyakinan dan kepasrahan di dalam mencapai dan mencari kebenaran itu.
Manusia itu bisa jadi tidak mempublikasikan dirinya dimuka umum, tidak berlomba mencari simpati manusia lainnya dan tidak pula memberitakan sederet kemampuan yang dimilikinya, karena apa yang disampaikannya merupakan sebuah mutiara yang sangat berharga, yang hanya pantas dimiliki oleh manusia yang memiliki kebulatan tekad, keyakinan dan kepasrahan yang sesungguhnya, bukan hanya sebatas kata saja.
Jadi, bila kamu berharap menemukannya diantara manusia-manusia yang menawarkan sesuatu yang dikemas secara berlebihan, maka kamu tidak akan menemukannya. Karena sebenarnya, mereka semua menawarkan sebuah batu kali, tetapi dikemas, dipoles dan didesain sedemikian rupa, sehingga karena bentuknya yang besar, menjadi terlihat begitu berharga dan mampu memberikan sesuatu yang menjadi tujuan dari manusia lainnya.
Satu mutiara yang sangat berharga, memang kecil secara bentuknya. Dan untuk bisa mendapatkannya, maka memerlukan sebuah perjuangan tersendiri.
Semua kembali kepadamu, wahai manusia. Apakah dirimu akan berlomba-lomba untuk mendapatkan kemasan yang begitu indah dan besar, tetapi sebenarnya hanya berisi batu kali. Ataukah kamu berusaha dengan segala kemampuanmu untuk mencapai setitik cahaya itu, yang berasal dari sebuah mutiara bersinar, yang tidak pernah padam oleh apa pun dan tidak perlu dipoles dengan apa pun, karena kebenaran yang terpancar darinya tidak akan lekang oleh waktu, kondisi, dan apa pun yang ada.
Kesempatan untuk mendapatkan karunia dan berada di jalan yang benar, terbuka di depan mata. Tetapi, tidak bisa dilihat oleh pandangan secara fisik, apalagi oleh mereka yang membutakan mata sendiri, tetapi hanya bisa dilihat oleh kebersihan hati dan kejernihan akal pikir, serta ketajaman nurani. Sehingga bisa menjadi ke dalam golongan manusia yang dapat meraih anugerah terbesar dari Yang Mahakuasa dan selalu berada di jalan kebenaran, menuju kebenaran bertuhan Yang Mahasempurna.
 Sekali lagi, kosongkanlah dirimu secara utuh, berdiamlah dan mendekatlah kepada Yang Mahakuasa. Kemudian bertanyalah kepada rasa sejatimu, apakah dirimu akan terus berjalan dan melangkah di atas kepalsuan yang selama ini kamu lalui? Dan terus tenggelam di dalam ketidakpastian hingga akhir hayatmu? Ataukah dirimu akan mendapatkan hidayah yang melepaskan segala keterbatasan fisik, sehingga dirimu dapat mulai melangkah menapaki jalan kebenaran untuk mencapai pengetahuan kebenaran bertuhan yang sebenar-benarnya?
Berusahalah dengan segala kemampuanmu untuk dapat menemukan Manusia Terpilih yang memiliki hak dan wewenang untuk membimbingmu mencapai kebenaran itu.
 Berharaplah kebenaran itu dapat kau temukan dan menyatu dengan Yang Mahakuasa, sebelum kematian datang kepadamu. Karena apabila kamu belum mencapai kebenaran itu, sementara waktumu telah usai, semua itu akan menjadi suatu yang sia-sia.
Tanpa kebenaran yang kamu raih, adakah yang mengetahui, bagaimana kelanjutan hidupmu dan dimanakah kamu berada kelak?

 

 --------------------------------------------------------------------------------------------

*Hari Jum'at. Tanggal, 5 Agustus 2005. Jam 01.00 - 03.30, pagi. Membaca Lembaran - lembaran Bercahaya di Alam Cahaya Tertinggi.

 --------------------------------------------------------------------------------------------

 

 Bersambung ...

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun