Mohon tunggu...
Adelina Ria Pratiwi
Adelina Ria Pratiwi Mohon Tunggu... -

Nggak sekedar Pengajar, tapi juga Trainer!!,dan Pengusaha yang Sukses!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkembangan Kognitif, di Usia Anak 7 Sampai 12 Tahun

22 November 2016   00:31 Diperbarui: 22 November 2016   01:06 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                 Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengealami perkembangan yang pesat.Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas, dan dengan meluassnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Maka, pada usia sekolah dasar ini daya piker anak berkembang kea rah berpikir konkret, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.

Perkembangan kognitif menurut Teori Piaget

           Menurut teori kognitif Piaget, pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkrit. Menurut Piaget, operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwaa nyata atau konkrit dapat diukur.

            Pada usia ini, mereka tidak lagi mengandalkan persepsi penglihatannya, melainkan sudah mampu menggunakan logikanya. Mereka dapat mengukur, menimbang dan menghitung jumlahnya.

Menurut pIeget, anak-anak pada masa konkrit operasional ini tealh mampu menyadarii konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Johnson & Medinnus, 1974). Hal ini karean pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut operasi-operasi, yaitu: negasi, resiprokasi, dan identitas.

            Negasi, pada masa pra-operasional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deretan benda, yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada akhirnya keadaannya menjadi tidak sama.

            Hubungan timbal balik, ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain.

            identitas, anak pada masa konkrit operasional sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu, anak bisa menghitung, sehingga meskipun benda-benda dipindahkan, anak dapat mengetahui bahwa jumlahnya akan tetap sama (Gunarsa, 1990).

 Perkembangan memori

Matlin (1994) menyebutkan empat macam strategi memori yang penting, yaitu: rehearsal, organization, imagery,dan retrieval.

Rehearsal(pengulangan) adalah salah satu strategi meningkatkan memori degan cara mengulangi berkali-kali informasi setelah informasi tersebut disajikan.

Organization(organisasi), seperti pengkategorian dan pengelompokkan, merupakan strategi memori yang sering digunakan oleh orang dewasa. Anak-anak yang masih kecil tidak dapat mengelompokkan secara spontan item-item yang sama muntuk membantu proses memorinya.

Imagery(perbandingan) adalah tipe dari karakteristik pembayangan dari seseorang (Chaplin, 2002).Anak-anak yang lebih muda dapat memperoleh manfaat dari latihan yang dirancang untuk meningkatkan memori mereka (Matlin, 1994).

Retrieval(pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan (Chaplin, 2002). Seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak belajar bagaimana menggunakan keempat strategi-strategi tersebut, namun disamping strategi-strategi memori diatas, juga terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat-siat anak (termasuk sikap, motivasi dan kesehatan), serta pengetahuan yang telah diperoleh anak sebelumnya.

Perkembangan Pemikiran Kritis

Pemikiran kritis telah didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Nickerson (dalam Seifert &Hoffnung, 1994)misalnya mendefinisikan pemikiran kritis sebagai “reflection or thought about complex issues, often for the purpose of choosing actions yo those issues”,dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pemikiran kritis adalah pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang dating dari berbagai sumber (lisan atau tulisan) dan berpikir secara reflektif dan evaluative.

            Sekalipun disebut dengan istilah “kritis”, tidak merujuk pada pemikiran, tetapi pemikiran yang mendalam akan menghasilkan pengetahuan atauwawasan baru dan memberikan suatu landasan bagi kualitas intelegensi. Pemikiran kritis merupakan suatu bagian dari kcakapan praktis, yang dapat membantu dalam memahami bagaimana alat-alat yang belum dikenal mengalami kerusakan, bagaimana menyusun istilah-istilah karya ilmiah.

Menurut Santrock (1998), untuk mampu berpikir secara kritis, anak harus mengambil peran aktif dalam proses belajar. Ini berarti bahwa anak-anak perlu mengembangkan berbagai proses berpikir aktif, seperti :

  • mendengarkan secara seksama
  • mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan
  • mengorganisasikan pemikiran-pemikiran mereka
  • memperhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan.
  • Melakukan deduksi
  • Membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang secara logika yang valid dan tidak valid.

Perkembangan Inteligensi (IQ)

Pengertian,

Secara umum, dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut:

  • Kemampuan meneyesuaikan diri dengan ligkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau mengahdapi situasi-situasi yang sangat beragam
  • Kemampuan untuk belajar atau kapasitas untuk menerima pendidikan
  • Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menggunakan konsep-konsep abstrak dan emnggunakan secara luaas symbol-simbol dan konsep-konsep (Phares, 1988).

Perkembangan kecerdasan emosional (EQ)

Pandangan lama mempercayai bahwa tingkat inteligensi (IQ) atau kecerdasan intelektual merupakan factor yang sangat menentukan dalam mencapai prestasi belajar atau dalam meraih kesuksesandalam hidup.Akan tetapi, menurut pandangan kontemporer, kesuksesan hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, melainkan juga kecerdasan emosional.

            Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama paikologi istilah “kecerdasan emosional” merupakan sebuah istilah yang relative baru, dari Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.

            Menurut Goleman (1995), kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

            Mengelola emosi , yaitu dengan menangani emosi sendiri agar berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir teakanan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola dan mengarahkan emosinya dengan baik.

Perkembangan Kecerdasan Spiritual (SQ)

            Spiritual Quotientatau kecerdasan spiritual (SQ) merupakan temuan mutakhir secara ilmiah yang pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual adalah “kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menematkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain” (Zohar dan Marshall, 2001), dan lebih dijelaskan lebih jauh lagi SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, bahkan SQ merupakan kecerdasan yang paling tinggi.

Menurut Yadi Purwanto (2003), ada dua hal yang dianggap penting oleh Zohar dan Marshall, yaitu aspek nilaidan maknasebagai unsur penting dari  SQ. hal ini terlihat dari beberapa ungkapan Zohar dan Marshall sendiri, diantaranya:

  • SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai
  • SQ adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya
  • SQ adalah kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
  • SQ adalah kecerdasan yang tidak hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, tetapi juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun