Perkembangan Psikolsosial
Beberapa aspek penting perkembangan psikososial yang terjadi pada masa awal anak-anak, diantaranya permainan, hubungan dengan orang lain, dan perkembangan awal
- Perkembang permainan Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa kanak-kanak . sebab, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya diluar rumah bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain. Permainan bagi anak-anak adalah suatu bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Hal ini adalah karena bagi anak-anak proses melakukan sesuatu lebih menarik daripada hasil yang akan didapatkannya (Schwartzman, 1978).
- Fungsi Permainan Hetheringan dan Parkeb (1979), menyebutkan tiga fungsi utama dari permainan, yaitu
- Fungsi Kognitif anak, melalui permainan, anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek di sekitarnya, dan belajar memecahkan masalah yang dihadapinya
- Fungsi sosial, permainan dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran. Anak belajar memahami orang lain dan juga belajar memahami karakter peran yang dimainkannya.
- Fungsi emosi permainan memungkinkan anak untuk memecahkan sebagian darimasalah emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin.
Perkembangan Hubungan dengan Orang Tua
Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan olehorang tua. Studi klasik tentang hubungan orang tua dan anak yang dilakukan oleh Diana Baumrind, 1972 (dalam Lerner & Hultsch, 1983) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak, yaitu otoritatif, otoriter, dan permisif.
Pengasuhan otoritatif adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra kuat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsive, menghargai dan menghormati pemikiran , perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan.
Pengasuhan otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan emnuntut anak utuk mengikuti perintah-perintah orang tua.
Pengasuhan permisif adalah gaya pengasuhan yang dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu : pertama,pengasuhan permissive-indulgentyaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Kedua, pengasuhan permissive-indifferentyaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, anak-anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan ini cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.
Perkembangan hubungan dengan teman sebaya
Teman sebaya sebagai sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkah laku (Hetherington & Parke, 1981), namun hal ini lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis (Lewis & Rosenblum, 1975).
Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting ialah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Perkembangan Gender
Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal anak-anak. Istilah gender dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap yang diassosiasikan dengan laki-laki atau permpuan. Kebanyakan anak menalami sekurang-kurangnya 3 tahap perkembangan gender (Shepherd-Look, 1982). Pertama,anak mengembangkan kepercayaan tentang identitas gender, yaitu rasa laki-laki atau perempuan. Kedua ,anak mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis kelamin aman yang mereka kehendaki. Ketiga,mereka memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan bahwa jenis kelamin seseorang ditentukan secara biologis, permanen, dan tak berubah-ubah.
Ketiga aspek gender tersebut berperan terhadap pengetahuan umum anak tentang peran gender yang diharapkan masyarakat. Pengetahuan ini sering disebut dengan peran jenis kelamin atau stereotip gender.
Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”.
Terdapat 8 jenis tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson.
Psikososial Tahap 1
Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).
Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
Psikososial Tahap 2
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia mau.
Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahan
Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas
Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.
Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas
Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi
Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal (misal pada keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia yang berusia sekitar 20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap ini juga terdapat salah satu tugas yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan diri guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generational dan otoritisme. Generational merupakan interaksi yang terjalin baik antara orang-orang dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang baik antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturan-aturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.
Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan
Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap yang sulit dilewati karena orang pada masa ini cenderung melakukan introspeksi diri. Mereka akan memikirkan kembali hal-hal yang telah terjadi pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Jika dalam masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam segala hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di masa senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami kegagalan maka akan timbul keputus asaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI