Aku memiliki langganan tempat untuk membeli burung-burung hias dan kalau membeli selalu diantar sampai ke rumah. Suatu ketika, pemilik kios kecil tersebut mengirim pesan lewat WhatsApp, memerlukan uang karena kebutuhan yang penting. Aku sebenarnya tidak memiliki cukup uang, tetapi karena dia benar-benar membutuhkan, aku memberinya pinjaman. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Â tahun-tahun pun berlalu tanpa kabar dari dia.
Lalu suatu hari, di bulan romadhan, aku mendengarkan ceramah di Masjid, Pak Ustadz mengatakan bahwa hutang harus diingatkan karena hal itu akan menyelamatkan orang yang punya utang di akhirat nanti. Namun, aku tetap tidak pernah memiliki ketegasan untuk mengingatkan apalagi menagih utang karena selalu menganggap bahwa orang yang belum membayar utang pastinya belum memiliki cukup uang, kalau mereka punya uang pasti mereka bayar tanpa harus diingatkan.
Akhirnya, karena terngiang selalu pesan pak ustadz, melalui pesan WhatsApp aku mencoba untuk mengingatkan dia dengan cara yang lebih halus. Aku menanyakan apakah ada burung yang menarik yang bisa ditawarkan pada ku. Alhamdulillah, dia menjawab dengan mengirimkan foto-foto koleksi burung yang dimilikinya beserta harganya. Kemudian, aku memesan burung seharga hutang yang dia miliki pada ku dan dia mengantarkan pesanan tersebut langsung ke rumah. Aku membayar burung tersebut sesuai dengan harga yang dia tawarkan.
Akhirnya, aku baru menyadari bahwa mungkin dia lupa akan hutang yang dia pinjam dari ku. Meskipun ingin mengingatkan dia kembali, tetapi rasanya aku masih tidak tega melakukannya. Kami sempat bercerita panjang lebar tentang burung, dia bercerita juga tentang ponselnya yang hilang sehingga lama tidak menawarkan burung lagi pada ku karena tidak memiliki nomor kontak, namun tidak sedikit pun kami menyinggung tentang utang piutang .
Setahun kemudian berlalu, pas dibulan romadhan dia mengirimkan pesan WhatsApp kepada ku, "Pak, ada burung bagus, apakah berminat?" Aku menjawab bahwa aku berminat, "Wah, bagus ya tetapi aku belum punya uang." Lalu dia mengatakan, "Baik Pak, jika minat segera kabarkan ya Pak." Beberapa minggu kemudian, dia menawarkan beberapa burung koleksinya yang baru lagi, namun aku tidak menjawab, bingung mau jawab apa dan bagaimana.
Tiba-tiba, saya teringat lagi akan pesan Pak Ustadz bahwa hutang harus diiingatkan. Aku mengirimkan pesan lewat WhatsApp kepada dia, "Mas, maaf, jika sudah memiliki kelapangan rizki, pinjaman yang dulu boleh dibayar, tapi kalau belum  tidak apa-apa, lain kali saja. Terima kasih." Dia menjawab, "Maaf Pak, belum ada uang." Oh ternyata selama ini, dia masih ingat akan hutang tersebut. "Pak, bagaimana kalau hutangnya saya bayar dengan burung?" lanjut pesannya kepada ku. Sebenarnya, dalam hati aku ingin mengambil deal tersebut, tetapi rasanya itu tidak adil. Kemudian, aku membalas pesannya, "Mas, burung itu modal usaha, nanti saja kalau ada rizki, boleh dibayar." Dia lalu menjawab, "Baik, Pak."
Beberapa menit kemudian, hati ku menjadi tidak nyaman karena sudah membuat orang tersebut memiliki beban pikiran. Lalu aku mengirim lagi pesan lewat WhatsApp "Mas, karena Mas sudah ingat, maka hutang tersebut saya anggap lunas." Dia langsung menjawab, "Baik, terima kasih pak." Aku ingat pesan Pak Ustadz bahwa kita wajib mengingatkan utang pada orang yang meminjam pada kita, tetapi Pak Ustadz tidak bilang harus sampai dikembalikan.
"Oh ya mas, mengenai burung yang ditawarkan ke saya, itu harganya berapa ?" tanyaku. Lalu dia menyebutkan harga sepasang burung yang kutanyakan. "Ok, saya transfer ya," lalu kukirim screenshoot bukti transfer atas pembelian tersebut. "Terima kasih Pak, segera saya kirim," jawabnya.
Aku merenungkan kembali tentang pertimbangan moral dalam situasi ini. Aku menyadari bahwa pada awalnya aku merasa tidak enak hati untuk mengingatkan utang, tetapi kemudian aku mengingat pesan dari pak ustadz bahwa mengingatkan akan utang adalah hal yang dianjurkan dalam Islam.
Namun, aku juga harus mempertimbangkan bahwa orang yang berhutang mungkin mengalami kesulitan keuangan yang tidak aku ketahui sehingga dia tidak bisa membayar utang pada saat itu. Sebagai teman meskipun teman dalam jual beli, aku juga harus memahami dan mendukung dia dalam situasi sulitnya.
Dalam hal ini, aku memutuskan untuk menyelesaikan utang dengan cara yang lebih halus dan membantu teman  mengurangi beban pikiran. Aku tidak ingin membuat teman ku merasa terbebani oleh hutang yang belum bisa dibayarnya.
Saat aku memutuskan untuk membeli burung dari teman ku, aku juga memperhatikan harga yang ditawarkan dan memastikan bahwa aku membayar sesuai dengan harga pasar. Aku tidak ingin memanfaatkan situasi utang untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Dalam situasi ini, aku belajar untuk menjadi lebih peka dan empati terhadap orang lain. Aku menyadari bahwa setiap orang memiliki situasi dan kebutuhan yang berbeda-beda, dan sebagai teman, kita harus saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam situasi sulit dan dalam hal ini aku sudah merasa senang karena berhasil melawan diriku sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H