Mohon tunggu...
Ali Eff Laman
Ali Eff Laman Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Lepas Bebas

Orang biasa yang dikelilingi orang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Peran Pemerintah dalam Penyediaan Hunian Layak (Eps 2)

1 Juli 2022   00:56 Diperbarui: 19 Juli 2022   17:02 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah layak huni (Dok. BP Tapera via KOMPAS.com)

Saat ini hanya setengah penduduk DKI (51%) ini yang punya properti sendiri (rumah/hunian vertikal). Penduduk yang tidak memiliki rumah tersebut terkonsentrasi pada 40% masyarakat termiskin.

Darurat hunian akan menjadi ancaman laten baik dari kepemilikan maupun kelayakan. Pertumbuhan penduduk dan tingginya urbanisasi membuat kebutuhan akan rumah di Ibu Kota tak terbendung. Jakarta akan selalu kekurangan unit hunian (backlog). 

Di sisi lain, penghitungan angka backlog di Jakarta saat ini baru berdasarkan jumlah rumah tangga ber-KTP Jakarta, belum termasuk jumlah pendatang yang tidak ber-KTP Jakarta tetapi tinggal di Jakarta. Ini menggambarkan, jumlah backlog populasi sebenarnya lebih besar lagi.

Tingginya harga hunian

Permasalahan backlog dijawab dengan penyediaan hunian yang dibangun oleh sektor swasta, dan sebagaimana layaknya watak dunia usaha tentu pembangunan oleh sektor swasta mengutamakan konsep komersialisasi.

Alih-alih mengurangi backlog, bangunan yang disediakan dengan yang harganya selangit akhirnya dimiliki oleh masyarakat berpunya untuk rumah kedua dan ketiga. Sehingga meskipun jumlah hunian bertambah signifikan, namun angka kepemilikan hunian cenderung tidak bertambah.

Pasar hunian yang tidak terjangkau bagi mayoritas kelas menengah ke bawah membuat mereka semakin tersingkir dengan mencari hunian di pinggiran Jakarta. Mereka menempuh waktu yang lebih lama dalam perjalanan, menambah kemacetan dan terbebani dengan biaya transportasi yang tinggi.

Kenaikan harga konstruksi kerap kali menjadi kambing hitam dianggap sebagai penyebab utama tingginya harga hunian. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk bangunan atau konstruksi, mengalami kenaikan sebesar 0,43% atau terjadi perubahan indeks dari 107,97 pada September 2021 menjadi 108,43 pada Oktober 2021 Oktober 2021. 

Kenaikan ini tentu saja berpengaruh pada kenaikan harga hunian, namun sebenarnya masih dapat diimbangi dengan kenaikan pendapatan meskipun dalam kejar kejaran antara peningkatan pendapatan dan peningkatan harga hunian, pendapatan tertinggal jauh di belakang.

Kenaikan harga konstruksi memang cukup mempengaruhi harga rumah, namun sebenarnya tidak separah pengaruh land limitation dan population growth. Ketersediaan tanah yang tak pernah bertambah sementara kebutuhan hunian terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Berlakulah mekanisme pasar, dikarenakan supply dan demand tidak seimbang maka terjadilah kenaikan harga properti dari tahun ke tahun dengan harga yang belum ada alat kontrolnya.

Persoalan selanjutnya jumlah penduduk yang terus bertambah. Kenaikan jumlah penduduk setiap saat tidak disertai dengan perluasan tanah maka berlaku hukum permintaan, semakin tinggi permintaan barang semakin tinggi harga barang. Faktor ini merupakan salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga properti dari tahun ke tahun terlebih di lokasi yang strategis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun