Mohon tunggu...
Ali Eff Laman
Ali Eff Laman Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Lepas Bebas

Orang biasa yang dikelilingi orang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Aku Perawat

20 April 2021   14:54 Diperbarui: 20 April 2021   16:06 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Masa orientasi sekolah yang tak akan pernah kami lupakan, Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) namanya, pada masa itu kami menyebutnya ”plonco.”  Kami diplonco oleh kakak tingkat ( senior) dengan berbagai tugas rumit dan aneh, yang belakangan aku tahu mengapa plonco ini harus dilakukan.

            Setiap siswa diberi “nama bagus” yang dipilih dari nama latin dan nama penyakit, kami harus menguasai nama yang diberikan, kami dipanggil dengan nama itu dan setiap itu pula kami harus menjelaskan apa maksud dari nama tersebut dan bahkan kami juga harus tahu nama bagus teman lainnya. Jadi kami sudah mulai belajar pengetahuan kesehatan sebelum kurikulum sekolah dimulai. Kami akan dibuat menangis jika tidak mampu menjelaskan apa yang ditanya para senior. Dalam perpeloncoan ini kemampuan belajar kami diuji.

            Tidak hanya itu,  kesalahan kecil yang kami lakukan kami harus pertanggungjawabkan dihadapan para senior, apalagi kesalahan besar. Kami digembleng untuk menghadapi cacian dan hinaan tanpa sebab. Kami dibuat menangis lalu kami yang diminta menyampaikan permohonan maaf. Ketika melihat hal lucu yang terjadi jangankan tertawa, tersenyumpun kami dapat hukuman. Kami diajarkan tidak boleh tersenyum melihat penderitaan orang lain. Kami diajarkan untuk sabar menghadapi kemarahan tanpa sebab.

            Seperti halnya kebanyakan orang   tetap ketakutan menonton film horror meskipun tahu hanya skenario yang diatur oleh sutradara. Seperti itu pula yang kami alami, kami tidak pernah berpikir perpeloncoan ini hanya skenario saja, apa yang kami alami benar-benar masuk ke dalam jiwa kami, kami begitu khawatir berbuat kesalahan meskipun kecil. Kami menyadari pentingnya untuk  belajar menguasai pengetahuan sebagai bekal pekerjaan kami. Kami terbiasa menghadapi kekesalan orang lain tanpa perlu membalasnya. Kami belajar menghadapi persoalan dengan komunikasi, kami tidak pernah diajarkan marah dengan fisik.

            Satu minggu OSPEK membuat kami tidak hanya mengenal kampus sebagai bangunan fisik, kami mengenal seluruh civitas kampus. Mulai dari keplala sekolah, guru, petugas administrasi sekolah, tak terkecuali petugas kebersihan, petugas keamanan bahkan ibu kantin yang berjualan di sekolah kami menjadi bagian yang wajib kami kenal, ini mengajarkan kami bahwa semua orang penting, kami bersosialisasi tanpa membeda-bedakan status sosial.

            Akhir masa OSPEK jangan heran jika peserta belajar berkurang jumlahnya, ada beberapa yang mengundurkan diri setelah mengikuti uji mental selama satu minggu dalam OSPEK. Kami mulai mengetahui gambaran apa yang akan dihadapi nanti sebagai seorang perawat,  tidak sanggup membayangkan apa yang akan dihadapi dalam masa-masa Pendidikan di SPK dan akhirnya ada yang memilih angkat kaki sebelum masa pendidikan dimulai.

 Masa Pendidikan

            Tahun pertama masa pendidikan  bagian dimana kami mulai sibuk dengan buku, materi-materi pendidikan yang sumbernya lebih banyak dari luar negeri, karena ilmu keperawatan lebih dahulu berkembang di sana, maka literasi pun berkiblat ke luar negeri. Dan mahalnya harga buku membatasi guru-guru kami untuk memiliki sumber bacaan asli. Bahan bacaan ringan kami dapat dari diktat yang disusun oleh guru-guru kami sendiri, materi sekolah hasil stensil dan fotocopy.

            Kami mempelajari mulai dari anatomi fisiology, farmakology, psikology, ilmu anak dan kebidanan serta kami juga belajar dalam laoratorium kimia dan tentu saja juga belajar  ilmu keperawatan dan praktik keperawatan. Tidak itu saja, kami juga belajar urusan kebersihan rumah tangga, mulai dari membersihkan kamar tidur sampai kamar mandi. Selama enam bulan pertama kami harus menguasai ilmu-ilmu yang diberikan dan jika tidak mampu mengikuti akan terkena sanksi, istilahnya “system gugur” bagi yang tidak sanggup maka tidak dapat melanjutkan pendidikan.

            Tahun kedua kami mulai mengikuti praktek klinik,  kami lebih banyak mempelajari praktek keperawatan di rumah sakit. Bekerja di rumah sakit layaknya karyawan rumah sakit. Kami ikut jadwal piket pagi sore dan malam hari,mengikuti peraturan tempat dimana kami mendapat tugas prektek klinik. Dalam setiap praktek kami diharuskan memenuhi target kompetensi, seperti injeksi, kateterisasi, pemasangan infus bahkan sampai pertolongan persalinan.

            Di lokasi praktek klinik inilah kami baru menyadari manfaat dari apa yang kami alami selama pendidikan. Dalam praktek kerja kami harus terbiasa tidak tidur sepanjang malam karena harus mengganti popok bayi dan memberinya susu formula. Di tempat ini lah kami menghadapi kemarahan pasien yang kadang tanpa sebab yang jelas. Di tempat inilah kami mengalami kemarahan dokter yang katanya rekan sejawat, kesalahan kecil bisa membuat stetoskop dan korentang melayang di atas kepala kami. Makian dan umpatan jadi makanan sehari-hari meskipun kami sudah berusaha melebarkan senyuman seikhlas mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun