Pria ini dari kejauhan mematung berdiri wajahnya berputar ke kiri kanan, mungkin bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tangannya masih memegang sebuah kartu berwarna hitam, yang sesekali diacungkannya ke atas. Aku berjalan melewati mobil mobil yang jumlah nya sekitar bdelapan buah yang menurutku semuanya tergolong mewah dan terlihat masih baru mulus catnya, merah menyala, hitam, putih, beberapa mobil eropa keluaran terbaru. Mungkin harganya dua atau bahkan lima kali dari harga mobilku. Sebentar lagi aku sampai ke posisi diman pemuda ini berdiri, dia terlihat memandang harap kepadaku.
      "Pak..eee...anu..." Dia terlihat ingin menyampaikan sesuatu, tapi kuhentikan dengan langusung menyuruhnya segera kembali ke mobilnya. Aku sudah tahu apa permasalahannya sebelum diceritakan. Dia terlihat ragu dan masih berusaha ingin menjelaskan. Telapak tanganku kubuka sekali lagi memberi kode agar dia segera masuk ke mobil. Pria ini akhirnya menuju ke mobilnya.
      Aku mempercepat Langkah kaki menuju mesin palang toll, tak tahan juga mendengar suara klakson yang kemudian muncul lagi dari barisan paling belakang. Di bagian depan mesin berbentuk kotak ini terdapat plat metal tempat sensor pembaca kartu e-toll, kutempelkan kartu yang kubawa. Palang tol naik, display tarif tol menunjukan biaya tol Rp.22.000,- dan sisa saldo Rp.22.000,-. Pemuda tadi seperti menyodorkan sesuatu ke arahku, tapi sekali lagi telapak tanganku kubuka ke arahnya, memberi kode untuk segara maju. Tak henti henti dia mengucapkan terima kasih merasa terbebas dari masalah. "Bruuuuum" dia melaju perlahan menghilang dari pandangan ku, dan pandangan orang-orang di belakangnya.
      Kini giliran mobilku berada di depan palang pintu toll, kutempelkan kartu e-toll pada mesin berbentuk kotak yang berada persis di samping kaca jendela mobilku. Aku berucap dalam hati, " Bismillahirohmanirohim." Menunggu detik-detik mesin itu membaca kartu e-toll ku. Beberapa detik kemudian muncul di layar display palang pintu RP.22.000,- sisa saldo Rp.0.Palang toll pun terbuka. "Alhamdulillah, cukup," ucapku dalam hati.
      Akupun memacu kencang mobilku mengejar waktu. Tak jauh dari pintu toll tadi ada sebuah mobil berhenti di pinggir toll, dia membuka kaca jendelanya memberi tanda agar aku berhenti. Oh..aku mengenali, itu mobil tadi yang kubantu meminjamkan kartu e-toll. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, aku tidak mengikuti keinginannya untuk berhenti. Aku mengurangi kecepatan dan melambaikan tangan lalu mengacungkan jempol saja, dan diapun membalas dengan memberi jempol pula.
      Aku mengamati dari kaca spion mobilku, dia masih melihatku dari kejauhan. "Sudah pak..,. jangan khawatir masih ada kok orang yang peduli dengan orang lain, semoga bapak melakukan apa yang juga aku lakukan, jangan mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain,"ucapku dalam hati.
      Teringat beberapa hari lalu ketika aku kehabisan saldo e_toll ada seorang anak muda perlente dengan mobil mahalnya telah membantuku dengan "menjual" saldonya Rp.7.500 dengan uang lusuh Rp.50.000,- lembaran terakhir dari dompetku. Karena dia bilang tidak ada uang kembalian, dengan terpaksa ku ikhlaskan, dalam keadaan darurat kupikir dia sudah cukup membantu. Sesuatu yang sebenarnya ironis, ketika aku  sebagai orang yang ditolong, tapi dia yang akhirnya mengucapkan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H