Aku mengajaknya ke halaman depan rumah, di taman, kami duduk di ayunan besi, tempat dimana aku dan dia sering bercerita bersama, Biasanya aku mendengarkan keluhannya yang katanya dia sering dipanggil "gendut" oleh temannya.
"Faiz gak terlalu gendut kok, faiz jalannya cepat dan rajin, itu tandanya faiz sehat," kataku padanya.
Wajahnya seketika cerah setiap kali mendengar penjelasanku, walau besok dia ngeluh lagi.
Hari ini aku harus menyusun kata untuk menolak permintaannya untuk dibelikan ponsel.Â
" Faiz tadi sudah mengerjakan macam-macam, membantu kerjaan abi ya ?" tanyaku. "Iya, Faiz dibelikan enpon kan ?" katanya sambil tersenyum. "Alhamdulillah, Faiz nih kerjanya ikhlas ya, gak minta apa-apa biarpun sudah membantu," lanjutku memujinya.
"Faiz dapat pahala lho sudah bantuin kerja,keren banget deh," kataku sambil memberinya tanda jempol, mengalihkan pertanyaannya.Â
"Iya, tapi beliin enpon," pintanya lagi.
"Knapa Faiz pingin punya hape ?" tanyaku padanya. "Buat belajar sama main game," jawabnya cepat. "Oh belajar dan main game," kataku mengulangnya.
"Biasanya kalau belajar, sama main game pinjam hape siapa ?" tanyaku lagi. "Pinjem enpon abi, umi dan mbak, " jawabnya.Â
"Faiz pinter belajarnya ya kata bu guru, katanya faiz paling cepat ngumpulin tugas ?" kataku memujinya.
"Iya, tapi Faiz mau punya enpon." Dia mulai merengek.Â