Mohon tunggu...
Ali Eff Laman
Ali Eff Laman Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Lepas Bebas

Orang biasa yang dikelilingi orang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Jika Dokter Masih Merasa Bukan Tenaga Kesehatan diMasa Pandemi Covid19"

12 November 2020   13:19 Diperbarui: 1 Maret 2022   09:41 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: unsplash/@unitednations

Wabah covid 19 yang melanda dunia tidak hanya membuat panik dunia kesehatan tetapi juga banyak sektor.

Akhirnya secara tidak langsung membuktikan bahwa hanya satu masalah kesehatan saja bisa membuat kecemasan banyak pihak, mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik serta bisa saja berdampak pada bidang pertahanan dan keamanan.

Hal tersebut akan, sedang dan terus akan dialami negeri ini jika tidak dilakukan pembenahan, termasuk pembenahan masalah yang dianggap kecil.

Wabah covid yang menyerang menimbulkan rasa kecemasan. Orang2 tidak lagi leluasa beraktivitas bersama bahkan pertemuan antara keluarga terbatasi. 

Pada akhirnya tidak hanya hubungan sosial yang merenggang melainkan berpengaruh pada aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup. Kurangnya aktivitas transportasi, pariwisata dan perdagangan membuat makin melemahnya sektor perekonomian. 

Orang-orang tidak hanya mengalami penurunan daya beli namun juga mengalihkan perioritas belanja, dari belanja konsumtif ke belanja produk kesehatan.

Sektor kesehatan awalnya menjadi satu-satunya harapan, tapi akhirnya keterbatasan mulai terlihat.

Kemampuan tenaga serta pendanaan yang terbatas ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran masyarakat membuat pahlawan-pahlawan yang disebut sebagai garda depan mulai tampak melemah. 

Satu dua orang pelaku kesehatan mulai menunjukan kegelisahannya (baca : mengeluh). Di sisi lain masyarakat tidak mungkin bisa mengikuti seruan "Di rumah saja." Masyarakat pun ikut gelisah memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup. Pemerintah akhirnya menyadari akan ancaman yang tidak kalah mencemaskan dibanding masalah kesehatan itu sendiri, resesi ekonomi.

Kegelisahan pelaku kesehatan makin memuncak ketika makin banyak korban dikalangan tenaga pelayanan kesehatan langsung,  mulai mengeluhkan kebutuhan akan Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak memadai  ditambah lagi dengan kebijakan-kebijakan yang berubah- ubah dan tidak jelas kemana arahnya. Bukan karena wabah ini merupakan penyakit baru yang menyebabkan kegaduhannya, melainkan tarik ulur antara urusan kesehatan dan urusan ekonomi. 

Dari sisi kesehatan, lockdown merupakan salah satu pilihan  tepat untuk segera menuntaskan masalah covid19, namun dari sisi ekonomi ini merupkan pertarungan yang tidak bisa dianggap enteng, hingga  keputusan yang dipilih adalah "kebijakan tengah," atau setidaknya dianggap paling aman.

Di sisi lain terjadi persoalan internal di bidang kesehatan, pendapat para ahli yang merasa paling ahli, tidak saling sinergi dengan pendapat ahli lainnya. 

Pertunjukan keahlian kesehatan berdasarkan mazhab akademik. Bahkan pada awal awal munculnya kasus covid, pejabat tinggi dalam urusan kesehatan justru mengeluarkan komentar kontroversi dengan kebijakan organisasi kesehatan dunia. 

Tidak itu saja, di berbagai media muncul berbagai ahli yang menyampaikan "opininya' atas nama ilmu kesehatan, dan pada akhirnya masyarakat awam pun ikut ikutan menunjukan keahlian ilmu cocoklogi pemahaman tentang Covid 19 dengan versinya sendiri, mulai dari cara pencegahan sampai cara pengobatan yang tidak masuk akal.

Banyak pihak mulai memperhatikan dunia kesehatan, mulai dari istilah istilah kesehatan sampai dengan pelaku dalam bidang kesehatan. Masyarakat awam baru mendengar istilah karantina, lockdown, isolasi, droplet, airborn, herd-imunnity, PDP,ODP,OTG, pandemic, virology, epidemiology. 

Sebagian memperdalam pemahamannya dengan mencari dari berbagai sumber yang terpercaya, sebagian lain menambah pengetahuannya dengan informasi hoaks yang terus menerus muncul di berbagai media, sebagian lagi hanya menerka-nerka dan ujungnya mendapat pemahaman yang keliru.

Yang tak kalah mengkhawatirkan, media masa yang seharusnya menjadi tumpuan harapan yang seharusnya memiliki watak cerdas dalam memilah dan menyampaikan informasi justru ikut terlibat dalam penyesatan informasi, mulai dari mengambil kutipan kebijakan-kebijakan yang kurang tepat sampai dengan mewawancarai narasumber yang tidak berkompeten dibidangnya.

Di sisi lain para ahli yang merasa paling ahli sedang mencari panggung untuk berdiri, gayung bersambut. Tetapi tentu tidak dapat sepenuhnya menyalahkan media masa, karena media masapun juga menjadi korban dari ketidakkonsistenan di bidang kesehatan sendiri, terutama masalah pembagian peran tenaga kesehatan (baca :pelaku kesehatan).

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Tenaga Kesehatan atau Tenaga Medis?

Sampai saat tulisan ini dipublikasikan, penulis masih mendengar penggunaan istilah "Tenaga kesehatan, tenaga medis, tenaga kesehatan dan medis," dari sebuah radio swasta yang sangat terkenal dengan informasi berita aktual. Sebuah contoh penggunaan istilah yang terkesan tidak konsisten, baik dari para penyiarnya maupun dari pendengar radio yang memberikan komentar dalam suatu acara.

Dari pemahaman yang penulis tangkap, penyiar bermaksud menyampaikan tentang "semua pihak" yang terlibat dalam urusan kesehatan tetapi yang digunakan adalah "tenaga medis" (dokter dan dokter gigi?). Pada lain kesempatan penyiar menyebutkan "Tenaga kesehatan" dikesempatan lain menggunkan istilah "tenaga kesehatan dan tenaga medis."

Dalam UU 36/2014 disebutkan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 

Saat penulis membuat tulisan ini, Undang Undang 36/2014 tersebut masih berlaku, dalam undang undang tersebut juga menjabarkan jenis-jenis tenaga kesehatan (pasal 11). 

Artinya jika penyiar bermaksud menyebutkan semua jenis pelaku kesehatan maka pilihan yang lebih mendekati adalah "tenaga kesehatan."Jika bermaskud hanya menyebut dokter dan dokter gigi maka pilihannya adalah "tenaga medis."

Sesuai dengan peraturan perundangan, tenaga medis sebenarnya masuk dalam tenaga kesehatan, setidaknya sebelum keluarnya putusan Mahkamah konstitusi 82/2015. 

Pada bagian pertimbangan Putusan MK 82/2015, dokter dan dokter gigi merupakan profesi yang mempunyai kedudukan khusus terkait dengan tubuh dan nyawa manusia, sehingga secara mandiri dokter dan dokter gigi dapat melakukan intervensi medis teknis dan intervensi bedah tubuh manusia yang tidak dimiliki jenis tenaga kesehatan lainnya yang dilakukan secara mandiri.

Masih dalam keputusan MK, bahwa Tenaga medis adalah tenaga profesional yang berbeda dengan tenaga vokasi yang sifat pekerjaannya adalah pendelegasian wewenang dari tenaga medis (hal. 217 dan 218).

Lebih lanjut, karena sifat dan hakikat yang berbeda antara tenaga medis dengan tenaga profesi dan vokasi kesehatan lainnya maka pengaturan substansi profesi kedokteran tidak dapat digabungkan atau disamaratakan dengan profesi lain. Kepastian hukum bagi tenaga medis harus dapat memajukan dan menjamin pelayanan medik yang berbeda dengan tenaga kesehatan lainnya (hal. 219).

Masih dalam putusan MK, pada bagian amar Putusan MK 82/2015 dinyatakan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU 36/2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 221).

Apakah ini artinya, bahwa tenaga medis tidak lagi digolongkan sebagai tenaga kesehatan? Ah...Jangan membuat bingung!! Ini pula yang menyebabkan masyarakat awam termasuk awak media juga ikutan bingung. 

Mungkin saat ini bukan hal penting yang harus diperdebatkan dan dibahas secara mendalam apakah tenaga kesehatan atau bukan, mungkin ini tergolong masalah kecil terutama dalam masa pandemi Covid19 yang tentu saja memerlukan kolaborasi banyak pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, baik tenaga kesehatan maupun bukan tenaga kesehatan demi terlaksananya upaya peningkatan status kesehatan masyarakat.

Kolaborasi Upaya Kesehatan     

Upaya  kesehatan  adalah  setiap  kegiatan  dan/atau serangkaian  kegiatan  yang  dilakukan  secara  terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan  derajat  kesehatan  masyarakat  dalam bentuk  pencegahan  penyakit,  peningkatan  kesehatan, pengobatan  penyakit,  dan  pemulihan  kesehatan  oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

Ada dua poin penting terkait dengan upaya kesehatan.

Pertama, pengelompokan yang jelas terhadap upaya yang dilakukan: pencegahan, peningkatan, dan pemulihan kesehatan. Kedua, upaya ini harus dilakukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Pengelompokan upaya ini tentu saja memudahkan dalam hal pembagian "peran dominan" antar pelaku kesehatan

Dalam perspektif lain upaya kesehatan dikelompokan dalam dua bagian, Upaya Kesehatan Perorangan (personal) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (public) dan tentu saja pengelompokan ini juga mempermudah "focusing" peran dan tanggungjawab pelaku kesehatan.

Upaya kesehatan perorangan merupakan upya mengatasi masalah kesehatan yang klinis dan bersifat pribadi. Jadi lebih bersifat personal (orang ke orang), contoh pelayanan kesehatan ini  termasuk di dalamnya kelompok pelayanan pengobatan penyakit (medical services) ditandai dengan cara perorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

Sedangkan Upaya kesehatan masyarakat lebih terfokus untuk menangani masalah kesehatan yg mewabah di masyarakat dan bersifat umum (orang ke masyarakat). 

Contoh domainnya, kesehatan masyarakat misalnya kasus gizi buruk yang banyak dialami oleh masyarakat dengan ekonomi rendah, kasus wabah penyakit menular di masyarakat, pola penyebaran penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan, beserta faktor-faktor yang dapat memengaruhi. Untuk yang terakhir ini merupakan domainnya Epidemiology.

Akhir-akhir ini dengan maraknya covid19, pemerintah, maupun kelompok masyarakat gencar melakukan sosialisasi berupa seminar-seminar, diskusi terutama di media elektronik termasuk radio dan televisi. 

Berbagai topik hangat dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, akan lebih baik jika ahli yang membahas persoalan sesuai dengan keahliannya dibidang kesehatan masyarakat. Sehingga paradigma kesehatan yang seharusnya berorientasi preventif, promotive,kuratif dan rehabilitatif tidak kehilangan penekanannya.

Jangan terlalu membebani ahli klinis pengobatan personal untuk menjawab  persoalan kebijakan program kesehatan masyarakat.

Ini bukan sedang melakukan konsultasi penyakit perorangan, pendekatan yang seharusnya aktif partisifatif mengajak peran serta masyarakat, menciptakan kemandirian dan partisipasi, tidak mendiskripsikan kerumitan, ketakutan serta tidak mengajarkan ketergantungan masyarakat menunggu pertolongan.

Lalu apa peran pemerintah? Pemerintah merupakan entitas yang memegang remote control, seharusnya mampu mengaplikasikan konsep Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat, paradigma preventif, promotive, kuratif dan rehabilitatif  dalam bentuk kebijakan dan aturan yang jelas. Penempatan pelaku kesehatan harus disesuaikan dengan bidang keahliannya. 

Menempatkan dan memanfaatkan tenaga ahli klinis, ahli administrative, praktisi, akademisi sesuai dengan bidangnya merupakan cikal bakal untuk dimulainya kolaborasi bisa berjalan dengan baik antar pelaku kesehatan. Baik itu tenaga kesehatan maupun bukan tenaga kesehatan.

 

M. Ali Eff Laman
Penulis Novel Birokrasi Setengah Hati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun