Hal senada juga dimuat juga dalam Article 19 ICCPR, yang kemudian ditegaskan lagi dalam Article 26 yang menentukan asas larangan diskriminasi (non-discrimination principle) dalam bentuk apa pun, termasuk pandagangan politik dan lainnya.
"All persons are equal before the law and are entitled without any discrimination to the equal protection of the law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee to all persons equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status".
Selain itu, dalam perkembangan selanjutnya mengenai hak-hak manusia yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1966 telah menghasilkan kovenan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang dikenal dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1991, di mana 92 (sembilan puluh dua) negara dari 160 (seratus enam puluh) negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi negara anggota.
Memang benar di dalam Pasal 28 J ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat ketentuan dimungkinkannya pembatasan hak dan kebebasan seseorang dengan undang-undang, tetapi pembatasan terhadap hak-hak tersebut haruslah di dasarkan atas alasan-alasan yang kuat, masuk akal dan proporsional serta tidak berkelebihan. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dengan maksud "semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".
Pelarangan terhadap Tapol untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten/Kota jelas mengandung nuansa hukuman politik kepada kelompok sebagaimana dimaksud. Sebagai negara hukum, setiap pelarangan yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka terdapat alasan hukum kuat bahwa seorang Tapol tidak boleh dilarang hak hukumnya untuk mengikuti pesta demokrasi agar dapat dipilh menjadi Anggota DPR, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota, yang mana alasan hukum tersebut telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H