Mohon tunggu...
Pengabdian Penuh
Pengabdian Penuh Mohon Tunggu... Administrasi - Publikser

Publikser

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Jawa untuk Papua, Inilah Kisah Guru Asal Tegal

26 November 2019   23:23 Diperbarui: 26 November 2019   23:50 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot video di laman facebook Guru Lukman Karsito

Pendidikan sangatlah penting bagi seluruh insan kehidupan melalui pendidikanlah kehidupan seorang kedepan ditentukan. Majunya sebuah negeri didasari dengan masyarakat yang pintar dan sehat, tetapi amatlah disayangkan masih banyak daerah-daerah tertinggal yang belum merasakan kehadiran sekolah yang layak, ditambah lagi kurangnya guru berkualitas dalam mengajar di sekolah.

Guru Lukman bercerita dalam facebooknya, "Kami tidak punya gedung sekolah, yang kami gunakan untuk belajar mengajar adalah balai kampung (balai desa). Awal saya datang kondisinya sangat sangat sangat memperihatinkan, atap rusak parah, bangku banyak yang rusak, papan tulis rusak terbelah jadi dua. Dengan kedatangan saya dan rekan (Kanisius Usfinit), masyarakat berbondong-bondong gotong-royong memperbaiki semuanya termasuk atap yang rusak jadi rapi (tidak bolong-bolong), tapi di tengah-tengah atapnya masih terbuka jadi kalau hujan saya bisa minum langsung air yang menetes dari langit. Mumpung hujan saya pun ikut menangis, supaya tidak kelihatan menangis. Hehehe"

Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Mappi yang bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) fokus kepada pendidikan dengan mengirimkan guru-guru strata 1 jurusan keguruan, salah satunya adalah Lukman Karsito, Lukman adalah guru lulusan Universitas Pancasakti Tegal tahun 2017, jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan tinggal di Desa Pedeslohor, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah.

Walaupun guru mata pelajaran, akan tetapi ia mau mengajar dan melayani anak-anak Sekolah Dasar Negeri Amajaman, Kampung Masin, Distrik Obaa, Kabupaten Mappi, Provinsi Papua. Tidaklah mudah mengajar di Pedalaman Papua, faktor bahasa dan daya tangkap anak yang lemah membuat guru harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjelaskan pelajaran yang di ajarkan.

"Cangkul berbunyi ku cangkul ilmu, sebelum masuk ke kelas kami biasakan mereka untuk berbaris, yel-yel, berdoa dan menyalami Guru dengan mencium tangannya sebagai bentuk penghormatan kepada orangtua supaya mereka terbiasa sebelum berangkat dan setelah pulang dari sekolah selalu berpamitan dengan orang tuanya. 

Ruang kelas kami seperti ini, lantainya berdebu. Karena memang lantainya masih tanah, berangkatnya bersih pulangnya kotor, sepatu dan celana penuh dengan debu. Kalau anak-anakku yaa pasti lebih parah sudah tidak pakai sandal / sepatu, dari kaki sampai celana mereka itu pasti penuh dengan debu.

Yang lebih miris itu ketika buku jatuh ke lantai, buku yang warna putih langsung menjadi coklat. Apalagi ketika tangan mereka kotor kena debu langsung lap ke seragam putih, huftttt (saya sih tidak pernah marah, malah saya selalu senyum sambil berbisik "jangan lap di baju, bersihkan di kamar mandi sa").

Seragam mereka sudah lusuh ditambah suka lap sembarang, ya sudah beginilah jadinya. Oh ya, mereka yang tidak pakai seragam itu memang karena mereka tidak punya, yang punya seragam pun berhari-hari mereka pakai lalu dicuci ketika hari minggu saat sekolah libur.

Melihat mereka saya selalu menangis dalam hati, seragamnya lusuh, kucel, robek, penuh dengan jahitan. Tapi jangan liat seragamnya, tapi lihatlah semangatnya. Semangat untuk mencangkul ilmu yang harus kita apresiasi, datang dengan kondisi lapar, datang dengan seragam kucel dan lusuh, datang dengan senyuman manis dan mereka berkata "selamat pagi Pak Guruuuu".

Di situlah hatiku merasa gembira dan senang, disitulah letak kebahagiaanku. Dari senyuman dan langkah kaki mereka membuatku menjadi semangat untuk berbagi ilmu". Imbuhnya di laman facebooknya.

Tidak hanya pendidikan yang berkualitas, kegiatan belajar mengajar juga diimbangi dengan gizi dan penanaman nilai karakter yang baik. Diharapkan anak-anak di pedalaman dapat meningkat dalam kecerdasan dan mengembangkan potensi diri mereka menjadi generasi yang lebih baik, yang akan memajukan bangsa Indonesia, khususnya daerah-daerah dimana mereka berasal.

"Saya berharap dengan kehadiran saya disini bisa menjadi berkah bagi anak-anak kampung masin jadi generasi masa depan bangsa yang lebih baik dan mewujudkan cita-cita mereka",  tutur Lukman saat dihubungi melalui telepon.

"Kebanyakan anak-anak ketika datang ke sekolah dalam keadaan lapar, saat ditanya jawaban mereka tidak sarapan. Bagaimana mau menerima pelajaran dengan baik, jika kondisi badan kelaparan pasti akan merasakan lemas dan tidak fokus dalam menerima pelajaran. Makanya saya sering memberikan izin anak-anak yang lapar untuk pulang lalu makan dan kembali ke sekolah. Kalau tidak kembali ke sekolah Pak Guru akan marah", imbuhnya.

Di laman facebooknya guru Lukman bercerita, "Cangkul berbunyi ku cangkul ilmu, langkah kaki mereka adalah perubahan. Walaupun dengan rasa lapar mereka dengan gagah, yakin, dan penuh semangat melangkah kakinya untuk mencangkul lebih dalam supaya mendapatkan ilmu yang lebih banyak. Oh ya, jadi kebiasaan anak-anak disini itu ketika mau sekolah mereka itu tidak sarapan terlebih dahulu, jadi kalau sudah 1 atau 2 jam pembelajaran ada anak-anak yang masih kecil yang duduk di kelas 1 dan 2 suka izin untuk sarapan, dan datang kembali dengan membawa sagu bakar di kelas. Saat sudah di kelas banyak temannya yang minta, dan disitulah anak yang bawa sagu bakar menangis karena sagunya habis terbagi dan belum terasa kenyang".

Melalui pendidikan yang bermutu dan gizi yang baik kita berharap anak-anak ini mampu meraih cita-cita sebagai generasi bintang yang cemerlang dan memberi dampak yang baik bagi daerah mereka yang dahulu tertinggal. Ini adalah mimpi kita bersama, mari kita wujudkan ini dan selamatkan generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun