Di Muhammdiyah, secara kultural, tampaknya juga muncul. Di beberapa tarekat juga ada "pelanjut tunggal", di sebuah lembaga pendidikan juga ada "pewaris sah", dalam sebuah cabang ilmu juga kita jumpai "ilmu asli" yang tidak terkontaminasi, dan sebagainya.
Bahkan dalam sepakbola, juga ada eyel-eyelan soal gaya asli tiki-taka, cattenaccio murni, hit and run ortodoks, dan sebagainya. Di manakah letak awal mula masalahnya klaim-klaim ini? Semua menjadi problem apabila dibeturkan antara yang lama dan baru, yang asli dan imitasi, yang orisinil dan hasil kreasi. Mungkin, demikian.
WAllahu A'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H