Mohon tunggu...
Mudy
Mudy Mohon Tunggu... -

Rakyat kecil tinggal di Jakarta, pensiunan swasta, Pancasilais, republiken, ultra-nasionalis. Anti NeoLib-ASEAN-C, anti religio-fascist, anti rezim-status-quo-koruptor. https://mudy45.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money

AEC 2015: Bukan Belum Siap, Tapi Merugikan

6 Mei 2013   23:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:59 2168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

8. Krisis ekonomi dapat diakibatkan oleh krisis politik. Banyak negara ASEAN berpotensi mengalami krisis politik yang dapat menyeret Indonesia, dengan tingkat keparahan:


  • Laos: transisi dari junta militer ke demokrasi.
  • Myanmar: transisi dari junta militer ke demokrasi. Junta militer Myanmar memperlihatkan niatan untuk melakukan transisi ke demokrasi dalam waktu dekat. Krisis dapat terjadi dalam proses tersebut, sekalipun kelompok prodem Myanmar memiliki modal kuat dengan adanya figur Aung San Su Kyi.
  • Timor Leste: pertarungan antar faksi. Pada dasarnya Timor Leste dikuasai oleh kelompok-kelompok yang saling bersaing. Pertarungan antar faksi sudah pernah dan masih dapat terjadi. Sepanjang Timor Leste diluar ASEAN, Indonesia tidak akan terpengaruh dengan kondisi Timor Leste, namun setelah Timor Leste bergabung dengan ASEAN, pertarungan antar faksi disana akan dapat mempengaruhi ekonomi Indonesia.
  • Kamboja: pertarungan antar faksi atau transisi ke demokrasi. Hal yang serupa dengan diatas, walaupun Kamboja jauh lebih stabil. Namun pada satu titik akan ada transisi ke demokrasi yang belum dapat kita ketahui dampaknya, mengingat Kamboja memiliki sejarah kekerasan yang cukup sulit dilupakan.
  • Vietnam: transisi ke demokrasi. Secara ekonomi, Vietnam akan segera melampaui Indonesia, namun proses transisi ke demokrasi akan berpotensi menimbulkan krisis.
  • Malaysia: transisi dari konstitusi rasis ke demokrasi/Islam. Malaysia pada dasarnya adalah negara rasis Melayu, dimana etnis China dan India dipandang sebagai etnis kelas dua, dan etnis Kalimantan sebagai etnis kelas tiga. Perkembangan oposisi secara pasti akan membawa Malaysia menjadi negara demokrasi, atau menjadi negara Islam (yang meninggalkan rasisme). Proses transisi sulit untuk di prediksi, namun dapat menyeret ASEAN dalam krisis.
  • Singapura: transisi ke demokrasi. Sekalipun modern dan kaya, Singapura masih tergolong sebagai rezim absolut yang tidak demokratis. Kondisi ekonomi yang baik mempertahankan rezim, namun pada kondisi ekonomi yang sulit dapat mendorong transisi demokratisasi. Transisi ke demokrasi tersebut dapat membawa pergolakan yang sulit di prediksi saat ini.
  • Thailand: transisi ke demokrasi. Proses transisi Thailand ke demokrasi dimulai bersama dengan Indonesia pada 1998, namun di Thailand masih belum sepenuhnya tuntas.

Di ASEAN, hanya Filipina dan Indonesia yang telah sukses bertransformasi menjadi negara demokrasi, dengan potensi krisis politik yang jauh lebih rendah. Bukan berarti krisis tidak bisa terjadi, hanya resikonya yang lebih kecil.

Penyatuan ASEAN merugikan Indonesia.

9. Krisis dapat pula terjadi akibat masalah separatisme dan perselisihan etnis. Tanpa AEC 2015, masalah etnis dan separatisme tidak akan mempengaruhi ekonomi negara lain. Dengan AEC 2015, masalah di satu negara akan dengan mudah merembet ke negara lain. Akibatnya potensi konflik internal di negara-negara ASEAN akan menjadi potensi krisis bersama.

10. Perlunya mempersiapkan dana talangan untuk negara-negara ASEAN menghabiskan uang pajak rakyat Indonesia, yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan daerah-daerah, bukan untuk negara-negara ASEAN. Ini merugikan rakyat Nusantara.

Kerjasama ASEAN berfokus meningkatkan infrastruktur di negara-negara tertinggal, memaksa Indonesia mengalokasikan uang pajak rakyat Indonesia untuk membangun negara-negara lain yang bukan Indonesia, atau bahkan yang sudah keluar dari Indonesia. Hal ini tentu saja sangat merugikan bagi rakyat Indonesia.

11. Kerjasama AEC 2015 dan AC 2020 TIDAK TERBATAS pada kerjasama ekonomi, melainkan membentuk sebuah NEGARA baru, dengan bahasa persatuan Bahasa Inggris, lagu kebangsaan, dan bendera sendiri. AFTA 2010 adalah langkah menuju AEC 2015, dan AEC 2015 adalah langkah menuju AC 2020. Bangsa baru AC ini TIDAK KOMPATIBEL dengan Indonesia. AC memangsa NKRI, dan berpotensi menghancurkan Indonesia.

AC memiliki nilai-nilai yang berbeda dibanding Indonesia.

12. Seluruh kerjasama ASEAN, baik AFTA 2010, AEC 2015, maupun AC 2020 yang merugikan Indonesia disusun oleh para elit aristokrat ASEAN dengan diam-diam, dan di ratifikasi secara diam-diam, tanpa bertanya pada rakyat Indonesia. Sebagian besar rakyat Indonesia tidak mengetahui bahwa beberapa aspek kedaulatan ekonominya telah diserahkan kepada ASEAN, dan tidak mengetahui dampak dari AC yang sangat merugikan rakyat Indonesia.

Jadi kalau dikatakan Indonesia belum siap untuk AEC 2015, saya kurang sepakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun