Dengan reformasi 1998, pola pembangunan terpusat mulai berkurang. Pembangunan semakin terdistribusi ke daerah. Kabupaten menjadi pusat pembangunan. Namun kebijakan pemerintah mendorong kemajuan ekonomi masih sangat kurang. Masing-masing rakyat dan daerah harus berjuang sendiri. Tidak ada upaya sistematis yang nyata untuk memajukan perekonomian wilayah nusantara selain pencitraan. Hal ini dikenal sebagai pemerintah auto pilot.Â
Dalam kondisi tersebut, bergabungnya Indonesia kedalam ASEAN-C hanya akan menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi Negara-negara Bagian ASEAN-C yang maju seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia. Industri dan usaha Indonesia akan kalah bersaing dibandingkan negara-negara tersebut, yang secara sistematis mempersiapkan rakyatnya memasuki era pasar bebas.Â
Negara-negara tersebut memiliki infrastruktur baik, birokrasi mendukung usaha, pemerintahan pusat dan daerah yang efisien, kebijakan pengembangan ekonomi yang rapih, serta program edukasi dan pemberdayaan yang sangat efektif karena jumlah rakyatnya jauh lebih sedikit.Â
Indonesia pada prinsipnya adalah perekonomian calo raksasa. Dimana mayoritas komponen produksi bangsa berfungsi sebagai calo untuk memakmurkan bangsa lain.
- Produktifitas rakyat paling miskin dihabiskan membeli ponsel, elektronik, dan komputer yang pada dasarnya mengirimkan seluruh hasil produktifitas tersebut ke luar negeri.
- Rakyat menengah kebawah mencicil motor setiap 3 tahun, seluruh hasil produktifitasnya dikirim ke negara lain.
- Rakyat menengah mencicil mobil setiap 4 tahun, seluruh hasil produktifitasnya dikirim ke negara lain.
- Rakyat menengah atas mencicil mobil mewah setiap 4 tahun, seluruh hasil produktifitasnya dikirim ke negara lain.
- Hanya kalangan atas yang setelah membeli mobil mewah, masih memiliki sisa penghasilan untuk di tabung. Namun bagi yang cukup kaya, tabungan tersebut segera dikirim ke luar negeri.
Industri kita sangat lemah, tidak ada dukungan memadai dari pemerintah, yang justru lebih sering menyulikan dengan peraturan-peraturan yang didorong kepentingan politis sesaat. Industri perakitan pada dasarnya hanya calo yang sedikit lebih canggih.Â
Akibat dari kondisi tidak seimbang itu, dengan ASEAN-C, daerah-daerah Indonesia akan terus tertinggal. Tidak ada kesempatan membangun industri di daerah, karena industri di negara ASEAN-C lain jauh lebih efisien. Sedangkan tanpa pasar bebas ASEAN industri daerah sulit dikembangkan, apalagi dengan pasar bebas. Di era pasar bebas tidak ada proteksi. Lebih parah lagi, SDM negara tetangga bisa melenggang ke Indonesia, menimbulkan spiral negatif baru pada kualitas pendidikan tenaga ahli di Indonesia.Â
Dampak ASEAN-C sudah nampak hari ini. Kalau dulu di website produk-produk ternama selalu Perwakilan Indonesia, atau Cabang Indonesia, region Indonesia, atau representatif Indonesia, saat ini mulai sirna. Yang muncul adalah perwakilan ASEAN, cabang ASEAN, region ASEAN, dan representatif ASEAN. Dengan alamat, tentu saja bukan di Jakarta, semua di Singapura, ibukota ASEAN yang paling tertata rapih. Bahkan sebagai calo-pun Indonesia sudah menjadi tidak berarti oleh ASEAN.Â
Tidak akah habis menulis dampak buruh AC. Mungkin perlu ditambah tulisan terpisah khusus untuk itu. Penulis harap ada yang membantu menulis, karena aspeknya sangat banyak, mencakup setiap unsur kehidupan dan kemasyarakatan.
Pertanyaan
Mengapa TNI dibuat lemah, dipaksa menggunakan pesawat tempur bekas yang tidak bisa bertempur (F-16)? Dan dipaksa mengandalkan pesawat baru yang lemah untuk tahun 2020 (KF-X) ?Â
Mengapa doktrin TNI dihancurkan, menjadi alat politisi sipil korup, sehingga hak dan kewajiban TNI membela teritorial Republik dihapus ?Â
Mengapa Timor Timur keluar dari Indonesia dan didukung habis-habisan oleh Pemerintah RI untuk bergabung dengan ASEAN ? Mengapa pemerintah tidak sibuk memajukan 33 provinsi Indonesia, malah sibuk memajukan negara tetangga ?Â