Tahun 2012 TNI berada pada titik nadir yang dapat digambarkan sebagai “Panca Paria TNI”: 1) doktrin hancur, 2) tanpa kemampuan perang moderen, 3) tanpa kemampuan perang gerilya, 4) tanpa komponen cadangan, dan 5) tanpa sumber daya untuk meningkatkan kapabilitas. Sama sekali tidak mampu berperang mempertahankan Provinsi Timor Timur dan Pulau Sipadan Ligitan, dan dipermalukan US Carrier Battle Group di Bawean.
Titik ini harus dikenang agar TNI tidak terpuruk lebih dalam lagi dan agar kemampuan pertahanan nasional Indonesia dapat segera dipulihkan sebelum potensi-potensi ancaman menjadi ancaman nyata. Salah satu solusi yang dibutuhkan adalah membangun kekuatan sospol TNI.
[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="TMP Seroja Dili, sumber: jpnn.com"][/caption]
Mengenang titik nadir TNI 2012: Panca Paria TNI
oleh Mudy
Tahun 2012 adalah tahun paling tragis dalam sejarah Tentara Nasional Indonesia. Kondisi TNI mencapai titik nadir paling rendah sepanjang masa, bahkan dibandingkan tahun 1998. Kondisi ini dapat digambarkan dengan frase: Panca Paria TNI, yang melingkupi:
A. Kelemahan doktrin
B. Kemampuan perang moderen sangat lemah
C. Kemampuan perang gerilya sangat lemah
D. Komponen cadangan tidak ada
E. Tidak memiliki sumber daya untuk meningkatkan kapabilitas
Satu-persatu Panca Paria TNI tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
A. Kelemahan doktrin
Kelemahan doktrin menjadikan TNI hanya sebagai alat penguasa sipil yang sering korup.
TNI tidak memiliki kewajiban mempertahankan teritorial Indonesia.
Disintegrasi Timor-Timur
Di tahun 1999, Indonesia kehilangan Timor Timur oleh keputusan sepihak seorang Presiden yang melampaui kewenangannya, melanggar Tap MPR tentang wilayah RI, tanpa persetujuan DPRD, DPR, dan MPR RI mengizinkan organisasi asing menyelenggarakan jajak pendapat yang berujung pada disintegrasi Timor Timur. Pada kasus ini sebenarnya doktrin TNI masih sangat kuat. TNI memiliki kewajiban menghalangi tindakan Presiden yang mengkhianati konstitusi Indonesia dalam hal ini Tap MPR yang berada diatas Keputusan Presiden. Namun kepemimpinan TNI melanggar doktrin-doktrin TNI dan membiarkan Presiden melakukan tindakan inkonstitusional tersebut.
Aneksasi Sipadan dan Ligitan
Kasus serupa adalah pengajuan Sipadan dan Ligitan kepada mahkamah Internasional yang dilakukan oleh Pemerintah RI tanpa seizin MPR RI, juga merupakan pengkhianatan pada konstitusi dan perundang-undangan RI. Dalam hal ini doktrin TNI pada 1999 mewajibkan TNI untuk mempertahankan tiap jengkal tanah air sampai titik darah penghabisan, termasuk melawan para pemimpin sipil yang melanggar Tap MPR tentang wilayah RI.