Mohon tunggu...
Pendik Saputro
Pendik Saputro Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pelaksana pada Sekretariat Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dag Dig Dug Cinta Pertama

8 Februari 2012   12:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:54 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat ketahuan guruku dan hapeku disitanya sempat kulihat laporan terkirim sms-ku yang terakhir, bunyinya "Jam tujuh aku jemput ya, ada buku yang mau kubeli." Aku sudah merencanakan untuk mengungkapkan isi hatiku pada perjumpaan kami nanti malam. Aku harus bersabar sebentar, menunggu jam pulang sekolah untuk tahu balasannya.

Langsung kuperiksa inbox pesanku saat kuterima hapeku. Jawabannya hanya dua huruf o dan k tanpa spasi. Begitu membaca pesan balasannya jantungku langsung dag dig dug. Aku bingung apa yang harus kelakukan untuk mempersiapkan nanti malam. Apakah rencanaku akan berhasil. Apakah semua akan berjalan lancar. Apakah ending-nya akan menyenangkan kami berdua.

Jam tujuh tepat aku tiba di depan rumahnya. Dia sudah menungguku di teras. Kami berpamitan pada Ayahnya. Langsung ke toko buku. Cuma sebentar. Aku memaksanya untuk makan bersama di tempat favorit kita. Semuanya serba tergesa-gesa secepat degup jantungku yang masih dag dig dug juga sejak sepulang sekolah tadi.

"Kenapa sih, ada yang aneh deh kayaknya?" tanyanya.

"Oh, tidak apa-apa," jawabku.

Selanjutnya kami mengobrol seperti biasa. Aku berusaha bersikap normal dan menahan degup jantungku. Namun, hingga aku mengantarnya pulang belum keluar juga tiga kata itu dari mulutku. Ah aku memang pengecut. Sepanjang perjalanan pulang aku tak bisa berkonsentrasi mengendarai motorku. Aku terus memikirkan kebodohanku. Untung jalanan sedang sepi. Dengan selamat aku tiba di rumah. Tapi otakku masih saja di sana. Andai saja begitu yang terjadi sekarang tidak akan begini. Tidak akan dag dig dug lagi jantungku.

Tanpa pikir panjang lagi aku nekat menelepon Fiona.

"Iya, Ran?" jawabnya saat mengangkat telepon dariku.

"Fi, tadi ada yang kelupaan."

"Oh, iyakah? apa?"

"Aku belum bilang kalau aku sayang kamu. Aku terlalu gugup. Tapi aku tak dapat menahannya lagi." Ingin kukatakan semua yang ingin kuungkapkan tapi mulutku sudah tak sanggup lagi. Bibirku bergetar karena gugup, sepertinya suaraku pun terbata-bata. Cukup lama tak ada jawaban dari Fiona. Tak ada juga pertanyaan atau pernyataan lagi dariku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun