Mengapa kita lebih senang dengan tugu, patung, salib, ornamen yang  mati?  Kita seakan akan berlomba-lomba membangun tugu kematian, memperlihatkan simbol Tuhan. Demikian juga kita lebih senang pergi melihat "Tuhan yang mati" dalam bentuk tugu, patung, bahkan ritual dan berbondong-bondong ke sana.
Mengapa kita tidak mengganti Tuhan yang mati dengan menjadikan Tuhan itu hidup? Kita bisa melakukannya, kita bisa menghidupkan Tuhan jika kita mau Dia hidup di dalam dan melalui kehidupan kita, mengambil rupa kita.
Kitalah tubuh dan jiwa untuk Dia yang telah bangkit. Dia yang telah naik ke sorga, namun Dia ada di bumi menyertai setiap kita seperti janjiNya. Tuhan hidup, ya Dia hidup jika kita mau memberi tubuh dan jiwa kita untuk Dia hidup dan berkarya, menyapa setiap kita yang letih- lesu dan berbeban berat.
Masihkah kita memilih membangun dan pergi kepada Tuhan yang mati? Atau, kita mau membangkitkan Tuhan yang telah lama mati supaya hidup dan berkarya.
Tidak masalah apa kata Nietzsche, Memang Tuhan telah mati, bangkit, dan naik ke sorga, akan tetapi Ia hidup, hadir, dan menyertai setiap kita seperti janjiNya dengan mengambil rupa setiap kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H