"Berapaan pak mainannya ini?" tanya seorang bapak muda berpakaian rapi ala pekerja kantoran.
"Lima ribuan pak"
"Kalau begitu saya beli empat pak?"
"Ya pak" Ujar Lik Karso sambil meladeni pelanggan barunya.
"Ini Pak" Si Bapak Muda menyerahkan selembar uang seratus ribu rupiah.
"Headalah pak, saya tidak ada kembaliannya. Uang pas saja nggih"
"Saya kebetulan juga tidak punya uang kecil pak. Begini saja pak ambil saja kembaliannya buat bapak"
"Endak pak, jangan. Pekiwuh saya sama sampean. Saya ladeni saja sesuai uang sampean. Ini dapatnya 20 biji pak. Apa bapak lilo (ridho)?"
Salah satu kaca mobil Si Bapak Muda terlihat terbuka. Terlihat seorang anak kecil melongok keluar jendela. Tangannya yang gemuk dan putih mengenggam ponsel pintar. Wajah bersihnya semakin terang disinari lampu layar. Papanya menghampirinya membawah 20 buah mainan yang sama sekali tak pernah dia jumpai seumur hidupnya. Mobil anyaman berbentuk burung.
Mungkin barangkali Papanya itu rela merogoh uang seratus ribu rupiah untuk memborong mainan tradisional bikinan Lik Karso, agar anak kesayangannya tidak kecanduan main gadget. Atau mungkin si papa juga ingin nostalgia masa kecilnya dulu. Atau punya rencana bermain bersama anaknya, permainan yang lebih seru daripada sekedar game di ponsel pintar yang bikin anak pasif, diam tak bergerak.
Apapun itu yang kini terlihat usai mobil itu pergi adalah isi ronjotan di sepeda Lik Karso hampir mau habis. Berganti dengan uang Rp 100.000 di kantong saku kemejanya.