Dibalik gedung gedung tinggi kota Jakarta, ternyata tersimpan sejuta cerita dan peninggalan sejarah. Tepatnya di sisi timur Batavia. Minggu lalu, saya ikut trip yang diadakan oleh @jktgoodguide saya berkesempatan untuk mengunjungi sisa sisa peninggalan sejarah Kota Jakarta atau yang dulunya dikenal dengan Batavia.
Kampung Krapu
Perjalanan saya dimulai dari Gerbang Gapura Kampung Kerapu. Saya melihat bangunan bekas pabrik yang dibangun pada tahun 1923. Bangunannya masih berdiri kokoh, namun sayangnya sudah tidak beroperasi lagi. Berjalan sedikit kearah selatan, saya dapat melihat bangunan bekas tempat penyimpanan gula pada jaman penjajahan Belanda. Bangunan ini sudah banyak berubah, pintunya sudah dijadikan tempat untuk membuat mural. Sehingga ketika datang kesana saya tidak dapat mengenali tempat tersebut, namun setelah dijelaskan oleh tour guide nya saya baru tahu kalau bangunan itu merupakan bangunan peninggalan Belanda.
Saya pun masuk kedalam Kampung Krapu, Kampung ini pernah dilanda banjir pada tahun 2021 silam lantaran letaknya yang berada di pinggiran sungai. Selain itu, tanah dari kampung ini merupakan tanah aluvial atau tanah yang terbentuk karena endapan sungai sehingga gampang sekali untuk roboh dan terkena banjir. Namun ada fakta menarik dari sungai yang melewati kampung ini, Sungai Ciliwung namanya. Pada zaman Belanda di pinggiran sungai pernah dibangun tembok besar yang menjadi benteng dari kawasan Belanda. Seiring berjalannya waktu, benteng itu mulai terkikis hingga akhirnya menyisakan batuan yang berada di pinggiran sungai. Suasana di pinggir sungai ini begitu sejuk karena dilewati angin sepoi sepoi. Saya juga dapat melihat pemandangan kota Jakarta dari sisi pinggiran dengan berdiri di pinggir sungai ini.Â
 Ada juga jembatan yang menjadi penghubung antara Kampung Krapu dan Kampung di sebelahnya. Sebelum dibangun jembatan, masyarakat yang ingin berpergian ke kampung sebelah harus menggunakan transportasi laut dengan menggunakan getek. Saya pun kembali berjalan menyusuri pinggiran Sungai Ciliwung sampai bertemu dengan rumah warga yang bentuknya begitu unik karena terbuat dari bambu. Rumah ini juga dibangun untuk bisa ditempati oleh 6-7 keluarga di dalamnya. Bentuknya seperti rumah panggung tapi memiliki 6-7 pintu yang setiap pintunya diperuntukan untuk satu keluarga.Â
Bangunan Tua Belanda Oostzjidsche Paakhuizen
Berjalan dibelakang rumah tersebut, saya mendapati bekas bangunan Belanda yang menjadi Gudang Tua VOC atau di dalam bahasa Belanda disebut Oostzjidsche Paakhuizen. Gudang ini dulunya digunakan untuk menyimpan bahan bahan makanan yang tidak tahan lama seperti rempah-rempah, kopi, teh, beras, jagung. Bangunan ini sudah berdiri sejak abad ke-17 dan sisa sisa peninggalannya masih kokoh berdiri hingga saat ini. Berjalan lagi ke depan bangunan, saya dapat melihat sisa sisa bangunan dari sisi depan. Namun sayangnya ada banyak mobil mobil tronton yang parkir di kawasan tersebut sehingga saya tidak dapat melihat bentuk bangunan dengan jelas.
Malam sebelum saya mengikuti tour terjadi hujan deras di Jakarta sehingga jalan di tempat tersebut sedikit berlumpur. Saya pun melewati genangan genangan air diiringi dengan bunyi mobil mobil besar, karena di depan bangunan Oostzjidsche Pakhuizen terdapat jalan tol sehingga sedikit berisik. Keluar dari kawasan Gudang Tua VOC, saya melewati kawasan yang dulunya dibangun Gerbang Amsterdam atau Kasteelpoort. Kawasan ini berada di Jalan tongkol, Pasar Ikan. Namun sayangnya gerbang ini sudah dihancurkan sejak tahun 1869 karena pembangunan trem di Batavia yang melewati sisi-sisi Gerbang Amsterdam.Â
Di arah depan Gerbang ini juga terdapat tempat ditemukannya Prasasti Perjanjian Sunda Kelapa yang dibuat oleh Alfonso d'Albuquerque (Gubernur Malaka) pada tahun 1522. Prasasti ini ditemukan di Jalan Cengkih atau dulu disebut sebagai Prinsenstraat dan Jalan Kali Besar Timur I atau nama Belanda nya Groenestraat. Prasasti ini sebagai bukti bahwa dulu orang Portugis pernah datang ke Indonesia.Â
Geo Wehry and Co
Berjalan lagi ke arah Utara saya mendapati gedung tua yang masih berdiri kokoh lengkap dengan bangunannya yang masih berbentuk seperti bangunan. Ini merupakan bangunan bekas kantor Geo Wehry and Co yang tepatnya berada di Jalan Kunir. Pada masanya Perusahaan Geo Wehry and Co bergerak dibidang perkebunan pada masa Hindia Belanda sejak tahun 1867. Adapun produk yang diimpor dari perusahaan ini adalah jenis rempah-rempah dari Indonesia. Bangunan ini dibangun pada tahun 1926-1927 yang dirancang oleh Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA Bureau).
Jalur Kereta Batavia
Puas melihat gedung gedung tua, kami pun berjalan ke destinasi terakhir yakni jalur kereta api peninggalan Stasiun Noord Batavia. Pada masanya kepemilikan stasiun di Batavia terbagi menjadi tiga perusahaan yakni Stasiun milik Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOSM) dan Batavia En Omstreken (BEOs). Jalur kereta ini dibangun pada tahun 1870 pertama oleh perusahaan NISM dengan jalur Kleine Boom atau tempat di Pelabuhan Sunda Kelapa menuju Koningsplein atau sekarang disebut stasiun Gambir. Selain NISM, BOSM juga membuka jalur lain yang mengubungkan Batavia ke Bekassie (Bekasi), Caravam (Karawang) sampai ke Bandung. Pada tahun 1929 dibangun stasiun utama di Batavia yakni Station Batavia atau yang sekarang dikenal dengan Stasiun Jakarta Kota.Â
Rute Jalur Kereta merupakan destinasi terakhir dari perjalanan saya kali ini. Menurut saya walking tour bersama @jktgoodguide kali ini merupakan pengalaman yang menyenangkan sekali karena saya dapat mengunjungi tempat-tempat tersembunyi dan bersejarah yang ada di Kota Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H