Mohon tunggu...
Evan Seftian Muzaki
Evan Seftian Muzaki Mohon Tunggu... Guru - Pena Wong Cilik

Manusia Paling Biasa-Biasa Saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The New Normal? Lha, Normalnya Mana?

1 Juni 2020   16:05 Diperbarui: 1 Juni 2020   16:13 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian dari masyarakat menganggap covid-19 sebagai sesuatu yang merusak kelanggengan sistem kehidupan manusia selama ini. Memang wabah tidak sepenuhnya menyebabkan melemahnya sektor ekonomi semua lapisan masyarakat kita karena ada beberapa pihak yang justru merasa diuntungkan dengan adanya situasi seperti ini.

seperti misalnya bisnis jual beli online yang semakin menjadi opsi andalan masyarakat sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan mereka yang bisa mereka gunakan untuk membeli sesuatu tanpa harus keluar rumah, berkerumun dan melanggar aturan yang sudah diciptakan oleh pemerintah.

Meskipun demikian, wabah ini memang benar telah menyebabkan situasi yang sangat berbeda sehingga perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat kita sangat sulit untuk dihindarkan, termasuk dalam bidang ekonomi yang paling terkena dampak oleh situasi sekarang ini.

Terlalu Naif rasanya jika kita memanggap bahwa situasi ekonomi masyarakat kita sekarang ini akan teratasi jika hanya mengandalkan bantuan-bantuan dari pemerintah yang jumlahnya tak cukup besar dan pembagiannya yang cenderung semrawut.

Bagaimanapun juga salah satu cara untuk mengembalikan jalannya nadi perekonomian masyarakat adalah dengan memberikan kembali ruang kepada masyarakat kita untuk kembali bekerja sehingga roda ekonomi akan kembali berjalan normal meskipun hal tersebut rasanya berbenturan dengan upaya kita untuk tetap dirumah saja, menjaga jarak demi memutus rantai penyebaran virus ini.

Oleh karena itu, akhir-akhir ini pemerintah mencetuskan istilah baru yang disebut sebagai "The New Normal".

New normal yang dimaksud adalah sebuah instruksi dari pemerintah supaya masyarakat bisa berdamai dengan covid 19 dan kembali beraktivitas seperti biasanya namun dengan cara tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti cuci tangan, jaga jarak, pakai masker dan lain sebagainya.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan roda perekonomian masyarakat kita yang semakin mengkhawatirkan sejak adanya wabah ini.

Sebelumnya penulis ingin memberikan apresiasi kepada pemerintah yang sudah berani mengambil langkah tersebut jika memang semua itu dilakukan demi kepentingan rakyat Indonesia. Namun jika kita coba kaji kembali, tentang penggunaan istilah New Normal ini, apakah kita anggap ini sebagai penggunaan istilah yang tepat? Yakinkah kita untuk merujuk pada Normal seperti sebelum ada wabah ini?.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata normal adalah kondisi dimana semua berjalan sebagaimana mestinya, menurut pola yang umum, sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah yang berlaku.

Dari pengertian tersebut bisa kita simpulkan bahwa kehidupan "Normal" adalah suatu kondisi dimana seluruh sistem dan elemen yang ada dalam kehidupan entah itu yang ada di dalam ataupun diluar manusia itu sendiri bisa berjalan seperti semestinya (berjalan normal) tanpa menyimpang dari norma ataupun hukum yang berlaku di negara kita.

Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah apakah negara kita sudah pernah benar-benar normal? Apakah semua yang ada pada sistem negara kita entah itu masyarakat ataupun pemerintah sudah pernah benar-benar normal tanpa menyimpang dari norma ataupun hukum yang berlaku?.

Untuk itu coba kita sejenak melihat apa saja yang terjadi sebelum adanya wabah ini sebelum semua mata dan media hanya tertuju pada masalah pandemi ini, agar kita mengerti tentang normal yang sebenar-benarnya. Jika kita lihat sebelum adanya wabah ini, masyarakat kita sering ditontonkan tentang berbagai penyimpangan-penyimpangan yang penulis rasa jauh dari kata normal.

Apakah tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat kita adalah sesuatu yang normal? apakah konflik horizontal, pelanggaran HAM yang tidak pernah diusut hingga kebijakan-kebijakan yang cenderung merugikan rakyat kecil adalah sebuah kenormalan?

Jika tidak, lalu apa yang dimaksud New Normal? bagaimana kita bisa masuk ke era New Normal jika kita belum pernah merasakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang benar-benar normal sebagai mestinya dari masyarakat maupun pemerintahnya.

Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan dalam pemaknaan istilah pada sebagian masyarakat kita tentang istilah The New normal tersebut. Kehidupan normal yang sebenarnya tentunya masih tetap kita perjuangkan sampai sekarang, kehidupan normal yang dimaksud bukan hanya bagaimana masyarakat bisa beraktivitas sebagaimana biasanya.

Namun kehidupan normal yang sebenarnya adalah kehidupan dimana para pejabat pemerintahan bisa melaksanakan tugas sebagai pelayan masyarakat dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dari kaidah ataupun hukum yang berlaku atau bisa kita sebut sebagai era The Real Normal, yakni kehidupan yang mempertontonkan keadilan dan kebijaksanaan, bukan malah mempertontonkan kelakuan aneh dari para elite yang melaksanakan rapat yang berujung saling lempar kursi dan meja sebagai simbol dari kehidupan normal yang palsu.

Oleh karena itu, penulis mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap bergandengan tangan, saling membantu dalam menghadapi situasi seperti saat ini.

Apapun istilah yang disebutkan untuk menggambarkan jalannya kehidupan kita selanjutnya, tetap saja yang kita cari bukanlah sesuatu normal yang baru, melainkan kehidupan normal yang sesungguhnya atau bisa kita sebut "The Real Normal" dimana keadilan dan sikap cinta tanah air yang menjadi mata pisaunya.

Singkat kata, kita tidak membutuhkan The New Normal jika yang disajikan dalam New Normal tersebut tetap saja tindakan-tindakan yang merugikan rakyat Indonesia, seperti misalnya "setelah korupsi kemudian cuci tangan".

Terimakasih..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun