Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Coretan di Tembok Fasilitas Publik, Siapa yang Merugi?

2 Oktober 2020   06:07 Diperbarui: 2 Oktober 2020   07:08 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, sambil olahraga jalan pagi atau ORJAPA, ada satu pemandangan yang menurutku menarik, yakni coretan anak sekolah yang iseng dan ingin dikenal dengan membranding di tembok, agar orang lain mau membacanya. 

Modal mereka adalah ada niat, beli pilok di toko bangunan, lalu mencari obyek tembok yang mudah terbaca dan mudah aksesnya melakukan perbuatan isengnya dan tidak diketahui oleh petugas. 

Kalau diketahui, maka aksi isengnya enggan dilakukan, aksi ini jelas saat sepi, bisa saja setelah pulang sekolah, atau saat bolos sekolah atau waktu yang tepat misalkan saat pengumuman lulus sekolah, dengan kegembiraan mereka melakukan coret mencoret di tembok fasilitas publik, terua salahkah mereka ?

Secara etika memang salah, karena tidak ijin dan pemerintah yang punya status tanah dan bangunan tersebut dirugikan, walaupin kerugiannya harus ditanggung siapa, pasalnya sudah tidak bertuan, pelakunya sulit dicari, apalagi jika tulisannya hanya kode unik tertentu, atau pesan yang sifatnya umum.

Secara Estetika, jelas tidak baik, karena dinding sudah dicat dengan baik, namun ada coretan yang membikin pemilik bangunan pun harus mengecat kembali, harusnya tidak rugi ongkos bayar tukang dan cat lagi, akhirnya harus bayar biaya perawatan agar dindingnya mulus lagi.

Secara Ilmu Komunikasi, pesan ini sebwnarnya tidak sampai, karena komunikan dalam menyampaikan pesan tidak mendapatkan umpan balik, medianya juga disalahkan, jelas mengganggu, dan pesan yang ada pun tidak memberikan aspek edukasi yang menarik.

Sangat berbeda dengan model dinding digambar oleh tenaga profesional, goresan penanya jelas mempunyai makna, modal yang diberikan bisa terbaca oleh orang lain untuk diwujudkan dalam makna yang tersirat bahkan akan dirawat sebagai pesan informasi yang edukatif.

Mereka yang menulis di dinding seperti pada gambar sebenarnya memiliki bakat untuk diarahkan, hanya saja karena mereka iseng dan aksinya juga tidak terkonang jadi sulit untuk diarahkan kepada pelakunya, hasilnya kita hanya bisa mengeluas dada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun