Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gebrak Masker di Wilayah Kecamatan Banjarharjo

22 Agustus 2020   10:26 Diperbarui: 22 Agustus 2020   10:36 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membawa masker dan mengedukasi masyarakat untuk memakai masker itu bagian dari upaya perubahan perilaku, dan aksi yang dilakukan oleh Tim Penggerak PKk Kecamatan Bantarkawung dan IKAPTK Kabupaten Brebes adalah patut di apresiasi.

Saat awal virus corona masuk ke Indonesia orang memakai masker dianggap tabu, bahkan pro dan kontra terus terjadi, seiring dengn bertambahnya waktu, kemudian masker menjadi salah upaya pencegahan penyebaran virus corona, warga saat mau keluar rumH diwajibkan memakai masker, agar tidak tertular dan menularkan.

Masker akhirnya menjadi peluang bisnis bagi para pelaku usaha, juru jahit dan sablon pun kebanjiran order, apalagi ketika ada kebijakan dari pusat untuk desa menganggarkan memakai masker walaupun menggunakan surat edaran seperti yang dilakukan oleh Kemendes ke jaringan dibawahnya. 

Bisnis masker pun semakin menggeliat ada yang mencoba untuk jejaring kemitraan bisnis, melu oyag sebagai jargonnya, dimana ada yang membuat masker, memberikan desain sesuai aturan dan mencarikan order bisnisnya kepada desa bahwa ini spek yang diminta pusat san siap untuk di order, barang langsung diantar ke desa, pihak desa tinggal menganggarkan, persoalan margin dihitung oleh pelaku usaha. Namanya bisnis ya mesti ada untung.

Masyarakat jelas diuntungkan karena akan mendapatkan masker gratis dari pihak desa melalui anggaran desa, tapi tidak semua warga dapat semua karena keterbatasan anggaran. Beberapa desa dengan edaran seperti ini harus berpikir maksimal, maklum kondisi anggaran desa dari dana desa sudah terkuras ke aspek bansos covid-19, dan desa pun untuk melakukan pemberdayaan masyarakat menjadi menurun pagunya, mereka akan bangkit dan masif dalam pemberdayaan jika covid-19 sudah usai atau hilang.

Masker juga dijual oleh para pedagang di pinggir jalan, pembeli bebas asalkan mau bayar Rp 10rb dapat satu masker, begitu praktis cafa menjual, jangan tanya laba per masker, pastinya orang dagang ya harus ada untung sebagai ganti tenaga dan waktunya.

Dunia perbankkan pun CSR nya digunakan sebagian untuk beli masker, nasabah yang menguntungkan bank ditawari masker gratis, masker silahkan diambil dan bisa digunakan olehnya kapanpun dan dimanapun. Masker sekali pakai dan standar WHO.

Berbeda dengan komunitas organisasi, mereka pun peduli kepada masyarakat, dengan melakukan edukasi dan pembagian masker gratis di pasar ataupun di fasilitas umim, semuanya berharap agar warga berubah perilakunya untuk memakai masker.

Namun perubahan bukan secepat yang diinginkan, ada yang mencoba untuk menyadarkan dengan sidak masker lewat operasi gabungan dan ragam bentuk lainnya. Kesadaran masyarakat tidak bisa instan dan butuh proses dan pengorbanan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun