Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

No Mudik, Very Good

21 Mei 2020   08:50 Diperbarui: 21 Mei 2020   08:44 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Slogan Mudik mulai terakses diberbagai Situs Online : 

" Lebaran Bahagia Di Rumah, Keluarga di Kampung Sehat" , 

" Tidak Mudik, Tidak Piknik" 

"  Lebih Baik Tidak Mudik, Daripada Tertular Penyakit, dan Masuk Rumah sakit " 

" Jangan Mudik, Nikmat Membawa Sengsara"

" No Mudik, No Cry Lindungi Keluarga di kampung" 

Begitu pesan singkat yang disampaikan di Situs Pemerintahan, KPU, maupun situs lain untuk warga, agar tidak menularkan, atau tertular penyakit. Sebuah pesan yang disampaikan sebagai edukasi agar warganya patuh, dan penyebaran virus corona tidak semakin memperparah, sehingga data pasien covid-19 yang dipublish oleh Pemerintah tidak semakin bertambah pasien positipnya, dan menjadi PR bagi semua komponen. 

Pesan tidak mudik, tidak piknik, dan menyelenggarakan even tertentu dengan mendatangkan  kerumunan itu dinilai sebagai salah satu cara pencegahan penyebaran virus corona. Virus bisa berhenti jika masyarakat juga mematuhi protokol kesehatan, jika dilanggar dan dianggap sepele oleh masyarakat itu sendiri, maka semakin memperparah kondisi lingkungan kita, virusnya tertWa, masyarakatnya semakin menderita. 

Bayangkan virus belum ada vaksinnya, sudah tertawa dan ga mau pulang-pulang ke alamnya virus, karena kesadaran masyarakat untuk patuh saja susah, suruh pakai masker saat pergi dari rumah saja, bilangnya malu, ribet, dan lupa atau ragam alasan, mereka membandingkan dengan orang yang tidak pakai masker seperti di jalan, di pasar, maupun ditempat yang dia temui. 

Suruh sebelum dan sesudah makan untuk cuci tangan pakai sabun dengan detergen atau sabun dan air mengalir atau hand sanitezwr bilangnya lagi-lagi CTPS, sekarang mah apa-apa aturan melulu, padahal warung makan, dan toko sembako juga menyediakan alat CTPS untuk pembeli, biasanya di depan tokonya ada alat tersebut. 

Suruh saat menerima bantuan sosial untuj jaga jarak atau physical distancing, lupa dengan uang yang akan di dapat, biarlah berdesakan, asal hari ini dapat uang Rp 600rb, cair dan bisa untuk borong keperluan keluarga, aturN bisa dilanggar, nyatanya si A kemarin berdesakan juga sehat, urusan mati mah urusan gusti Allah yang punya kuasa. Saat virus menempel,baru dia menangis gara-gara tidak patuh, siapa yang merugi. 

Jelas kebijakan tidak mudik, membikin eugi semua pihak, siapa yang rugi, para pengusaha otobus, karena kendaraannya tidak operasional, ada lagi obyek wisata, harusnya dapat pemasukan tiket dapat ratusan juta, ada covid sudah tak berdaya. Belum lagi pata ojek baik ojeg biasa maupun ojek online, pendapatan semakin sepi. 

Belum lagi para penjual parcel lebaran juga bilang menurun drastis pendapatan dari pesanan parcel, bahkan dunia hiburan pun sangat dirugikan, alatnya jadi menjamur dan artisnya juga tidak ada kerjaan, sepertintidak ada kehidupan saja, sepi nyenyet.

Para Mubaligh harus bersabar, semua agenda batal karena larangan ada pengajian umum atau mengisi acara lewat tatap muka, mana ada yang mau pakai online, sekelas acara halal bi halal jadi tidak ada, padahal bulan sawal biasanya penuh jadwal, tanggalan di kalendernya tidak kelihatan angka, isinya tulisan lokasi pengajian, sehari saja biasa sampai 3 kali, kalau misalkan bisyarohnya lumayan berapa jumlah yang hilang. 

Ada lagi para Tour Guidel wisata, hanya gigit jari, mereka hanya bisa menonton TV, atau main Handphone, mau kerja alternatif, belum dapat gambaran pastinya, jika dipaksakan, modal darimana. Kalau Tour Guide kan modal hanya tenaga, fisik, dan suara sama keahlian. 

Bayangkan bisnis catering juga ikut terdampak nyata, omset bukan  bertambah, untuk laporan pajak saja tidak bisa, karena 3 bulan tidak melayani catering, membikin usahanya semakin terpuruk, mereka berdoa virus corona, kembali lah ke asalmu, jangan di Indonesia terus, aku sudah tidak betah, ingin normal kembali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun