Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tergiur Ekonomi Sejahtera, ABK pun Berani Melaut Walau Nyawa Taruhannya

9 Mei 2020   11:36 Diperbarui: 9 Mei 2020   11:44 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Duka bagi warga Indonesia, karena telah diberitakan di Media Korea Selatan, MBC News, ABK berstatus WNI dihanyutkan dan dibuang ke laut Jasadnya jika meninggal, dan menurut MBC, pembuangan jenazah ABK WNI terjadi di Samudera Pasifik pada 30 maret.

Padahal ketentuan ILO, ada prosedur pelarungan jenazah (burial at sea), dalam ketentuan ILO, seorang kapten dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi ketika jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan.

Betapa beresiko pada ABK yang mencari sesuap nasi untuk menghidupi keluarganya atau saudara kandung yang ditinggalnya, dan dia sebagai tulang punggung ekonomi keluarganya, karena orang tua dirumahnya tidak sanggup untuk hidup layak. 

Hanya mengandalkan anak pertama atau kedua yang sudah besar dan disuruh berangkat jadi ABK, karena dianggap tetangga yang sudah berangkat hidupnya semakin sejahtera, ditandai dengan rumahnya berkeramik, motornya baru dan bagus, belum lagi saat menunjukkan handphone dan pernak-pernik sedikit glamor tampak terlihat disaat pulang dari perjalanan berlayar.

Sebenarnya para ABK ini sudah paham, ketika jadi ABK, nanti harus mampu bekerja diatas kapal dengan segala konsekuensi, dan harus berinteraksi dengan para ABK dari berbagai daerah bahkan bergabung dengan ABK negara lain, yang penting fisik mereka kuat, dan siap dalam situasi apapun.

Jadi ketika bekerja terus, buat makan sekitar 10 menit, dan 15 menit, bekerja mulai jam 11 siang sampai jam 4 pagi itu sudah diinformasikan dari teman-teman ABK yang sudah pulang duluan, namun karena tampilan saat pulang ABK ini semakin terlihat kaya, dan apa pun yang mau dibeli ada, sehingga resiko yang akan diterima nantinya sudah dipikirkan masak-masak, walaupun harus nyawa sebagai taruhannya.

Herwanto contohnya, dulu pernah menjadi ABK dengan datang dari satu negara ke negara yang lain, tidak pulang dalam beberapa bulan, dan harus tidur tiga jam dalam sehari, harus membanting tulang mencari ikan, karena dulu fisiknya muda, sehingga tidak begitu memikirkan.

Hanya saja ketika pergantian musim di suatu negara, kalau di Indonesia ini mengenal hanya dua musim, padahal di negara yang akan dikunjungi saat berlayar terkadang menemui musim salju, musim dingin, dan musim lainnya. Semua resiko harus dihadapi karena itu konsekuensi menjadi ABK, namun saat sudah menerima uang hasil dari kerjanya, rasanya lelahnya dan kurang tidur menjadi hilang.

Kita mau protes bagaimana, wong posisi kita di tengah laut, semua diatur oleh kapten saat dilaut, kalau nasib berbaik kepada kita, maka kita pun berlayar menikmatinya.

Namun saat tidak baik pada kita, misalnya jatuh sakit, maka mereka tidak mengenal namanya jatuh sakit, apalagi saat kita berlayar dan masuk ke negara lain, maka bisa saja kita dianggap TKI illegal, karena paspor yang ada dipegang sama Kapten, jika tidak menurut, beresiko pada nasib kita di negara itu, dianggap illegal.

Makan ikan mentah, dan air minumnya dari air sulingan dari air laut, ya dianggap biasa, bahkan kalau musim dingin, kita harus minum penghangat badan, agar tidak terlalu dingin, sehingga kalau kemudian banyak ABK kemudian minum air putih hangat, atau terkadang harus minum miras, itu sebagai penghangat badan karena situasi cuaca yang sangat dingin sekali, khawatir nanti malah meninggal.

Ikan Geger Lintang ( dok pertanianku.com)
Ikan Geger Lintang ( dok pertanianku.com)
Begitu pula dengan sebuah cerita dari seorang ustad, yang dulu pernah berlayar mencari ikan, tapi hanya di wilayah Indonesia saja, dengan alat tangkap cantrang saat itu, seorang pelaut atau ABK harus bisa berenang, dia dulu saat itu pandai berenang, jadi harus menyelam di tengah laut, agar jaring yang sudah dipasang ini mendapatkan ikan yang banyak, bahkan pernah terjadi ditinggal temannya satu kapal, di daerah makasar, namun nasib baik terjadi padanya, diselamatkan oleh ikan geger lintang (punggung berbintang), dan ikan ini sanggup di luat tropis hingga usia 70 tahun. Sehingga para nelayan jika menemukan ikan ini sangat diistimewakan, karena sudah banyak yang membunuh ikan geger lintang ini kemudian mengalami musibah beruntun di laut, oleh nelayan ikan ini dianggap sebagai dewa penolong.

Yang bisa dipetik dari tulisan di atas adalah, betapa beresikonya menjadi ABK apalagi ikut dengan kapal ikan yang besar dan mencari ikannya antar negara, maka sudah para ABK ini perlu skill yang tinggi, dan memahami perjanjian atau kontrak, termasuk memilih Perusahaan yang bonafide dan benar-benar menghargai nasib para ABK, mereka kaya dan perusahaan bisa beroperasi terus  juga karena kemampuan ABK, opsi ke dua adalah jangan jadi ABK dengan modal tenaga saja, karena itu lebih jauh beresiko dibandingkan mereka yang ABK tapi punya kemampuan ahli mesin, ahli nahkoda dan ragam keahlian yang dimiliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun