Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Upah Buruh Tani dan Bangunan, Tak Pakai Kontrak Tertulis

3 Mei 2020   12:19 Diperbarui: 3 Mei 2020   15:18 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh Bangunan Dok https://katadata.co.id/

Sebuah percakapan bagaimana sehari-hari pada buruh tani dan bangunan saat mendapatkan pekerjaan di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. 

Sebut saja, Budi adalah Buruh tani bangunan, Iwan adalah Pemilik rumah yang mau bangun rehab rumah dimana lantainya mau dikeramik.

Iwan : Mas, sampeyan senin besok  apa ada pekerjaan atau nganggur, ujar iwan !

Budi : Lagi nganggur mas, ada apa mas kok cari aku, apa yang perlu saya bantu ?

Iwan : ini mas budi, Bisa kan Kerja dirumah saya, pinta iwan !

Budi : Pekerjaan apa mas, yang perlu saya kerjakan ?

Iwan : Mau Buat Keramik mas budi ?

Budi : Berarti butuh tukang keramik dan 1 laden (buruh aduk pasir ) 

Iwan : monggo mas, terserang mas budi saja, kan mas budi tukang rumahan, bukan tukang proyek, saya manut saja ? 

Budi : Siap mas iwan, untuk tukang sekarang sehari lagis (tidak makan, hanya dapat rokok dan pacetan/snack ringan) itu Rp. 150 rb dan laden Rp. 100rb

Iwan : Siap mas budi, ga papa, sudah tak siapkan dananya, kalau mau kas bon ya monggo, kalau mau nanti bayar mingguan ya monggo. 

Begitu mudahnya cara transaksi antara majikan dengan buruh, tidak ada prosedur apapun, apa tulisan kertas dan lain-lain, saat mereka setuju dengan harga yang disepakati, maka antara budi dan iwan sudah selesai, dan masing-masing menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik, dan tidak ada protes sana protes sini, hanya akan komplen ketika saat pelaksanaan saja, dimana pekerjaannya bagus, rapi dan cepat atau malah sebaliknya lambat, jelek dan tidak rapi, jika jelek maka hanya beberapa hari saja langsung dibatalkan dan diganti dengan orang lain. 

Buruh di sawah dan bangunan mirip model transaksi diatas, hanya bedanya pada  cara memberikan upah saja, kalau buruh di sawah apakah kerja mengolah sawah atau nyiram bawang atau panen bawang, ada yang setengah hari, ada juga ya sehari, tergantung permintaan awalnya, ada juga yang modelnya di panjer dulu, uangnya dibayarkan dulu kepada buruh tani tersebut, kalau besok kerja sudah aku bayar, tinggal berangkat dan melaksanakan tugasnya, khawatir nanti tidak dapat orang yang mengerjakan disawah, ya apa boleh buat, kemudian ada juga yang membayarnya setelah selesai dirumah. Bahkan ada yang model mandor buruh, maksudnya majikan minta bantuan ke salah satu buruh yang jadi ketua, kemudian mereka satu tim dengannya untuk mengerjakan pekerjaan tertentu, cara mbayarnya juga langsung ke mandor dan mandor nanti tinggal membayarkan ke temannya. 

Hal ini juga sama dengan buruh bangunan, mereka juga punya mandor atau pimpinan atau pengadeg atau pengarep dimana ke manapun mandor bekerja, maka tim ini akan ikut, daripada nanti tidak dapat pekerjaan, lebih baik ngegrup, dan tentunya ada perbedaan antara ikut mandor dan mandiri, karena kalau ikut mandor biasanya untuk pekerjaan tertentu membuat satu rumah dari mulai pondasi sampai dengan selesai, sehingga waktunya bisa saja dua bulan, hingga tahunan, maklum mandornya cerdas dan jaringannya bagus. 

Bahkan ada juga mandor yang merangkap sebagai pelaksana proyek, jadi model borongan, mandornya berani kasih uang muka dulu kepada anak buahnya (buruh bangunan) agar saat keluar rumah dan harus mengerjakan aspal misalnya, istri dirumahnya ada uang yang dititipi, atau bisa ngutang dulu di toko sembako tetangganya, bayarnya setiap hari jumat, karena libur pada hari jumat. 

Kondisi seperti diatas, dari saya sejak lahir hingga sekarang masih sama, belum ada perbedaan yang signifikan, berganti presiden siapapun ternyata tidak merubah pola transaksi diatas, sepertinya hanya perbedaan nilai rupiah saja yang dibayarkan, dan naiknya hampir tidak begitu cepat, pergantian setiap tahun, namun bagi mereka para buruh tani tidak bisa berdaya, mereka akan mengalami berdaya ketika mampu bekerja dengan cara sistem bagi hasil antara pemilik tanah dengan penggarap, itupun jika harga produk dan ongkos yang dikeluarkan serta penyakit atau hama tidak seberat biayanya, maka mereka bisa menyimpan sedikit keuntungan, sekian lama dikumpulkan, kemudian berani untuk spekulasi dengan melebarkan sayap yaitu ke kabupaten lain dengan menyewa tanah dan kemudian dikerjakan dengan baik dan modal yang cukup, baru ada sedikit perubahan pada hidupnya, namun kalau malah sebaliknya, maka langsung jatuh terpuruk, dan nasibnya buruh tani ini kembali ke nol lagi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun