Ide menulis ini terpintas dari komentar kompasianer Brebes Masrukhi harun, Selalu ada ruang untuk berkarya dan berinovasi, " sing penting nulis" walaupun satu hari hanya satu artikel.Â
Sebuah makna yang sangat mendalam jika dimaknakan dalam sebuah tindakan. Karena tidak mudah bagi para kompasianer yang sudah bergabung di kompasiana kemudian bisa menulis one day one artikel, kaya model komunitas yang selalu istiqomah dalam membaca alquran dengan WAG one day one juz ( ODOJ).Â
Mereka juga punya aktivitas rutinitas sehari-hari, bahkan ada komunitas di surabaya dinamakan one day one sedekah posting, ada juga yang menginisiasi one daya one Thousand).Â
Dari ODOT yang ada kemudian mereka besarkan lewat program aksi ODOT Â dalam sebuah Program Sedekah Produktif yang ditasyarufkan untuk : Pertama, Pemberdayaan Ummat (Modal Usaha kaum duafa dan Pengembangan Usaha).
Kedua, Sedekah Makan Santri Tahfidz Quran, ketiga, Beasiswa Sekolah Duafa, Keempat, Bebersih masjid dan Mukena, kelima, Siaga Bencana, dan keenam, Dakwah dan Syiar dan ketujuh Wakaf Pembangunan Pesantren Quran.
ODOA kompasiana kelihatannya mudah diucapkan, karena setiap kompasianer yang sudah bergabung di kompasiana, jangan sampai hanya bergabung saja, tapi mereka juga harus produktif untuk membangun negeri ini, caranya cuma satu yakni gemakan ODOA Kompasiana, sehari satu artikel minimal yang dipublish.Â
Bagaimana respon Anggota Kombes terhadap ODOA Kompasiana
Beberapa tertarik dengan konsep one day one artikel, seperti masrukhi harun, memastikan pada diri sendiri untuk menulis satu hari minimal jangan kosong, wajar bergabung dengan kompasiana 7 maret 2020 sudah kelas taruna.
Artinya tiap hari bukan hanya satu artikel, tapi rata-rata sudah 4 artikel tayang, ini artinya produktifitasnya benar-benar diakui dan teman-teman kombes mengatakan.
Banyak ide dan sudah mampu mendeskripsikan sebuah makna dari gambar dan bagaimana menuangkan ide-ide dari judul, sampai dengan mengisi konten secara berurutan.Â
Kedua, kompasianer perempuan Vera Shinta, perempuan muda dari Kaki Gunung Slamet yang tinggal dipaguyangan, juga sangat produktif dalam menulis, kelas taruna sudah diraih, sedang melaju ke kelas penjelajah, sebuah langkah yang patut diapresiasi dan pasti bisa untuk masuk penjelajah.Â
Wajar saja jika dua kompasianer bisa mendapatkan contreng biru, karena sangat layak untuk diberikan, dilihat dari kemauan dan kemampuan untuk menulis setiap hari tanpa ada jedah atau absen, dan berani menjelajah lapangan dengan cepat dan tepat.Â
Ketiga, Kompasianer Eko Dardirjo, kompasianer contreng hijau ini, pernah menulis sehari 11 artikel, sebuah prestasi tersendiri, karena tidak semua kompasianer muda bisa menulis dengan tantangan sehari bisa 11 artikel, artinya semangat untuk menulis kompasiana patut diapresiasi.
Apalagi dengan banyaknya aktivitas dia sebagai seorang guru BK di salah satu SMK di Kecamatan Larangan, dan aktivitas lainnya untuk membantu kemajuan desanya, belum lagi gerakan literasinya dan motivasi bagi para remaja di desa kelahirannya.Â
Keempat, Kompasianer Miftahudin, kompasianer contreng hijau, setiap hari tak pernah absen, dia sangat giat dalam menulis, hanya saja belum pernah tembus menulis satu artikel hingga 1000 kata, masih senang dengan menulis 150 kata, sebagai jargon andalannya.
Padahal dia sangat potensi dalam mengurai kata demi kata, hanya saja tantangan 1000 kata lebih kayaknya belum terpecahkan kenapa tidak bisa pecah telor. semoga beberapa penulis kompasiana yang diatas menjadi inspirasi bagi teman-teman kompasianer bahwa jangan malu untuk menulis, apalagi takut, berikan fakta dan data yang ada sumber referensinya dengan benar dan diberikan narasi beberapa deskripsi saya kira akan semakin baik dan komprehensif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H