Kebutuhan Primer dalam keluarga adalah ketersediaan kebutuhan pokok, sehingga dipastikan ada pedagang sembako di desa walaupun dalam kondisi desa termiskin, desa terisolir, desa berkembang, ataupun desa maju.
Kebutuhan sembako menjadi hal yang vital dan negara harus hadir dalam mengatasi persoalan ini, baik dari sisi regulasi, pemantauan di lapangan hingga menjaga ketersediaan kebutuhan barang tersebut. Jika lalai saja, maka akan terjadi gejolak dimana-mana.
Sembako atau dikenal oleh masyarakat adalah sembilan jenis kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras, gula pasir, minyak goreng atau mentega, daging sapi atau ayam, telur ayam, susu, jagung, minyak tanah, garam beryodium.
Wajar saja kalau ada keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 115/MPP/Kep/2/1998 tanggal 27 Februari 1998 dan kementerian perdagangan pun mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG5/2017 tentang harga acuan pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen.
Pemerintah menetapkan harga acuan disini agar dilapangan tidak terjadi konflik yang tinggi, masyarakat akan merasakan nyaman dan aman ketika ketersediaan kebutuhan sembako tersedia dan mudah di dapat, semisal beras, saat beli di toko kelontong tetangganya, ada stok beras, walaupun ada selisih harga antara di tingkat distributor-grosir-agen-toko sembako namun bagi mereka perbedaan harga karena ada tambahan transportasi dan keuntungan buat mereka, sah-sah saja, asalkan harganya tidak tinggi, maka akan dibeli karena itu adalah modal untuk hidup sehari-hari.
Ambil contoh saja, ketika stok gas LPG 3 Kg di tingkat toko sembako kosong, di agen kosong, di SPBE Kosong, maka akan viral di level media massa, warga akan berkomentar di facebook, twitter, dan ragam media sosial lainnya, dan mereka akan menanyakan, keseriusan BUMN Pertamina ini, namun berbeda ketika stok tersedia dan acuan harga juga cukup jelas maka tidak ada gejolak bagi mereka.
Kenapa LPG bisa memicu konflik di masyarakt, maka mudah untuk dijawab, karena sudah sedikit sekali orang memakai bahan bakar kayu, bahkan mereka yang hidup diperkotaan nyaris tidak ada yang membeli kayu bakar untuk pengganti bahan bakar saat memasak di dapurnya. Mereka tetap mengandalkan Gas LPG baik yang bersubsidi maupun non subsidi. Asalkan stok itu tersedia dengan baik, maka tidak ada masalah atau gejolak terkait ini.
Beras akan berubah jadi nasi, kalau dimasak, begitupula telur ayam akan siap disajikan jika ada proses pemanasan lewat gas LPG. Wajar saja jika kebutuhan Gas LPG ini penting, apalagi bagi pedagang kaki lima yang mengandalkan gas LPG sebagai media utama, seperti bakul bakso, mie ayam, atau pedagang kaki lima lainnya.
Masyarakat sudah paham, bahwa usaha sembako mesti untung, akhirnya hampir sebagian rumah warga yang berada di depan jalan raya kemudian dijadikan usaha sembako, mereka berjualan dirumahnya dan akan membeli produk sembako di agen setiap hari dipasar desa, atau pasar induk di Kecamatan atau Kabupaten, termasuk menerima para bakul beras yang menggunakan motor atau sepeda onthel ke tokonya, asalkan harganya sesuai, dan lihat mutu beras yang dijualnya akan dibeli.
Walaupun bisnis sembako di desa itu untungnya tidaklah banyak, asalkan kemudian yang beli di tokonya itu rutin dan tidak bon barang, maka putaran usahanya akan stabil, sehingga pemilik sembako ini akan bisa menyisihkan sebagian keuntungan untuk daftar haji, nabung dibank, nyaur hutang, dan membiayai keperluan sekolah anaknya, termasuk kebutuhan sehari-hari untuk makan dan minum termasuk sandang.
Beberapa pedagang sembako juga berani beli mobil L300 bahkan mobil tosa untuk antar barangnya kepada pembeli yang saat belinya relatif banyak, dan jika dinaikkan ke becak tentunya harganya akan semakin mahal, sehingga mereka harus rela mengangsur kredit tosa atau L300 untuk putaran sembako baik saat beli di pasar maupun antar barang ke konsumennya.
 Hukum ekonomi terus berlanjut dan inilah yang dinamakan dengan roda ekonomi, semua saling membutuhkan, dan didalam kebutuhan tersebut jelas ada selisih harga, dari selisih harga itulah mereka bisa terangkat hidupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H