Standar Pelayanan Minimal (SPM) mungkin bukan barang baru, karena SPM melekat dalam pembagian urusan pemerintahan sesuai UU No. 23 tahun 2014, yakni ada 6 urusan wajib terkait pelayanan dasar yakni pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan umum, sosial, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketentraman ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.Â
Ada sangsi bagi daerah yang tidak melaksnakan SPM, namun SPM dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kapasitas keuangan daerah, sumber daya personil, dan ketsrsediaan sarana dsn prasarana.
Adapun urusan Pemerintahan Wajib Non Pelayanan Dasar ada 18 urusan yakni tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat dan desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan, komunikasi dan informatika, koperasi usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kepemudsan dan olahraga, statistik, persandian, kebudayaan, perpustakaan,dan kearsipan.Â
Selain itu ada juga urusan pemerintahan pilihan ada 8 urusan meliputi kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, perindustrian,dan transmigrasi.Â
Ada perubahan konsep standar pelayanan minimal, menurut regulasi :Â
UU no. 32 tahun 2004 standar pelayanan minimal adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi pelayanan minimal kelayakan, sedangkan UU No. 23 tahun 2014 SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar dan merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
Selain itu, ada UU No. 32 ada 15 urusan pemerintah wajib terkait pelayanan dasar, ditetapkan dengan PP oleh masing-masing menteri/pimpinan LPND dengan konsultasi yang dikoordinasikan oleh menteri dalam negeri.Â
Sedangkan di UU No. 23 tahun 2014 afa 6 urusan Pemerintah Wajib terkaitpayanan dasar, ditetapkan dalam peraturan pemerintah.Â
Kepala Bagian Otonomi Daerah Biro Pemerintahan, Otonomi Daerah dan Kerjasama Setda Provinsi Jateng Harso Susilo, ST, MM mengatakan, SPM pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD, Kesehatan minimal 10 persen dari APBD atau APBN, dalam SPM memuat jenis pelayanan dasar, mutu pelayanan dasar, penerima pelayanan dasar, bahkan di SPM dalam dokumen perencanaan pun diatur yakni SPM dalam RPJMD dimulai dari gambaran umum s/d program prioritas, dalam renstra dimulai dari gambaran pelayanan (bab II) sampai dengan rencana program (bab V), dalam RKPD ada evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu sampai dengan program prioritas daerah.Â
Lanjut Harso, pelaksanaan pemenuhan pelayanan dasar bagi warga negara maka Pemerintah Daerah dapat : membebaskan biaya untuk memenuhi dasar secara minimal, dengan memprioritaskan bagi masyarakat miskin atau tidak mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memberikan bantuan berupa bantuan tunai, barang dan jasa, kupon, subsidi atau bentuk bantuan lainnya.
Keterkaitan koordinasi penerapan SPM, maka menteri melalui Dirjen Bangda berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan penerapan SPM secara nasional, Gubernur berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan penerapan SPM di Provinsi, Bupati/Walikota berwenang mengkoordinasikan pelaksanaan SPM di Kabupaten/Kota, bentuk koordinasi bisa meliputi penerapan, pemantauan dan evaluasi SPM termasuk koordinasi penerapan isu dan permasalahan penerspam SPM, sedangkan secara teknis nanti ada tim Pokja di Biro Pemerintahan OTDa dan Kerjasama/Bagian Pemerintahan.Â
Tim Penerapan SPM Kab/Kota dibawah penanggung jawab Bupati/Walikota, wakil ketua Sekda Kab/Kota, Sekretaris adalah Kabag Tata Pemerintahan atau sebutan lain Kab/Kota, dan anggota dari Kepala PD Kab/Kota yang membidangi urussn wajib terkait pelayanan dasar, pengelolaan keuangan daerah, inspektorat dan atau sesuau dengan kebutuhan daerah.Â
Tugas tim penerapan SPM kab/kota meliputi menyusun rencana aksi penerapan SPM, melakukan koordinasi penerapan SPM dengan PD Pengampu SPM, mengkoordinasikan pendataan, pemutakhiran dan sinkronisaso terhadap data terkait kondisi penerapan SPM secara periodik, mengkoordinasikan integrasi SPM ke dalam doktren serta mengawal dan memastikan penerapan SPM terintegrasi ke dalam RKPD serta renja PD trrmasuk Binwas Umum dan Teknis, mengkoordinasikan integrasi SPM ke dalam dokumen penganggaran serta mengawal dan memastikan penerapam SPM, mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan sumber pendanaan dalam pemenuhan penganggaran untuk penerapan SPM daerah kab/kota, termasuk mengkoordinasikan rumusan strategi pembinaan teknis penerapan SPM di kab/kota.
Terkait pelaporan SPM maka Bupati/Walikota melaporkan seluruh SPM di Kab/Kota kepada gubernur sebagai Pemerintahan Pusat, sedangkan Gubernur sebagai wakil Pemerintahan Pusat melaporkan kepada menteri. Laporan SPM meliputi hasil penerapan SPM,Kendsla penerapan SPM, ketersediaan anggaran dalam penerapan SPM disampaikan bersamaan dengan LPPD setiap tahun. Â Dan Pemprov dan Kab/Kota paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir, dan laporan pemda merupakan dasar bagi penetapan insentif dan disinsentif daerah.
Untuk sanksi tidak melaporkan SPm maka berupa sanksi administrasi lewat teguran tertulis dari menteri.Â
Sepertinya menurut penulis sanksi pelanggaran SPM hanya Administratif yang ada tidak terlihat menggigit sehingga keseriusan dalam SPM ini tampaknya tidak bisa dimaksimalkan, perlu ada penajaman pada sanksi bila kab/Kota dan Provinsi tidak melaporkan atau terlambat mengirinkan laporan SPM.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H