Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Beratkah Berhenti Merokok, Pilih Pabrik Ditutup atau Protes Warga

13 Mei 2019   10:43 Diperbarui: 13 Mei 2019   10:53 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahaya merokok.doc promkes.kemenkes.go.id

Kampanye dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinkes Prov/Kab/Kota di Indonesia begitu pasif, namun pabrik rokok di Indonesia pun masih aktif beroperasi bahkan selalu menciptakan inovasi produk dan label barunya, bahkan pajak cukai menjadi sektor andalan penting di Republik Indonesia. 

Jika tidak ada yang merokok di Indonesia, bagaimana nasib petani tembakau, berapa juta saja tenaga kerja yang akan menganggur bila pabrik ini tutup. 

Semua toko sembako baik grosir maupun eceran dipastikan jual rokok, puluhan bos tersedia, dan rantai distribusi dari pabrik hingga pedagang eceran pun begitu masif,bahkan keuntungan lumayan banyak di bandingkan jualan beras atau semen atau paku. 

Wajar saja bila promosi yang masif agar mereka yang punya hobinya merokok untuk berhenti tidak sehebat mengembalikan telapak tangan kita.

Ada peringatan di bungkus rokok bahman dikasih gambar yang sangat hebat, biar ada kesan bagi perokok takut, ternyata pesan ini tetap dibaca dan tetap di indahkan, merokok tetap dan enggan untuk menguranginya, apalagi kalau sudah ada musim pilkades, rokok gratis disediakan sama calon kades, tiap malam calon kades menyediakan rokok sebagai menu utama, kepulan asap pun menempel di dinding dan baju para perokok dan yang tidak merokok, mereka tidak peduli akan lingkungan sekitarnya. 

Perokok di Petani Bawang, Nelayan, Tukang Bangunan

Rokok bagi petani bawang, nelayan dan tukang bangunan sepertinya menjadi barang wajib yang harus disediakan saat bekerja, majikan harus membelikan rokok walaupun sekelas Djaya atau Tuton atau jenis kretek yang harganya sekarang berkisar Rp 10-12 ribu, kalau tidak dikasih, maka suara rewelnya pekerja dan saat diperintah majikan terkadang tidak ditaati, akibatnya majikan merasakan kaku sendiri, orang sekarang kok disuruh kerja mintanya macem-macem. Padahal mereka bekerja di tempat kita  dan kita yang bayar. 

Sebagian besar petani, nelayan dan tukang bangunan asal ada rokok sudah cukup sebagai semangat bekerja, mereka bisa menghisap rokok dengan tenang dan merasakan nikmat saat sudah menghisap rokok tersebut, ada nilai perbedaan yang dirasakan jika sehari tanpa ada hisapan rokok, hampa rasanya hidup ini. 

Bahkan bako saja di kelinting sendiri, asal bisa merasakan rokok itu lebih bergairah dibanding tanpa menghisap rokok, apakah ini dinamakan kecanduan rokok. Urusan gizi anak baginya urusan lain, yang penting upah dari majikan upahnya langsung dikasihkan istri dirumah. 

Untuk upah harian petani sekarang sudah Rp 90 ribu, tukang Rp 150 ribu dan nelayan Rp 100 ribu. Artinya jika sebulan bekerja pun uang bulanan sudah berkisar Rp 2.8jt hingga Rp 3.2 jt.

Edukasi merokok sepertinya harus dirubah polanya, aspek pemicuan agar perokok berhenti atas perilakunya harus diawali dari dirinya sendiri, bahkan beberapa fasilitas umum yang melarang merokok, sejumlah perokok pun akan mencari ruang yang boleh untuk merokok, walau jauh tak mengapa, asal sehari bisa menghisap, jika tidak ada uang untuk beli rokok, maka azas pertemanan menjadi senjata ampuh baginya untuk mencari rekannya yang bawa rokok, nanti gantian disaat temannya tidak punya uang untuk beli rokok.

Bagi hasil atas pajak rokok ke daerah juga ratusan juta diberikan ke daerah, pabrik rokok tetap beraktivitas, generasi perokok selalu bertambah, bahkan saat pelajar SMP atau MTs pun mereka sudah mengawali merokok, belum lagi dengan fenomena anak Punk yang selalu bertambah. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun