Petir menggelegar di malam hari saat mau berangkat pengajian 3 hari atas meninggalnya salah satu muwakif ponpes assalafiyah saditan di Kotabaru Kelurahan Brebes Kabupaten Brebes. Selama 30 menit menunggu jamaah yang hadir, satu persatu jamaah datang dengan mengucapkan salam kepada jamaah yang sudah datang duluan dan mereka duduk bersila.Â
Terucap dalam lisannya, update perkembangan suhu politik akhir-akhir ini, jarang sekali terucap siapa calon legislatif pusat, provinsi dan kabupaten, bahkan DPD nya. Mereka kesannya tidak begitu tertarik dengan caleg, namun ketertarikan mereka adalah siapa calon presiden pilihan anda, apakah nomor urut 01 atau 02.Â
Alasan ketertarikan pilihan menjadi inspirasi atas tulisan ini, hampir sebagian mereka memilih pasangan no. 2 dengan alasan, tegas, republik ini harus di pimpin oleh orang yang pernah jadi tentara, alasan lain ketidaksukaan dengan gaya kepemimpinan Jokowi sebagai pemimpin yang masih bertahta hingga sekarang dan dianggapnya Indonesia tidak semakin maju, tapi mundur.Â
Saat ditanya mundur alasan logisnya apa, mereka menjawab karena harga bawang dan sembako tak pernah stabil, belum lagi kondisi sektor pertanian kian terpuruk dan pembayaran BPJS juga kurang tertib dan masalah klasik lainnya. Sehingga pilihan mereka jatuh di nomor paslon 02.Â
Sumber informasi jamaah yang didapat lebih dominan pada pemberitaan media televisi dan facebook, mereka bahkan bisa menjelaskan informasi kekisruan masalah pencoblosan di luar negeri, apakah itu hoak atau tidak, informasi yang didapat baginya menjadi sumber informasi dan anehnya tidak mau mencoba mencari sumber validitas informasi kebenarannya, wal hasil penyampaian tersebut rutin disampaikan, maklum belum ada yang menerangkan secara detail, jika ada yang menerangkan dari mereka yang pro paslon 01 dipastikan tidak mau menerima.Â
Bahkan, mereka juga menyampaikan info kekhawatiran kecurangan hasil pemilu karena menggunakan kotak suara dengan desain kardus. Dapat dibayangkan betapa mudahnya bila ada pihak-pihak di daerah yang terpencil seperti di luar jawa yang aksesnya sulit dijangkau, bisa berpotensi pada hal kecurangan hasil atau sebelum pelaksanaan pemilu ada banyak surat suara yang rusak.Â
Masyarakat millenial bahkan yang punya akses informasi digital sekarang benar-benar dibuat untuk berimbang memaknai sumber informasi, sangat berbeda dengan zaman tanpa digital, mereka pasrah kepada penyelenggara pemilu dan saat komentar pun selalu berhati-hati dan tidak bisa menyuarakan aspirasinya untuk mudah dibaca orang, hanya segelintir orang saja dikampungnya yang paham status mereka untuk mempengaruhi orang lain.Â
Bayangkan jika dengan sekarang ini, status mereka bisa saja viral ataupun menjadi hoak dan anehnya dijadikan referensi sebagai bahan cipok atau cerita sambil dopok (diskusi ditemani dengan kopi teh manis), semakin luged dan bisa saja dalam diskusi mereka menerima informasi di WA nya gambar, status ataupun informasi atas kehebatan pilihannya.Â
Semoga hak suara anda untuk bisa memilih calon pemimpin masa depan sesuai dengan hati nurani, namun saat anda menjadi saksi partai, apakah pilihanmu akan sesuai dengan hati nurani, padahal anda dibayar sebagai saksi partai dan saksi partai jelas ada amanat untuk memilih salah satu paslon di partainya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H