Hidup dipedesaan saat musim hajatan, maka juru masak khususnya tenaga masak nasi, maka akan lebih cepat dan sempurna hasilnya nasi bila menggunakan tungku bata merah dengan bahan baku perapian adalah kayu kiloan atau kayu gelondongan, bisa saja kayu kopi atau kayu albasia.Â
Bagi juru masak lebih cepat dan panas pakai kayu bakar, hanya saja hawa panas sedikit panas, namun karena kebiasaan memasak dengan media tungku kayu maka hawa panas seolah-olah biasa tidak merasakan kepanasan atau keletihan.Â
Mereka yang menggunakan media masak dengan kayu bakar adalah masyarakat di pedesaan, karena kayu bakar masih sangat mudah dicari, sehingga tidak perlu beli. Kecuali memang butuh dalam ukuran banyak. Â
Memang banyak masalah jika pakai kayu bakar yakni asap dan abu hasil bakaran yang ditimbulkam bisa masuk ke makanan dan sistem pernafasan manusia. Akibatnua mengganggu kesehatan tubuhnya.Â
Efesiensi kayu bakar bagi warga yang hajatan karena harganya murah, selain itu tidak kesulitan jika pesan kayu dalam hitungan kubik, dipedesaan kayu masih melimpah ruah, bahkan lebih sulit bila pesan gas LPG 3 kg, disamping tabungnya terbatas jika beli, harga pun tak menentu kadang saat stok tidak ada harga bisa naik 30 persen dibandingkan harga normal.Â
Memasak dengan kayu bakar, citra rasanya memang sangat enak dan nikmat. Semua orang mengakui bahwa masak pakai kayu bakar untuk minuman sekelas kopi dan teh manis saja  maka akan terjadi perbedaan baik pada panas airnya maupun rasa di dalam teh tersebut.Â
Memasak dengan kayu bakar, rasa masakan yang dihasilkan bisa lebih enak daripada yang dimasak menggunakan kompor gas atau listrik. Selain itu tingkat kematangan, tekstur, dan aroma yang dihasilkan benar-benar sempurna.Â
Ada juga yang mengatakan bahwa hasil masakan tergantung dari jenis kayu bakar yang digunakan. Semakin baik jenis kayunya, semakin ciamik rasa masakannya. Intinya, apapun kayunya, asalkan mamasak dengan benar, makanan yang dihasilkan bisa sempurna.
Konon masih ada warung kuliner yang menggunakan kayu bakar ssbagai bahan bakar dalam menyajikan minuman atau masakan khasnya. Seperti yang terjadi di jahe ibu waeti di Leis Rengaspendawa Larangan Brebes, jahe yang disajikan tetap menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu dan sajian jahe khasnya adalah langsung dengan air panas yang sudah dikasih serai dan bumbu tradisional, sehingga citra wedang jahe nya sangat berbeda dan jadi rujukan warga yang ingin menikmati kuliner wedang jahe di Brebes ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H