Setiap orang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 85 -- 140 gram kering perorang/ hari dan perkiraan berat basah tinja manusia tanpa air seni adalah 135 -- 270 gram perorang/hari.
Dalam keadaan normal susunan tinja sekitar merupakan air dan zat padat terdiri dari 30% bakteri mati, 10 -- 20% lemak, 10 -- 20% zat anorganik, 2 -- 3% protein dan 30 % sisa -- sisa makanan yang tidak dapat dicerna.
Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-tinja. Sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti bakteri Salmonela typhi penyebab demam tifus, bakteri Vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A, dan virus penyebab polio. Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat tinggi.
Strategi agar desa anda itu ODF.
Berdasarkan pengalaman penulis terkait ODF, maka data kepemilikan jamban menjadi penting, data bisa berasal dari pendataan RT/RW yang dilaporkan kepada Desa/Kelurahan, bisa pakai data Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) atau bisa juga menggunakan data manual lewat pendataan RT dan RWnya, termasuk data dari sanitarian asalkan berbunyi data by name by address yang sudah tervalidkan.Â
Dari data tersebut, desa bisa melakukan proses pemicuan, caranya adalah minta fasilitasi pihak puskesmas setempat, jika mengandalkan petugas sanitarian saja sampai kapanpun tidak bakal ODF/BABS, harus ada relawan Pemicu ODF/BABS, mereka berasal dari keterwakilan RT dan RW, lalu di SK kan oleh pihak Desa. Bila perlu dibantu dana konsumsi saat ada kegiatan pemicuan di lingkungannya.Â
Baseline data kepemilikan jamban harus disepakati mau diselesaikan dalam kurun waktu berapa bulan/Tahun. Sehingga target akan tercapai sesuai dengan kesepakatan bersama.Â
Aspek pemicuan, wajib bagi sanitarian mentransfer ilmunya kepada para relawan penggerak ODF, dan selalu memberikan motivasi jika ada temuan persoalan yang belum terpecahkan.Â
Pemkab/Pemkot harus mampu memotivasi para pengusaha mikro untuk jadi wirausaha jamban, sehingga mengurangi cost biaya pembuatan jamban di rumah yang mendapatkan sasaran jamban.Â
Pola bisa berbagai model, misalnya lewat bantuan sosial dari alokasi dana APBD, atau Dana Desa, atau bisa saja dengan pola stimulan lewat subsidi silang dengan pihak Dunia Usaha atau bisa juga dengan donatur pengusaha sukses yang peduli jamban bagi keluarga miskin. Termasuk bisa dengan Badan Amil Zakat (Baznas) Kab/Kota.
Yang lebih keran lagi adalah kerjasama dengan lembaga keuangan mikro, dimana lembaga keuangan ini memberikan skim pinjaman pembuatan jamban yang sudah disetujui, pihak penerima tinggal mengangsur bulanan, yang tentunya diperhitungkan sisi pilihan jambannya. Mau yang sederhana dengan pagu minimalis, atau pagu maksimal.Â