Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Obat Warung Pilihan Utama Warga

4 Maret 2018   07:28 Diperbarui: 4 Maret 2018   08:28 3821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pelajar datang sambil batuk dan flu lalu beli obat ke warung, mas mau beli obat untuk flu dan batuk. Pedagang warung tersebut memberikan pilihan, biasanya cocok nya mana mas, ultraflu, sanaflu, decolgen atau bodrexflu. 

Ada lagi seorang tukang buruh bangunan, disaat kerja kepala terasa pening sekali, bumi seolah-olah berputar, lalu dia menugaskan kepada temannya untuk mencari obat sakit kepala, datanglah pekerja tersebut ke toko kelontong (warung kecil) bisa kios atau warung sembako, " Bu ada obat sakit kepala, bodrex, paramex atau puyer bintang toedjo," dijawab sama penjual, " mas yang cocok biasanya apa" , lalu dijawab lagi, " kalau ada puyer bintang toedjo aja bu" , lalu dijawab oh ini mas ada cukup seribu" . 

Begitulah kondisi warga sekarang ini, mereka akan mencari obat sebagai pilihan utama di warung dibandingkan beli di apotek, pasalnya pembeli tahu jika beli diapotek sudah naik dan mesti harus dengan resep dokter. Anggapan mahal masih menghantui pikirannya. 

Bila warga beli obat diapotek jelas harus bawa minimal Rp 50 ribu, tapi jika beli diwarung dia percaya diri bawa Rp 5 ribu aja masih berani. Begitulah kebiasaan warga yang masih melekat dan ini hampir tersebar diseluruh nusantara ini. 

Resep dokter masih dianggap sesuatu hal yang mahal, dokter gratis jarang ada, mau gratis harus punya kartu jaminan kesehatan, untuk mengurus kartu jaminan kesehatan fulus tidak ada, karena kerja setiap hari hanya cukup untuk memberikan nafkah keluarga, sisanya digunakan untuk bayar pendidikan anak seperti uang saku, bayar transport anak dan lain-lain. 

Untung saja bisa membiayai pendidikan anaknya, kalau ada biaya yang besar, ya pilihannya pinjam di orang lain dan bayar bunga atas pinjaman uang tersebut, maklum di desa jarang ada orang yang meminjamkab cuma-cuma, bunga atas uang masih jadi pundi-pundi pemasukan sebagian masyarakat, mereka mencontoh model bunga bank konvensional, itu pun jika pinjam dibank sekelas KSM jarang diberikan, karena sebagian tidak punya jaminan yang bisa diberikan. 

Perlunya Kebijakan Obat

Obat yang diwarung mestinya tidak dosis tinggi, sifatnya sebagai obat sementara untuk kuratif, bila si sakit diobati obat warung tidak sembuh, mesti akan berobat ke dokter, bidan, atau mantri kesehatan (perawat) yang tentunya memiliki iji praktek pengobatan dari Institusi Kesehatan. 

Obat warung bisa jadi berbahaya, bila diminum dengan dosis yang berlebihan, salah satu contoh anak remaja sekarang, berani beli komik satu dus, ternyata mereka gunakan bersama teman-temannya agar merasakan rilex. Karena ada kandungan dextro nya sehingga remaja ini bisa mengalami fly karena dosis yang diminum sangat berlebihan, karena bikin mabuk. 

Pengawasan obat harus dimulai pada para penjual obat warung, jika ada permintaan seorang remaja atau  anak yang beli obat diluar kewajaran, maka jangan diberikan, laba dari rupiah tentunya bukan alasan bagi penjual warung, tapi akan berbahaya jika nanti ada korban setelah minum obat tersebut, aparatur penyidik akan melakuka asal muasal kenapa anak ini bisa meninggal dunia setelah mengkonsumsi obat. 

Penjual warung juga harus teliti, obat warung mesti ada masa kadaluarsanya, jangan berikan kepada pembeli yang masa kadaluarsanya sudah habis. Lebih baik dibuang saja obat, rugi tidak masalah daripada berefek berbahaya bagi kesehatan orang lain. 

Warga yang mau minum obat pun, harus teliti dalam mengkonsumsi obat, jangan asal minum obat warung, semua itu ada disisnya dan obat jelas ada masa kadaluarsanya. 

Bagi pemerintah juga harus memberikan penyuluhan kepada para pengusaha kecil seperti warung-warung yang berjualan obat seperti apa yang boleh dianjurkan, dan jangan sekali-kali obat warung dianggap pelanggaran, bagaimana nasib warga miskin jika di semua warung sembako atau kios obat ini tidak boleh jualan obat. 

Harus ada kebijakan yang holistik akan penyediaan obat kesehatan di warung kelontong dan bagaimana tata cara pemilik warung ini memperoleh sesuai dengan standar ijin kesehatan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun