Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banjir Menjadi Cara Introspeksi Bagi Semua Elemen

24 Februari 2018   20:14 Diperbarui: 24 Februari 2018   20:55 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir di Brebes/Doc Drone Pantura

Musibah apapun bagi makhluknya sebagai pertanda bagi hambanya untuk introspeksi diri, cobaan yang bertubi-tubi, mesti ada hikmah didalamnya, tidak ada yang mungkin terjadi, ketika sang maha pencipta sudah berkehendak maka terjadilah. 

Banjir dan longsor yang melanda nasib saudara kita di Kabupaten Brebes Jawa Tengah disebabkan karena  faktor alam yang tidak bersahabat, hulunya sudah tidak bisa menampung air dengan baik, air lewat begitu derasnya ke hilir dengan membawa material lumpur.

Banyak hutan yang berubah fungsi, di hilir terjadi pendangkalan sungai, perilaku manusia yang tidak mau menjaga alam itu sendiri, dengan membuang sampah sembarangan. Belum lagi bantaran sungai yang ada tidak dirawat dengan baik, saat terkikis tidak segera dibenahi, ada juga bantaran sungai digunakan untuk diambil tanahnya dan dijadikan kerajinan bata merah. 

Jebolnya tanggul sungai dengan intensitas air yang tinggi, bisa terjadi dilokasi manapun, wajar jika kondisi saluran air sungai cisanggarung losari akhirnya bedah di dua titik, mengakibatkan puluhan desa menjadi korban ganasnya air yang mengalir. 

Sudah dua hari air ini menggenangi rumah-rumah penduduk, binatang peliharaan pun mati karena tidak bisa diselamatkan, sawah dipenuhi air yang begitu deras, hancurlah semua tanaman pertanian, dari tanam padi, bawang hingga tanaman jenis apapun, ada rumah yang roboh, ada korban yang tenggelam, mereka harus menyelamatkan dirinya dan keluarganya. 

Karena pengalaman pertama yang belum terbayangkan sebelumnya, sebagian warga menganggap tinggi air hanya sebetis lutut dan paling beberapa jam saja, ternyata malah sebaliknya, air meluap hingga mencapai dua meter, kontan saja bebrrapa rumah dan perkantoran pun hampir dokumennya terendam air, belum lagi kerusakan lainnya. 

Banjir ini dianggap paling parah, karena bisa melumpuhkan jalur pantura, bayangkan jika saat ini tidak ada jalan tol, mau kemana mobilisasi dan evakuasi warga dilakukan dengan rentang medan dan jauhnya lokasi sedangkan luapan air ini menenggelamkan puluhan desa secara estafet. 

Bila posisi bedah tanggul sungai maka banjir akan bisa berpindah mengikuti aliran air dan desa yang akan tenggelam sesuai dengan tingkat tinggi rendahnya posisi tanah diwilayah tersebut. 

Brebes ini ada empat  sungai yang besar dan sepanjanh tanggul sungai itu ratusan ribu penduduk yang hidup dibawahnya. Empat sungai yang besar yakni cisanggarung, aliran sungai cisadap, sungai kalipemali dan sungai kalugangsa,  tanggul tersebut memang tanggulnya cukup berumur dan endapan lumpurnya sangat banyak, gerusan tanggul tiap tahun semakin cepat,  disatu sisi penanganan terhadap tanggul sepertinya kurang cepat dengan kebijakan yang diambil, sedangkan di hulu malah perubahan fungsi hutan dan juga penebangan hutan yang kurang cepat dengan penghijauan. 

Penanaman hutan kembali agaknya tidak secepat kerusakan sungai, apalagi dalam empat tahun yang lalu beberapa gunung digunakan untuk investasi jalan tol, pengelola hutan lebih senang menanam pohon karet dan pohon pinus yang lebih banyak ditanam karena bagi pengelola hutan itu lebih menguntungkan, namun bagi keselamatan jiwa jutaan orang ternyata tidak dipikirkan. 

Banjir membuat semua orang menderita, tiap hari para korban ini harus meneteskan air mata, mereka harus basah kuyup karena mengkhawatirkan kondisi rumah yang ditinggalkannya, ingin kembali ke rumahnya masih was-was barangkali ada banjir susulan, belum lagi mau apa lagi yang perlu diperbuat, kalau semua hartanya sudah hancur dan hanyut diterjang dahsyatnya banjir yang terjadi. 

Banjir membuat orang untuk ekstra berbagi rasa dan karya karena mereka punya hati yang sama tentunya, rasa iba inilah menjadikan harus peduli bersama terhadap warga yang mengalami penderitaan, inipun sifatnya instan saja, karena mereka membantu dengan kemampuan yang serba terbatas, jelas dalam tahun ke depan warga untuk bangkit kembali dari ekonominya harus perlu sentuhan yang konprehensif. 

Bayangkan jika yang terjadi adalah dari keluarga yang tidak punya kemudian rumahnya roboh dan tidak memiliki sanak famili yang bisa membantunya, tentunya harus sangat teliti bagi pengambil kebijakan dalam hal ini negara untuk hadir dalam memulihkan ekonomi mereka. 

Jangan terulang kembali atau ada banjir susulan termasuk banjir dengan istilah reuni ke dua, pemerintah pusat harus memiliki komitmen yang kuat dan menyediakan dana yang cukup besar untuk memperbaiki tanggul sungai di kabupaten yang penduduknya paling banyak di jawa tengah, dapat dibayangkan jumlah penduduk Brebea itu hampir sama dengan jumlah penduduk satu kepulauan Irian Jaya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun